Mohon tunggu...
Mochamad Slamet
Mochamad Slamet Mohon Tunggu... -

Leadership

Selanjutnya

Tutup

Nature

Tikus Jakarta Berevolusi

8 Januari 2011   16:23 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:49 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Pernah mendengar istilah Black Death yang dialami warga Sun Fransisco Amerika serikat di tahun 1900-an? Dimana banyak ratusan korban meninggal karena terserang hama tikus. Pemerintah setempat menemukan adanya indikasi “hama mematikan” menyerang melalui kutu tikus yang menyebar lewat udara dan sulit terlihat oleh mata. Tikus-tikus yang berasal dari gorong-gorong kota tersebut cenderung menampakan diri dan berkeliaran dikala perbaikan saluran air paska gempa bumi yang terjadi di kota itu. Kemudian Pemerintah setempat menghimbau warganya untuk memburu tikus dan diberi imbalan sebesar sepuluh sen setiap ekornya.
Tidak kurang dari dua juta tikus habis diburu dengan berbagai cara, dan uniknya lagi banyak dari mereka para warga memelihara burung hantu dalam perburuan di malam hari. Bicara tentang tikus, tentunya di Jakarta di kawasan perkampungan masyarakat pra-sejahtera tidaklah asing, karena tikus-tikus yang biasa terlihat mondar mandir itu sudah menjadi bagian lingkungan yang terbiarkan sehingga, kadang-kadang biangnya tikus tidak lagi merasa takut dengan penduduk setempat. Kalau kita telusuri sebenarnya, sumber masalah dari si tikus lokal selalu saja berkaitan dengan kebersihan. Dimana, banyak para warga kita yang masih cuek mengenai hal ini dan menyebabkan para keluarga tikus untuk berkeliaran mencari rejeki.
Sambil merenung dan memperhatikan lingkungan, dalam hati saya berkata! Apakah kita akan tetap membiarkan dan menunggu para keluarga tikus itu berevolusi dan menguasai kita dengan wabahnya? Atau kita menunggu pemerintah daerah agar memberi upah sehingga kita bersemangat untuk tidak membuang sampah sembarangan? Renungkanlah sahabatku! Kantongilah sampahmu…

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun