Matanya terlihat membesar dibalik kacamatanya
sepertinya kelelahan menahan gemuruh angin dan lapuknya sang pohon tertua
kuningnya masih bersih dipundaknya
dia berizin pamit melintasi waktu yang belalu
dilensa televisi berwarna tak ada yang bisa tertutup
meski berakhir dengan begini masih ku berucap caramu membuatku terpikat
dibalik dinding merahku dengan lapangan penuh banteng tangguh
ku mesti ucapkan kamu adalah yang pernah ada terbijak mencari solusi
meski pahit perih terpecah belah terkoyak raga beringin
dengan pengikutmu yang masih sangat setia dibelakangmu
tuk memberi jalan bagi generasi terkini
tentang juangmu ,tentang nilai nuranimu
meski berbeda namun kini kembali lagi
ku tulis hari ini agar kelak kuingat adanya jiwamu yang satria
meski aku berbaju merah tapi hari ini kubilang kamu terbaik
trima kasih atas segala tutur katamu yang baik dan bijaksana
trima kasih atas hantaranmu terakhir dipelaminan
untukmu ARB yang meninggalkan kawan disebrang sana
dan berbaris masuk keruang baru
mungkin saat ini kamu bersedih hati
mungkin saat ini ada kawan seperjuanganmu menari riang
tapi aku disebrang merah merasakan perihmu
sesuatu untuk bangsa dan tanah air
sesuatu untuk Garuda Pancasila
Sesuatu untuk keutuhan republik
tetaplah dilingakaran beringin
jangan tinggalkannya menua dan tergopoh
trima kasih ARB ……
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H