Penyadapan Intelegen Australia terhadap SBY menunjukan bahwa negara tetangga itu skeptis dengan dinamika dan progresifitas di Indonesia. Kedaulatan sebagai harga mati tidak bisa membiarkan siapa pun merusak batas-batas negara yang meliputi tanah, air dan udara. Oleh sebab itu, langkah yang diambil oleh Presiden dalam membekukan beberapa kerjasama strategis merupakan hal yang tepat untuk membebaskan tindakan  dari negara-negara dalam dunia yang bersifat anarki.
Pada posisi ini, saya sebagai pemerhati internasional menyayangkan dengan beberapa statement pakar Hubungan Internasional yang menyatakan bahwa "Australia tidak akan meminta maaf". Pernyataan tersebut menurut pribadi, dapat mengurangi standing poin pemerintah Indonesia yang secara dominan didukung oleh masyarakat luas. Padahal dalam Hubungan Internasional, pada titik tertentu hard diplomasi perlu dijadikan instrumen dalam memukul mudur lawan. Indonesia terhadap Australia dapat menekan terus dengan melepasakan satu-persatu perjanjian kerjasama lainnya sampai PM.Toni Abot mengeluarkan pernyataan maaf.
Kemudian Indonesia dapat melakukan multy track doplomasi tidak hanya dengan German dan Brazil tetapi juga dengan Rusia dan China untuk menggugat tindakan penyadapan. Didalam negeri, dalam hal ini diperlukan inisiatif  "one voice" dari seluruh kalangan baik media, praktisi, pakar dan pengamat agar martabat bangsa ini dapat dikembalikan secara baik seperti semula. Ayo hadapi...kobarkan nasionalisme total
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H