Mohon tunggu...
Naviz De Vinci
Naviz De Vinci Mohon Tunggu... Perawat - Pembelajar di Universitas Maiyah

sedang terdampar di Baden Wurttemberg, Jerman

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Teknologi Munthu dan Cowek

14 Mei 2017   00:25 Diperbarui: 14 Mei 2017   00:45 499
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Maaf saudara, saya belum sempat buka google translate untuk mencari istilah bahasa Indonesia (apalagi KBBI) dari Munthu dan Cowek. Munthu dan Cowek adalah seperangkat alat yang biasanya digunakan di dapur untuk mengulek (ini sudah Bahasa Indonesia belum ya?) rempah-rempah bumbu dapur.

Memang benar adanya, kita akan memiliki kehilangan, ketika kita telah merasa memilikinya. Apakah kita pernah merasa memiliki munthu dan cowek kita? Bagi warga Indonesia di perantauan dan penggemar berat sambel pasti akan merasa ada yang kurang ketika makan tanpa rasa pedas tersebut.

Betapa hebatnya teknologi Nenek Moyang Nusantara tempo dahulu yang menemukan makanan yang dinamakan Sambel dan Teknologi pemahatan Batu berupa Cowek dan Munthu. Salah satu pusat pemahat batu terbaik kualitasnya tingkat nasional bahkan sudah sampai ekspor internasional berada di sekitaran Muntilan dan Mungkid, Kabupaten Magelang.  Karena batu-batunya juga berasal dari Gunung Vulkanik Aktif Merapi.  

Ada seorang teman warga Indonesia yang tinggal di Jepang mengisahkan sebuah pesan kepada calon perantau ke Negara tersebut. Apa yang sebaiknya di bawa ke Jepang nanti? Dijawablah, jangan lupa membawa Cowek dan Munthu. Ada juga kakak saya di Inggris yang bela-belain membawa Cowek dan Munthu dari Indonesia. Sedang saya, karena ketidaktahuan kala itu, cukup  meringis pula tidak membawa dua benda ajaib tersebut dari Indonesia.

Di Eropa beras bukan menjadi makanan wajib. Mereka memiliki lebih dari 20 macam pasta, puluhan bentuk roti dari yang kecil sampai besar, kentang, dan telo sebagai menu utama. Setelah saya evaluasi, ternyata saya bisa makan berhari-hari tanpa nasi (memang awalnya tidak mudah). Namun, untuk makan tanpa cabai, tanpa sambel atau tanpa rasa pedas, benar-benar bukan hal yang mudah untuk dilakukan.   

***Bersambung***

#writingchallenges13

Nafisatul Wakhidah

Zwiefalten, 13 Mei 2017

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun