Mohon tunggu...
Betari Tyas Maharani
Betari Tyas Maharani Mohon Tunggu... Lainnya - Kata Imam Syafi'i, ilmu itu seperti hewan buruan, sedangkan tulisan adalah tali ikatannya. Maka ikatlah hewan gembalamu dengan tali yang kuat.

http://irumaharani.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Cinta Matiku yang Telah Mati

7 April 2021   13:59 Diperbarui: 7 April 2021   14:30 1154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bukan...
Bukan marah ku pada takdir
Aku tau bahwa pada akhirnya kita semua pasti akan kembali pada-NYA
Ini hanya tentang hatiku
Patah hati terbesarku
Yang tidak ada obatnya
Tiada akan pernah tersembuhkan seumur hidup lubang besar dihatiku

Cinta pertamaku...
Lelaki garang yang tega memarahi dan memukul,
Lalu setelah itu mampu dengan lembut membelai meminta maaf telah membuat menangis dan memberitau dimana salahku
Lelaki kuat yang seenaknya membentakku untuk makan saat sakit, namun dibalik pintu ternyata menangis tersedu karena mengkhawatirkan kondisiku

Bahasa cinta kontak fisiknya tak pernah hilang meski anak2nya sudah beranjak dewasa
Di kursi tunggu rumah sakit, ringan saja meminta anak gadisnya duduk dipangkuannya
"Emang kenapa dipangku ayah sendiri? Kalau dipangku ayah orang lain baru malu" candanya
Tak dipedulikannya sama sekali pandangan bingung orang lain
Menghampiri ke kamar anak gadisnya yang tengah istirahat hanya untuk mengusap-ngusap kepala...dan menjahili tentunya

***
Saat mendengar kau telah pergi dari dunia ini
Jangankan menangis,
Berpikir pun tidak bisa
Menatap hampa tak mencerna, kenapa semuanya menangis?

Tersadar dan teranalisa baru kini,
Otakku bloking informasi sedemikian kala itu. Denial
Tak mau menerima dan memproses informasi tersebut
Tetiba kemudian terjatuh diri ini ke lantai. Histeris.

Baru kini pula terasa betapa memalukannya diriku kala itu
Jahat pada perasaan mereka yang juga patah hati namun tetap tenang

Ah, cintaku...
Lawakan mu yang out of the box masih terekam jelas dibenakku.
Seenaknya kau bilang dalam canda, "Udah tau nafas terakhir. Kenapa dihembuskan. Jadi habis kan. Harusnya ditahan. Jadi gak habis."
Dan dengan entengnya pada suatu hari itu, ku respon dengan tawa "Lihat yaaa, awas nanti papi kalo udh tua, mau meninggal, kan ku bilang nanti, Tahan! Jangan dihembuskan! Gak boleh hembuskan biar gak habis"
Lalu bersama kita tertawa dengan lawakan super jayus itu,  "Lah papi mu wes tuek nduk" (papi mu emang udah tua, nak). Begitu tanggapanmu.

Sebenarnya,
Fakta bahwa kau sudah tua aku tau
Fakta bahwa usia kita terpaut 38 tahun pun aku tau
Yang aku tak tau,
Kau cepat sekali meninggalkanku

Tetiba sekarang dirimu sudah anteng di bawah tanah
Tidak ada lagi gangguan pesan dan telpon darimu yang menanyakanku sedang dimana
Tidak ada lagi amarah hingga tawa mu ketika mengomentari kelakukanku

Belum kubuatkan rumah istirahat masa tua untukmu, tapi kau sudah "pulang" saja.
Ku masih berjuang di dunia yang super awut-awutan ini, kau sudah pergi jauh saja

Bilamana ku bisa nego padaNYA dan pada waktu,
Ingin rasanya ku minta bagi 2 sisa hidupku denganmu
Agar kita bisa hidup sama-sama dan pergi bersama jua,
Sehingga kita tak akan saling menyakiti seperti ini

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun