Mohon tunggu...
Beta R
Beta R Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Milennial Tangkal Hoaks

29 Maret 2019   13:00 Diperbarui: 29 Maret 2019   13:24 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://yourstory.com/ 

Halooo!Akhirnya, setelah cukup banyak waktu saya mampu menemukan hal menarik baru untuk saya tulis dan saya bagikan kepada teman-teman sekalian :)
Kalau sebelumnya saya sempat membahas mengenai mengapa budaya literasi itu menjadi penting untuk kita bangun, kali ini saya ingin membagi mengenai bagaimana peran pemuda di zaman millenial ini untuk menangkal hoax. Iya, hoax alias pemberitaan palsu yang saat ini sangat sering menyebar diantara kita-kita pengguna teknologi informasi.

Saat ini, teknologi telah berkembang pesat. Dan tentu saja Indonesia pun merasakan dampaknya karena perkembangan teknologi mampu menjembatani berbagai informasi dari seluruh penjuru Indonesia bahkan dunia. Sayangnya, lancarnya arus informasi malah mendorong mudahnya berita hoax diterima oleh masyarakat. Pemberitaan hoax seringkali memuat judul dan informasi yang sensasional dan gawat.
Sangat disayangkan, justru pemberitaan seperti itu yang lebih disukai oleh sebagian masyarakat Indonesia. Entah pemberitaannya bermutu atau tidak --hehe mon maap--Menurut Muhammad Alwi Dahlan, Ahli Komunikasi Universitas Indonesia (UI), pengertian hoax secara mendalam sebenarnya berbeda dengan berita bohong. Umumnya, pada hoax ada fakta yang dibelokkan sehingga menarik minat dan perhatian masyarakat. Beliau juga memaparkan bahwa hoax sengaja dibuat untuk membuat masyarakat percaya akan ketidakbenaran. 
Sebegitu berbahayanya hoax, tapi saya rasa perkembangan teknologi di Indonesia belum sebanding dengan kemampuan literasi digital yang dimiliki oleh masyarakat. Kelimpahan informasi karena banyaknya media sosial mengakibatkan etika dalam berkomunikasi dan menyebarkan informasi menjadi terabaikan.
Semua hal seolah-olah ada dalam genggaman sehingga masyarakat ingin semuanya dapat dilakukan segera...
Akibatnya, banyak orang antusias untuk menyebarkan informasi tanpa memverifikasi kevalidan informasi tersebut. Semua karena tren saat ini yang menganggap individu yang mampu menyebarkan informasi atau menjadi pusat informasi adalah seseorang yang paling up-to-date mengenai perkembangan kehidupan dan teknologi saat ini. Padahal, itu semua sebenarnya juga tidak membawa dampak begitu besar dari kehidupan kita.
Yah, memang masih ada beberapa keburukan dalam masyarakat Indonesia dalam menanggapi perkembangan teknologi dan kelimpahan informasi saat ini. Tapi, perlu diketahui, masyarakat Indonesia juga memiliki potensi yang baik menghadapai kelimpahan informasi apabila dimanfaatkan secara terarah...
Menurut hasil survey Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), pengguna internet di Indonesia mencapai 51,8% dari total populasi 256,2 juta orang. Didukung hasil survey yang menunjukkan bahwa share informasi adalah aktivitas tertinggi dalam media sosial dengan persentase 97,5%. Maka, masyarakat Indonesia saat ini telah memiliki potensi dalam minat yang tinggi untuk membaca dan memperoleh update informasi. Karena dengan kemajuan teknologi saat ini, literasi bukan hanya sekedar berapa banyak buku yang dapat dibaca melainkan juga berapa banyak sumber informasi online yang telah dibaca dan berapa banyak informasi yang telah diperoleh, disebarkan, ataupun didiskusikan...
Kesimpulannya, masyarakat Indonesia telah memiliki minat yang tinggi untuk terus dapat update informasi. Sayangnya, etika dan prinsip penggunaan media sosial menjadi terabaikan karena tren yang keliru. Masyarakat hanya berkeinginan untuk memperoleh dan menyebarkan informasi secara cepat tanpa pertimbangan. Permasalahan-permasalahan tersebut dapat diperbaiki melalui penguatan literasi digital dan informasi di masyarakat...
Literasi digital dapat diartikan sebagai kemampuan menguasai penggunaan perangkat teknologi untuk memahami, menggunakan, dan menyebarkan informasi yang diperoleh dari berbagai format sumber informasi yang lebih luas melalui perangkat teknologi. Sedangkan, literasi informasi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mencari, mengevaluasi secara kritis, dan menentukan informasi yang benar serta mampu menyebarkan ataupun menciptakan informasi baru secara efektif dengan memperhatikan etika serta aspek-aspek yang rentan dalam melingkupi informasi yaitu aspek sosial, ekonomi, dan hukum.
Peningkatan literasi digital dan informasi sebenarnya dapat dikembangkan dari golongan pemuda. Mengapa? Karena pemuda millennial cakap menggunakan teknologi. Tapi sayangnya, pemuda millennial masih cukup ceroboh, terutama karena mereka pemuda.

