Tidak banyak cerita lagi setelah itu, Har hanya terikat janji, untuk tetap menjaga hidupnya seperti ini, tidak kembali ke kehidupannya sebelum ini. Berjanji sepenuh hatinya, janji seorang laki-laki kepada sahabatnya, saudaranya.
***
Jakarta, 2017.
Sebuah cahaya terang muncul, membesar dari sebuah titik cahaya menjadi sebesar pintu, hingga muncul seorang laki-laki, laki-laki yang sama, yang muncul tiba-tiba di satu sudut Pasar Senen, di 1970-an itu.
Dia tersenyum, lalu menuliskan sebuah surat, surat yang dia pahami, tak akan pernah dibaca oleh tujuannya, surat yang keberadaannya akan sulit diterima sebuah nalar.
Untuk Bapak.
Dua bulan itu adalah masa yang tak akan pernah kulupakan. Itu adalah dua bulan pengobat sebuah penyesalan. Bagaimana menarikmu dari hal yang tak layak membebani hidupmu, hal yang mencuri kebahagiaan besarmu kelak nanti. Kamu adalah sosok terhebat dalam hidupku, aku adalah pengagum terbesarmu. Aku mendatangimu di usia mudamu, karena aku terluka melihatmu meninggalkanku satu tahun lalu. Aku tenggelam dalam sebuah penyesalan, tak mampu menyelamatkanmu, meski semua orang mendorongku untuk mengikhlaskanmu, aku tidak bisa, tidak akan pernah bisa.
Aku temukan jalan untuk melawan kenyataan itu, aku akan menyelamatkanmu sebelum badai itu menerpamu, sebelum candu itu menggelayutimu sepanjang hidupmu, karena aku yakin itu tidak adil untukmu, persetan dengan takdir!
Namun, setelah aku kembali ke waktuku, aku tahu, bahwa suatu kejadian akan memicu kejadian lainnya, sejarah bukan tercipta dari satu kejadian, namun selalu ada rangkaiannya. Itulah yang kupahami saat ini. Di cerita awal ini, Ibu datang menyelamatkanmu, membantumu menata hidup, setelah bertahun-tahun kamu hidup dalam kehidupan yang keras ibukota, berteman dengan Juntak dan semuanya, rokok dan minuman itu. Namun kuubah itu semua, tanpa kehidupan keras itu, ibu tak ada untuk menyelamatkanmu, cerita hidupnya terlukis berbeda dari yang kutahu, kamu masih ada saat ini, ditahun ini, menjadi seorang pria luar biasa, sehat, namun semuanya berbeda. Aku tidak ada di dunia ini, aku terhapus oleh cerita yang berbeda, aku tidak ada.
Aku memahami saat ini, ini bukan tentang keikhlasan, namun kembali lagi, ini sebuah rangkaian kejadian, yang harus ada, dan memiliki makna. Bahwa kepergianmu, bukanlah hal yang harus kubawa lari dari realita, namun harus kusadari, bahwa aku harus kuat dari sebelumnya, bahwa menggantungkan hidupku kepadamu bukanlah sebuah keabadian, ada suatu masa dimana aku harus menjadi sepertimu, menjadi ayah yang dikagumi anaknya sepertimu, itulah arti kepergianmu yang baru kusadari.
Namun apa daya. Aku telah tiada. Bukan, aku tidak pernah ada, karena lompatan waktu yang kulakukan ini.