Mendengar adzan bagi muslim di negeri-negeri berpenduduk mayoritas Islam adalah hal yang biasa. Namun, Adzan menjadi hal yang begitu dirindukan ketika seorang muslim tinggal di negeri yang mayoritas penduduknya tidak beragama Islam. Warga muslim yang tinggal di Jerman rata-rata merupakan pendatang dari Turki, Pakistan, UEA, Syiria, Kazahsctan, Albania, Macedonia juga Indonesia. Â
Bisa menemukan masjid di sebuah kota di Jerman saja sudah menjadi kebahagian tersendiri, apalagi bisa mendengar lantunan adzan ataupun bacaan Al-Qur’an. Sunita Williams, seorang wanita India pertama yang pergi ke bulan pada tanggal 9 Juli 2011 langsung memilih masuk Agama Islam. Pasalnya ketika dirinya berada di Bulan, ia melihat seluruh Bumi berwarna hitam dan gelap kecuali dua tempat yang terang dan bercahaya. Ketika melihat di Teleskop, kedua tempat tersebut ternyata kota Mekkah dan Madinah. Di Bulan sendiri semua frekuensi suara tidak berfungsi, namun atas kuasaNya, Sunita masih bisa mendengar suara Adzan.
Kementerian Urusan Agama Turki pernah melansir sedikitnya 634 orang telah masuk Islam selama setahun  termasuk 467 wanita, yang berusia rata-rata 30 sampai 35 tahun, dan berasal dari kebangsaan yang berbeda mulai dari Jerman, Maldiva, Belanda, Perancis, Cina, Brasil, AS, Rumania dan Estonia. Kebanyakan adalah turis-turis yang tengah melancong ke Turki dan masuk Islam setelah tersentuh mendengar alunan adzan.
Dalam Sejarah, Adzan sendiri sering dikumandangkan saat peristiwa-peristiwa penting. Selain digunakan untuk menandakan tibanya waktu salat, adzan juga dikumandangkan pada momen ketika seorang bayi dilahirkan di dunia, Ketika pasukan Rasulullah berhasil menguasai Makkah dan berhala-berhala di sekitar ka’bah dihancurkan, Bilal bin Rabbah mengumandangkan adzan dari atas Ka’bah. Peristiwa lain, ketika Konstantinopel jatuh ke tangan pasukan Ottoman yang mengakhiri Kekaisaran Romawi Timur, beberapa perajurit Ottoman masuk ke dalam lalu mengumandangkan adzan sebagai tanda kemenangan mereka.
Manusia tempatnya salah dan lupa. Terkadang ketika asyik bekerja, berdiskusi atau ngobrol dengan tetangga seringkali lupa waktu dan Adzan menyeru mengingatkan hamba-hambaNya atas panggilanNya untuk menunaikan ibadah sholat. Tanpa sadar syaraf akan memerintahkan tubuh untuk segera menunaikan salat. Simpul-simpul kesadaran psiko-religius dalam otak bergetar, terhubung secara simultan. Sehingga ketika mendengarnya, indra-indra tubuh memerintahkan  bergerak untuk sholat. Suara adzan seakan telah menyentuh fitrahnya untuk beribadah.
Namun karena Adzan sudah menjadi habituasi dalam kesadaran, sehingga tidak membutuhkan atensi berlebih dalam otak untuk segera mengambil tindakan. Habituasi sendiri terjadi ketika suatu aktivitas sudah terbiasa kita lakukan atau sudah dikenal dengan baik, lama-lama akan secara otomatis berlangsung. Tidak perlu lagi membutuhkan pikiran untuk mengambil keputusan dan bagaimana cara untuk melakukan aktivitas itu. Contohnya ketika mendengar adzan langsung berwudhu, setiap jam 7 pagi harus sudah sarapan. Sehingga, kadang kala kita tak sadar ketika sudah melakukannya. Begitulah mungkin kadang kita tak merasa memiliki adzan dalam keseharian kita, namun ketika benar-benar jauh dari suara adzan tetap saja baru terasa bahwa ada yang hilang dari sepotong mozaik kehidupan kita.
Setahun hanya beberapa kali bisa mendengarnya langsung sudah memberi efek tersendiri bagi saya. Sebab, seringkali saya bahkan lupa hari, ketika hari senin-ahad berjalan terus menerus 24 jam, tanpa ada jeda seperti suara-suara panggilan adzan atau suara-suara khas ketika hari Jum’at tiba. Â
***Bersambung***
#writingchallenges16
Nafisatul Wakhidah
Zwiefalten, 16 Mei 2017