Sumber: https://www.techquark.com 
Sumber: https://www.techquark.com 

Ceroboh karena pemuda mudah mengambil keputusan berdasarkan emosi belaka. Sehingga, di era kelimpahan informasi dan banyaknya hoax, pemuda yang tidak berhati-hati menggunakan media sosial akan mudah menyebarkan hoax akibat kemosionalannya terutama bila dihadapkan pada isu sensitif dan sensasional. Kondisi tersebut juga diakibatkan kurangnya wawasan yang dimiliki serta kurangnya berpikir panjang sehingga pemuda kerapkali berargumen tanpa dasar pemikiran yang bijak.
Namun, dibalik kekurangan tersebut, pemuda adalah kelompok usia yang masih memiliki semangat membara dalam melakukan setiap kemauan mereka. Dan dengan kecanggihan teknologi yang mereka kuasai, pemuda millennial sebenarnya kerapkali hadir dengan pemikiran yang segar dan out of the box. Sehingga, dengan arahan yang tepat melalui perbaikan budaya literasi di kalangan pemuda, bersama dengan media sosial yang mereka miliki, pemuda akan mampu menyebarkan konten-konten positif dengan informasi yang benar adanya sehingga mampu menangkal dan menghambat penyebaran hoax.
Pengendalian kondisi pemuda dan perbaikan pola pikirnya dapat dibantu dengan memperbaiki budaya literasi digital dan informasi di kalangan pemuda. Namun, dalam perbaikan budaya literasi digital dan informasi pemuda untuk mampu melawan hoax juga diperlukan pendampingan dari pihak internal maupun eksternal. Baik pemerintah, keluarga, pihak sekolah dan perguruan tinggi, serta masyarakat akan turut mempengaruhi pembentukan karakter dari para pemuda.
Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam mendukung pembentukan karakter pemuda dalam melawan hoax diantaranya melalui pemanfaatan kegiatan pendidikan lewat pemberian tugas kepenulisan seperti mereview sebuah fenomena. Pada pemberian tugas, para pemuda dapat diberikan tips dengan penekanan untuk mereview fenomena berdasarkan argumen mereka sendiri dengan memperhatikan bagaimana etika penulisan/penyampaian informasi yang benar serta bagaimana cara untuk mencari informasi yang valid seperti, informasi yang diterima harus berasal dari ebook, jurnal ilmiah, hasil kegiatan seminar dan pelatihan, dsb. Dengan pemberian tugas secara rutin maka pemuda sebagai pelajar akan terbiasa mengenali mana sumber informasi yang dapat dipercaya dan mana yang tidak serta terbiasa untuk mengidentifikasi dan menganalisis fenomena.

Sumber: https://saranabertanya.com 
Sumber: https://saranabertanya.com 

Selain itu, untuk melengkapi pemberian tugas, sebaiknya materi literasi informasi maupun literasi digital dapat disampaikan dalam pembelajaran Teknologi Informasi (TI) dan bahasa. Materi dapat disampaikan melalui media audio visual, karena informasi melalui media audio visual paling diminati oleh pemuda saat ini. Teknologi Informasi umumnya hanya mengajarkan bagaimana sejarah perkembangan teknologi tetapi kurang menyampaikan bagaimana penggunaan teknologi serta informasi yang baik sesuai etika dengan memperhatikan aspek yang rentan melingkupi informasi. Selain itu, dengan memiliki literasi informasi yang baik maka, seseorang juga akan pandai dalam berbahasa. Sehingga, sudah sepatutnya pembelajaran bahasa juga turut berperan dalam pemberian literasi informasi.
Selain melalui kegiatan pendidikan formal, peningkatan kemampuan literasi pemuda juga dapat dibentuk melalui pengadaan pelatihan dan lomba kepenulisan. Pengadaan pelatihan akan memberikan ilmu dan praktik kepada pemuda untuk memahami bagaimana cara mengevaluasi informasi serta apa yang harus dilakukan dan diperhatikan dalam penyampaian informasi ataupun dalam pembentukan informasi baru. Praktik yang dilakukan melalui pengadaan lomba yang merupakan persaingan akan lebih memotivasi para pemuda sehingga memaksakan dirinya mendalami pustaka untuk menulis informasi dari pustaka tersebut.
Setelah melalui kegiatan pendidikan, kegiatan pelatihan dan lomba, pembentukan komunitas literasi juga dapat dilakukan. Komunitas literasi memberikan wadah kepada pemuda untuk mendiskusikan berbagai informasi yang mereka terima. Diskusi akan memperdalam pengetahuan pemuda akan suatu fenomena karena tiap individu akan menerima informasi dari sumber yang berbeda.
Selain itu, dengan adanya komunitas literasi, para pemuda yang telah lebih memahami literasi informasi, secara bersama-sama dapat memberikan sosialisasi ke masyarakat dengan gaya menyenangkan sehingga materi lebih mudah diterima dan lebih banyak yang tahu cara mengenali informasi terpercaya, sehingga mampu mengurangi kemudahan dalam mempercayai pemberitaan begitu saja, yang kemudian mampu menghambat penyebaran hoax.

Gambar diolah dari icecubemedia.in 
Gambar diolah dari icecubemedia.in 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun