Mohon tunggu...
Pratiwi Wini Artati Hidayat
Pratiwi Wini Artati Hidayat Mohon Tunggu... pegawai negeri -

A wife/government staff/ed-media-tech enthusiast/long life learner/proud Geminian/cat lover/scifi,corn soup & sushi addict/dreamer/risk taker/procrastinator\r\n\r\nI come, I love, I adapt, I flow, I learn, I survive!\r\n\r\nCarpe Diem!

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Sudahkah Anda mengenal Ayah dan Ibu Anda lebih dari sekedar "Ayah" dan "Ibu"?

12 Oktober 2012   08:58 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:54 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Try your best to understand them as an individual and not just as Mom and Dad because that's the key to your understanding towards them in your transitional phase as an adult (Wini, 2012) Dulu, sering saya sebagai anak berpikir "Kok ga adil ya? Posisi sebagai anak membuat kita "kalah" segala-galanya dari orang tua: cap anak durhaka lah, anak tidak berbakti lah, anak yang gak tahu diri, dan serentetan "cap" mengerikan dengan berbagai konsekuensi neraka dan karma. Lha tapi bagaimana dengan orang tua yang sewenang-wenang thdp anaknya? yang menyia-nyiakan anaknya? yang ga ngertiin dan maksain kehendaknya pada anaknya? dll? They seem to be "justified" as okay because of their position as parents...then, karena saling mencari "kalah-menang"/"benar-salah", akhirnya bukannya menyelesaikan masalah tapi menambahnya dengan segala macam efek samping seperti penolakan, pemberontakan, pelampiasan, dendam, dsb. Seiring berjalannya waktu, bertambahnya usia, dan bertempa dengan pengalaman hidup dan belajar dari hidup sendiri dan org lain, kekurangan, dan kesalahan diri, ada satu celah dalam hati saya dimana ada semacam "pengetahuan" yg entah darimana datangnya, "berbicara" pada diri sendiri "maklumilah orang tuamu apa adanya dengan segala kelebihan dan kekurangannya, sebab sebelum menjadi orang tuamu, mereka adalah juga seorang individu yang kompleks dengan segala macam peranannya di dunia ini. Nah, masalahnya, mendengar kata "maklumilah" pada saat itu membuat jiwa saya berontak "masak terus menerus maklum? kapan dong mereka gantian maklumin aku? kan kesel". Lalu, "suara' itu terus berlanjut "Maklum itu bukan berarti kalah, maklum itu bukan berarti tidak melakukan apa-apa, bahkan dengan maklum dirimu sudah berbuat sesuatu utk org tuamu, yaitu menunjukkan baktimu dalam peranmu sebagai anak. Kau tak akan pernah bisa benar-benar memahami "peran" orang tuamu jika dirimu belum benar-benar di posisi mereka. Nanti, saat kau sudah saatnya menjadi orang tua, kau akan benar-benar paham. Selagi menunggu waktu itu datang, belajarlah memaklumi, belajarlah mengerti, belajarlah bersabar dengan orang tuamu sendiri karena jika suatu saat waktu mereka telah habis untuk mendampingimu di dunia ini, kau akan benar-benar menyesal tak berkesudahan jika waktu yang tersisa ini tidak kau gunakan untuk benar-benar memaklumi, mengerti, bersabar, dan mengenal orang tuamu lebih dari sekedar "ayah" dan "ibu", and you ought to know that by the heart. Terlebih lagi, semakin tua usia, semakin sifat "kekanakan" itu mendominasi. Dengan kata lain, lanjut usia/usia lanjut=kekanak-kanak'an. Nah, fakta itu tidak bisa dipungkiri. Balajar sabar itu ga usah jauh-jauh...belajar sabarlah dulu dengan orang tuamu, lalu dengan saudara kandungmu, dengan keluargamu, dengan kerabatmu, dan akhirnya baru dengan lingkungan di luar itu. Sabar itu tak pernah sia-sia... Teringat kembali/flashback masa-masa dimana usia saya yang pengennya berontak atau ngeyel saja. Dimana sering terjadi perdebatan dengan piyayi sepuh saya, termasuk almarhumah eyang putri saya sendiri. Masa-masa itu termasuk ngambek, ingin lari dari rumah, diam-diam'an selama berhari-hari bahkan bermingu-minggu, gebrak2 an kaki, tangan, meja,pintu, dsb. Astagfirullah...saya "berangasan" sekali ya? Alhamdulillah, walaupun masih jauh dari sempurna, pengetahuan "maklum" saya terhadap orang tua semakin terasah dengan lebih terbukanya hati dan pikiran saya dengan cara memposisikan diri saya di posisi mereka yg bertujuan untuk lebih mengenal dan memahami ibu saya (ayah saya sudah almarhum dan eyang saya sudah almarhumah) lebih dari sekedar peran beliau sebagai ibu, namun sebagai seorang individu yang punya masa-masa tumbuh dan berkembang dari bayi sampai gadis sebelum waktu saya lahir di dunia ini. Memang tidak gampang, tapi setidaknya hanya itulah yang dapat saya lakukan untuk mengungkapkan betapa sayangnya saya dengan beliau, betapa bangganya saya dengan beliau, betapa respectnya saya dengan beliau. Saya sadar tidak akan pernah dapat membalas segala jasa dan pengorbanan ibu saya terhadap saya, jadi sebisa mungkin hanya inilah yang bisa saya lakukan selagi saya masih diberikan waktu oleh Allah SWT untuk bersama dengan beliau jasmani dan rohani. Hanya ingin berbagi saja malam ini, tentang pengetahuan "permakluman" ini, namun pengetahuan ini tak bisa dipaksa, tak bisa dikarbit namun bisa "dikondisikan". (Wini, Jakarta Feb-2012)

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun