Kebijakan ppn 12% tidak terlepas dari Kritikan masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat kelas menengah ke bawah. Masyarakat tersebut menganggap bahwa kenaikan ppn 12% tidak sebanding dengan pendapatan masyarakat. Sehingga, sejumlah petisi online bermunculan di platform media sosial seperti Instagram, Change.org, dan lain sebagainya. Sebuah petisi online berjudul “Pemerintah, segera Batalkan Kenaikan PPN!” mendapatkan 187.062 tanda tangan pada tanggal 24 Desember 2024. Petisi tersebut bertujuan untuk menyuarakan pihak yang keberatan terkait kebijakan PPN 12%.
Lantas, apa keputusan yang diambil oleh Pemerintah?
Pemerintah Indonesia secara resmi memutuskan kebijakan PPN 12% yang akan berlaku mulai tanggal 1 Januari 2025. Meskipun kebijakan tersebut menuai kontra dari masyarakat kalangan ekonomi menengah ke bawah, pemerintah tetap gigih dalam memutuskan kebijakan tersebut. Kenaikan PPN 12% diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2024 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), sebagai salah satu upaya pemerintah dalam menyempurnakan sistem perpajakan di Indonesia.
Senin (16/12) - Kementerian Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi bertajuk “Paket Stimulus Ekonomi utuk Kesejahteraan” menjelaskan bahwa kebijakan PPN 122% bertujuan untuk mewujudkan keadilan dan gotong royong. “Keadilan adalah dimana kelompok masyarakat yang mampu akan membayarkan pajaknya sesuai dengan kewajiban berdasarkan undang-undang, sementara kelompok masyarakat yang tidak mampu akan dilindungi bahkan diberikan bantuan. Di sinilah prinsip negara hadir,” ujarnya.
Penerapan kebijakan PPN 12% mencakup berbagai barang dan jasa yang tergolong mewah, seperti makanan dengan harga premium, layanan rumah sakit kelas VIP, dan pendidikan berstandar internasional. Kemudian pemerintah akan memberikan subsidi sebesar 1% pada 3 jenis barang dan jasa, yakni tepung terigu, gula industri, dan minyak kita. Sedangkan untuk kebutuhan pokok, jasa Pendidikan, jasa Kesehatan, jasa angkutan umum masih dibebaskan dari PPN (0%).
Sebagai bentuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat, pemerintah juga akan memberikan bantuan terhadap kelompok masyarakat kelas menengah ke bawah dalam bentuk bantuan pangan, diskon listrik hingga 50%, serta insentif perpajakan. Insentif perpajakan tersebut diantaranya merupakan insentif perpajakan terhadap UMKM sebesar 0,5%.
Meskipun menetapkan kebijakan PPN 12%, pemerintah akan tetap memberikan upaya untuk meminimalisir dampak yang terjadi terhadap kelas menengah ke bawah. “Insentif perpajakan 2025, mayoritas adalah dinikmati oleh rumah tangga, serta mendorong dunia usaha dan UMKM dalam bentuk insentif perpajakan. Meskipun ada undang-undang perpajakan dan tarif pajak, namun pemerintah tetap peka untuk mendorong barang, jasa dan pelaku ekonomi,” tutur Menkeu Sri Mulyani.
Kesimpulan
Kenaikan PPN 12% yang akan diterapkan pada 1 Januari 2025 merupakan salah satu langkah besar dalam reformasi perpajakan di Indonesia. Meskipun bertujuan untuk meningkatkan stimulus perekomonian negara, kebijakan ini jelas menimbulkan ketidakpuasan di sebagian besar kalangan masyarakat Indonesia, terutama masyarakat dengan ekonomi kelas menengah ke bawah.
Pemerintah akan tetap berusaha memberikan kompensasi melalui subsidi, insentif perpajakan, dan bantuan sosial untuk mengurangi dampak negatif kebijakan tersebut. Dengan tantangan terbesar dalam menyeimbangkan antara kebutuhan negara dan perlindungan terhadap kelompok masyarakat, pemerintah diharapkan untuk tetap mendengarkan kritik dan mengadaptasi kebijakan tersebut dengan bijak.
Sumber Referensi: