Mohon tunggu...
Nabila Anwar
Nabila Anwar Mohon Tunggu... Administrasi - Hi

All of us get lost in the darkness, dreamers learn to steer by the stars.

Selanjutnya

Tutup

Drama Pilihan

Cerita Ulang : Tetanggaku, Hantu

25 November 2014   11:40 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:55 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tetanggaku, Hantu

15 Juni 2014, saya pulang ke Palembang dengan selamat dan dijemput oleh kedua orang tua saya beserta kedua adik saya, Natasha dan Nadia. Perjalanan ke rumah sangatlah sepi—hanya ditemani oleh suara radio dan kedua adik saya yang sibuk dengan telepon genggam mereka masing-masing, sementara orang tua saya sibuk menelepon rekan kerja mereka.

Setelah sampai di rumah, saya langsung disambut oleh Nenek dan Bude Sani, barang-barang saya yang lumayan berat dibawakan oleh mereka. “Karena Yuk Bella capek, sini Bude tak bawain,” katanya. Yuk Bella adalah nama panggilan saya di rumah—kata ‘Yuk/Ayuk’ dalam bahasa Palembang berarti kakak.

Kamar saya terletak langsung berbelok kiri dari ruang tamu, kamar itu sempit dan sesak; penuh dengan barang-barang rumah yang ditaruh di sana—selama saya pergi menuntut ilmu di Akademi Siswa Bangsa Internasional, poster-poster selebritas favorit saya, dan buku-buku milik saya yang menumpuk di lemari televisi.

Saya sudah terlanjur capai hari itu dan juga saya baru sampai di rumah jam tiga sore, maka saya langsung merebahkan diri dan tanpa sadar tertidur. Saya terbangun pada jam satu malam dan keadaan rumah telah lengang sekali, hanya terdengar suara bernapas dari tiap-tiap kamar yang dihuni oleh anggota keluarga. Tanpa terasa, saya merasa sangat haus karena tadi tertidur dengan mulut terbuka dan saya pun mengambil botol minum yang telah kosong, ada rasa keragu-raguan yang membuat saya enggan untuk pergi ke ruang makan dan mengisi botol minum. Saya pun duduk di pinggir kasur, memikirkan sebaiknya saya melakukan apa malam itu karena baru saja bangun tidur. Kalau saya mandi maka sudah tanggung, apalagi udara di malam itu ironisnya sangat dingin, lalu saya merasa ada sesuatu yang kurang. Setelah saya cek lagi, ternyata tirai jendela kamar belum saya tutup, saya pun bergegas hendak menutup tirai tersebut.

Tetapi, saat saya ingin menutup tirai, terlihat lah rumah Wak Mizan—tetangga sebelah saya, salah satu kamarnya terang benderang. Saya mengenali bahwa itu adalah kamar Kak Ali, salah satu anaknya Wak Mizan. Dulu, saya sering bermain dengan keluarga Wak Mizan, tapi setelah istrinya meninggal, anak-anak dan cucunya sudah jarang terlihat bermain, mungkin juga faktor usia mereka yang rata-rata sudah SMA dan bekerja dibanding saya yang saat itu sudah menginjak SMP saat istrinya Wak Mizan meninggal.

Hal aneh terjadi saat mata saya terpaku kepada sesosok yang ada di jendela, Kak Ali. Saya pun mengucek-ngucek mata saya dan melihat ada lagi Kak Ali, kali ini ia melihati saya lebih lekat dan saya melihatnya balik dengan kerutan di kening. Setelah saya menutup tirai, saya duduk termenung mengingat kejadian tadi. Saya pun berusaha berpikir positif, karena memang wajar seorang bujangan seperti dia tidur larut malam, mungkin malam ini ada pertandingan tim sepak bola kesayangannya.

Ironisnya, saya tidak bisa tidur setelah itu. Saya malah bingung ingin melakukan apa selanjutnya. Lalu saya berpikir ‘kenapa tidak lanjut membaca buku yang belum sempat terselesaikan?’ dan saya pun melakukannya sampai waktu subuh tiba.

Saat subuh, biasanya seluruh anggota keluarga saya sudah bangun, entah itu untuk sholat, mandi, memasak, atau melakukan aktivitas lain. Tetapi benak saya masih terpikirkan pada Kak Ali dan tatapan kosongnya beberapa jam yang lalu.

Sambil makan pagi, keluarga saya bercerita tentang rutinitas mereka masing-masing, mau tak mau saya pun diajak untuk bercerita padahal sebenarnya saya malas sekali untuk bercerita tentang asrama karena hampir setiap hari, hari-hari saya dipenuhi oleh kegiatan yang sama.

Hari itu sudah dihitung Senin dan seluruh anggota keluarga saya disibukkan dengan kegiatan masing-masing; orang tua bekerja dan adik-adik sekolah. Sementara nenek dan bude tinggal di rumah bersama saya.

Saat ingin masuk kamar, saya dipanggil Nenek. Nenek bercerita seberapa rindunya beliau kepada saya dan rumah menjadi lebih sepi setelah saya meninggalkannya. Saya hanya mendengarkan sambil memberi beberapa komentar. Lalu saat suasana sedang hening, Nenek pun mengalihkan perhatian.

“Yuk, tahu tidak berita terbaru?” tanya Nenek sambil memegang tangan saya dengan jari-jarinya yang mulai mengkerut. Saya hanya menggeleng. Nenek lanjut berbicara, “Dua minggu yang lalu ada berita heboh, datangnya dari keluarga Wak Mizan.”

Saya pun tertegun sambil berkata, “Apa itu, Nek?”

Nenek melihat saya lekat-lekat. “Kak Ali, Yuk. Dia meninggal gantung diri di hari Jumat. Kejadiannya malam-malam, Yuk. Kata polisi dia mengalami depresi jiwa yang mendalam.” Nenek selesai bercerita dan saya pun melihat nenek dengan tatapan tidak percaya.

“Yang benar saja, Nek?” tanya saya dengan skeptikal.

“Demi Tuhan, Yuk. Nenek datang pagi-pagi setelah kejadiannya terjadi.” Saya pun melihat nenek dengan tenang, lalu mengatakan, “Ternyata selama Ayuk di asrama banyak berita tentang tetangga yang tidak Ayuk ketahui, Nek. Memang sekiranya Ayuk tidak diberitahu sama sekali oleh Mama ataupun Papa. Ayuk baru tahu sekarang, Nek.”

Nenek pun mengangguk sambil menggenggam tangan saya, yang membuat saya berpikir sambil bergidik ngeri tanpa menunjukkan kepada Nenek, takut mengkhawatirkan beliau.

Jadi, yang semalam saya temui itu siapa?

***

Diceritakan ulang oleh Nabila

XI IPS YE - Akademi Siswa Bangsa Internasional (The Sampoerna Academy), Bogor.

Mohon tunggu...

Lihat Drama Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun