Selepas perjalanan belasan jam, sewaktu pertama kali menginjakkan kaki di Bandara Frankfurt setahun silam, iseng membeli air minum kemasan. Kaget juga ternyata harganya hampir 3 Euro, maklum beli di Bandara. Seminggu pertama kemudian, terkaget-kaget sendiri, ternyata orang Jerman minum langsung dari air keran. Ingatan pun melesat pada saat terakhir kali minum dari air keran yang hampir sepuluh tahun silam, ketika dulu air di kulah Masjid masih sangat jernih, dingin dan segar.
Sebuah studi menyebutkan 92% masyarakat di Jerman percaya akan kualitas air minum dari keran. Ahli Ekologi, Jürgen Steinert, membuktikan bahwa kualitas air keran di Jerman tetap aman dikonsumsi.  Tujuh puluh persen air tersebut bersumber dari air tanah, mata air, sisanya berasal dari air sungai, waduk, danau, dan laut. Sumber air itu dialirkan terlebih dahulu ke sterilisasi air sebelum pada akhirnya dialirkan ke rumah penduduk.
Selain mengonsumsi air keran langsung, salah satu minuman utama warga jerman ialah Sparkling water, spruedel wasser atau wasser mitKohlensäure, air tawar bersoda. Setelah jalan-jalan ke tetangga Jerman, ternyata hampir seluruh Negara tetangga juga mengonsumsi langsung air keran/ledeng mentah tersebut. Maka salah satu cara backpackeran murah meriah dan tidak menambah beban di Rasel ialah dengan membawa botol kosong yang siap diisi dengan air-air dari sudut-sudut kota di Eropa.
Dalam sebuah survey yang dilakukan dalam memperingati Hari Air se-Dunia, kualitas air di Jerman pun menempati posisi kedelapan dengan kualitas air terbaik di seluruh dunia. Perayaan itu ditujukan sebagai upaya untuk menarik perhatian publik akan pentingnya air bersih upaya penyadaran untuk pengelolaan sumber-sumber air bersih yang berkelanjutan.
Sumber air bersih berkelanjutan ini yang menjadi tantangan di Negara kita sekarang, di kota-kota besar akibat ketidakseimbangan antara bangunan dan daerah resapan air yang ada, maka setiap musim hujan tiba banjir pun tak terelakkan. Sedang ketika kemarau menyapa ada pula daerah-daerah yang sampai kekeringan. Maka tugas manusia sebagai kholifah fil ardhuntuk bisa menata dan menyeimbangkan semuanya.
Dilema-dilema yang terjadi di daerah pegunungan seringkali sudah tidak banyak lagi pohon di hulu atau puncak-puncak dataran tinggi atau bahkan gunung karena alih fungsi dengan banyak dibangunanya villa atau tempat-tempat hiburan di wilayah-wilayah strategis tadah hujan. Ada pula daerah yang terancam alih fungsi dengan didirikannya pabrik-pabrik di pusat mata air, sumber kehidupan bagi semua mahluk. Â Maka, sepatutnyalah kita peduli akan keberlangsungan anak cucu di masa depan. Apalagi menyangkut air, kebutuhan dasar manusia
***Bersambung***
#Writingchallenges7
Nafisatul Wakhidah
Zwiefalten, 7 Mei 2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H