Mohon tunggu...
Betrika Oktaresa
Betrika Oktaresa Mohon Tunggu... Administrasi - Full time husband & father. Part time auditor & editor. Half time gamer & football player

Full time husband & father. Part time auditor & editor. Half time gamer & football player

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengintip Kualitas Pendidikan Dasar di Negeri Ratu Elizabeth

28 Januari 2017   18:02 Diperbarui: 28 Januari 2017   18:46 524
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: http://www.geograph.org.uk/

Pendidikan, kata ini tentu sangat berarti bagi sebagian besar masyarakat di seluruh dunia. Bahkan pendidikan sering disebut sebagai salah satu investasi yang paling berharga yang dimiliki manusia, menjadi modal dasar membangun kesejahteraan individu sampai pada tingkat negara. Arti pentingnya pendidikan juga diamini oleh para calon gubernur dan wakil gubernur pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta pada tahun ini. 

Hampir setiap calon memiliki program terkait pendidikan, meskipun mungkin memiliki pendekatan yang berbeda, toh pada ujungnya bertujuan untuk mengoptimalkan pendidikan di provinsi tersebut. Tulisan ini tidak akan mengupas tentang Pilkada yang ramai menjadi perdebatan di Indonesia, namun akan mencoba menceritakan sekelumit kisah sistem pendidikan di negara lain, khususnya di United Kingdom (Inggris, Skotlandia, Wales, dan Irlandia Utara).

Pada tahun 2015, dalam sebuah penelitian tentang kualitas sistem pendidikan, dengan sampel 40 negara termasuk Indonesia, UK berada di peringkat 6, sedangkan Indonesia berada beberapa peringkat setelahnya, berselisih 34 peringkat dari UK. Berbicara pendidikan, United Kingdom (UK) memang termasuk kiblat bagi siapapun yang ingin memperdalam ilmunya. Beberapa tahun belakangan, jumlah mahasiswa asal Indonesia semakin bertambah, bahkan tersebar merata di seluruh kota besar di negara-negara tersebut. Namun dalam tulisan ini, saya akan menceritakan tentang level pendidikan dasar di UK, bukan pada level pendidikan universitas. 

Pada level pendidikan dasar, dikenal istilah early years education, atau dapat kita persamakan dengan pre-school di Indonesia, dengan usia anak di antara 3-4 tahun. Masing-masing negara di UK memiliki peraturan yang berbeda, contohnya Inggris sejak September 2010 mewajibkan anak berusia 3-4 tahun untuk bersekolah selama 15 jam per minggu selama 38 minggu dalam satu tahun. Berbeda dengan Wales, Skotlandia, dan Irlandia Utara yang tidak mengatur tentang jumlah jam belajar yang diwajibkan dalam satu tahun pendidikan, namun level usianya sama dengan Inggris, yaitu 3-4 tahun.

Reception Class, adalah kelas diantara pre-school dan Primary Class. Pada level ini, anak berusia 4-5 tahun diwajibkan untuk bersekolah selama 6,5 jam per hari dari Senin sampai dengan Jumat setiap minggunya selama satu tahun kalender pendidikan, Agustus – Juli tahun berikutnya. Pada level berikutnya, Primary, berisi anak-anak berusia 5-12 tahun, dengan pembagian 5-8 tahun pada key stage 1 dan 9-12 tahun pada key stage 2. Pada umumnya, tujuan utama dari pendidikan level dasar ini adalah menyiapkan anak-anak hingga mampu memiliki kemampuan dasar literatur dan hitungan, seperti science, matematika, dan pelajaran lainnya. Assessment, atau ujian, hanya diberlakukan pada akhir key stage 1 dan 2.

Sebagai catatan, pendidikan tersebut bebas biaya atau gratis. Anak saya yang kebetulan saya bawa ke Inggris menemani saya menuntut ilmu, berkesempatan merasakan pendidikan level dasar di negara tersebut. Proses ini yang cukup menarik bagi saya beserta istri saya dan mungkin layak saya share kepada pembaca. 

Kami sampai di Inggris pada akhir bulan September 2016, dan belum banyak tahu informasi tentang bagaimana menyekolahkan anak di negeri ini. Pada pertengahan bulan Oktober, kami baru mulai mencari informasi tentang proses tersebut, hingga mendapatkan informasi bahwa untuk mendapatkan sekolah, harus melalu School Admissions (SA) di City Council, semacam Dinas Pendidikan di pemerintah kota/kabupaten di Indonesia. Bagaimana prosesnya? Kami hanya perlu mengirimkan email, menjelaskan kami ingin menyekolahkan anak kami yang berumur 5 tahun kurang, dan jika diperbolehkan untuk masuk tahun itu juga, mengingat kalender pendidikan sudah dimulai pada bulan Agustus 2016. Dalam email tersebut kami juga menyampaikan alamat dimana kami tinggal. 

Beberapa minggu kemudian, respon diterima, pihak SA memberikan daftar sekolah yang bisa kami pilih, termasuk jaraknya dari rumah kami. Setelah mempertimbangkan, kami memutuskan memilih satu sekolah yang jaraknya paling dekat dengan rumah kami. Singkatnya, dua hari kemudian anak kami sudah bisa masuk ke sekolah hanya dengan menunjukkan akta kelahiran dan paspornya, tanpa biaya apapun, tanpa ditanyai saya dan istri saya ini siapa, semua hal yang ditanyakan hanya berfokus pada anak kami. Kendala bahasa tidak merupakan beban bagi pihak sekolah, karena menurut mereka, anak kami akan mampu berbahasa inggris dalam waktu yang tidak lama.

Lalu bagaimana dengan perbedaan agama? Satu lagi catatan menarik, sekolah menyediakan makan siang gratis. Kami sempat menolak karena pertimbangan ke-halal-an makanannya, namun dengan sabar pihak sekolah menjelaskan bahwa sekolah memisahkan makanan halal dan yang tidak, karena selain anak saya, cukup banyak anak-anak yang beragama Islam, kebanyakan anak-anak keturunan India, Pakistan, dan Bangladesh. Lalu, bagaimana cara pengajar mengajari anak-anak itu? Satu kelas biasanya berisi 20-25 anak, dengan dua pengajar, satu pengajar utama dan satu asistennya. Tidak ada paksaan anak harus bisa menulis atau membaca, setiap aktivitas yang dilakukan dibungkus dengan permainan, dan dilaporkan kepada orang tua si anak melalui aplikasi yang bisa di unduh di ponsel masing-masing.

Akhir cerita, tentu tidak bisa membandingkan sistem pendidikan di Indonesia saat ini dengan apa yang kami alami disini, terlalu naif. Hanya saja, sekelumit cerita kami ini rasanya mampu menjadi sedikit masukan tentang bagaimana pendidikan dilaksanakan di negara-negara lain, yang notabene telah diakui di level internasional memiliki sistem pendidikan yang baik. Salam pendidikan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun