Pagi ini aku menyempatkan membaca buku hadiah Ibu Fatima, Kepsek MI yang dua hari lalu aku kunjungi. Covernya menampilkan wajah anak-anak bergembira dengan seragam coklatnya. Anak-anak mungil yang tulisannya baru saja dibukukan, fresh from the oven. Hangat, sehangat cerita dan puisi yang mereka sajikan. Bukunya, Menggurai Cahaya di Madrasah Pinggiran.
Sebenarnya bukunya sudah aku lihat saat perjalanan, hanya saja aku lebih suka membawa saat teduh, tak terburu-buru. Isinya tulisan-tulisan pendek yang menggambarkan "aku banget". Cerita tentang diri sendiri, keluarga, ikan cupang, aktivitas sehari-hari sampai jemuran basah juga ada. Gimana, asyikkan?
Membaca tulisan polos mereka mengingatkanku saat pelajaran mengarang. Amboy, mau menulis satu kata saja bingungnya gak ketulungan. Mungkin iktu karena aku lemot ya, tapi bagi anak-anak yang suka menulis, mungkin bisa lancar. Itu pandanganku dulu.Â
Saat mendengarkan ibu Fat bercerita mengenai gagasan mengumpulkan tulisan ini aku jadi tahu bahwa kemampuan menulis bukan bakat murni, ada sentuhan kasih sayang yang diberikan para pendamping anak untuk bisa mendorong kemampuan literasi anak. Anak-anak yang bersekolah di sini tak semuanya berkecukupan, orang tua bisa jadi tidak mampu menemani mereka belajar, tetapi lagi-lagi curahan perhatian dan cara mendekati anak yang tuluslah, mampu melesatkan kemampuan yang terpendam.
Literasi, bahasa yang ketinggian kali ya kalau dipakai sehari-hari, perlu diterjemahkan dengan kata yang paling mungkin diterima anak dan orang tua. Menulis adalah kemampuan dasar yang bisa mengantarkan anak berkembang, belajar hal baru dan merekam pembelajaran yang mereka terima. Tak hanya itu, melalui menulislah, mereka punya sesuatu yang dibanggakan, "Aku punya buku, pak, buk." Tulisan 30 kata pun telah mendorong rasa percaya diri anak, aku juga punya prestasi, aku bisa menuliskan kisahku. Betapa bangganya dia!
Efek dari kemampuan menulis sederhana tak hanya sederhana karena nyatanya mampu membawa perubahan pada orang tua. Mereka yang sebagian besar petani menjadi terbuka bahwa pendidikan dan belajar dapat membantu anak-anak mempunyai keterampilan baru. Mereka yakin bahwa belajar itu penting. Itu yang utama. Dengan demikian, saat ini orang tua juga tahu bahwa anak punya potensi yang bisa digali dan diarahkan.
Saat anak menyukai proses belajar dan itu adalah bagian dari pengembangan dirinya, sebenarnya ini bisa jadi titik masuk orang tua untuk mendukung pilihan anak. Mereka terbuka akan masa depan anak. Karya buku ini bisa mendorong perubahan pola pikir masyarakat, anakku juga punya hak untuk berekspresi dan menikmati masa anak-anaknya.
Literasi yang diperkenalkan kepada anak-anak melalui pendekatan storytelling, mendongeng, membaca buku cerita, menulis dan membuat kreasi adalah bagian dari upaya besar untuk melakukan pencegahan pekerja anak. Sekolah anak-anak yang berada di lahan pertanian itu "dulu" menjadi tempat mereka ikut terlibat dalam pekerjaan di pertanian. Orang tua yang ingin memberikan bekal tentang budidaya pertanian belum paham bagaimana caranya mengedukasi anak tetapi tidak membuat anak terhalang potensinya.
Mengembangkan literasi anak menjadi salah satu kegiatan yang dipilih pendamping untuk mengisi waktu anak agar efektif. Tidak hanya lekat dengan hape atau membiarkan waktu kosong terbuang percuma. Anak-anak kini punya pilihan untuk berkembang minat dan potensinya. Buku ini hanya salah satu dari aneka pilihan pembelajaran lainnya.
Mengurai Cahaya di Madrasah Pinggiran menjadi bentuk memperkenalkan literasi pada anak dan masyarakat. Kumpulan puisi dan cerpen anak ini segar untuk membantu ingatan kita akan masa kecil itu indah, bisa dibangkitkan untuk mengantar mimpi anak-anak kita saat ini.
Bukankah menanam yang baik akan menumbuhkan kebaikan juga? Semoga.
Catatan perjalanan ke Bagon, 23 September 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H