Mohon tunggu...
Andi Muchtar Makkuasa
Andi Muchtar Makkuasa Mohon Tunggu... profesional -

petani

Selanjutnya

Tutup

Puisi

“Sejenak, dalam Beberapa Hari ke Depan Cobalah Berhenti Berkomunikasi Verbal dengan Siapapun Kecuali Dirimu Sendiri...

25 April 2011   15:27 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:24 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

“ Ini hanya kisah fiktif, tapi itu bukanlah alasan tidak digambarkannya detail tokoh dalam cerita.Tentang tinggi dan bentuk tubuhnya, warna kulit , raut wajah, bentuk dan warna mata, character hidung dan mulutnya, tipe dan warna rambut, tentang cara berjalan dan hal-hal detail lainnya.Keseluruhannya menjadi tidak penting untuk satu alasan sederhana yang dipaparkan dari awal sampai akhir kisah fiktif ini “ demikian prolog singkat Ia bahasakan pada sosok pria bugil didepannya.

“ Bung….begini “ ucapnya terbatah pada sosok bugil didepannya.

“ tapi berhentilah menatap ku seperti itu.Sungguh saya tidak nyaman dengan tatapanmu.Ada banyak hal yang ingin kukisahkan tapi cukup satu kisah saja yang perlu kamu dengarkan karena hanya itu yang saya butuhkan untuk kamu dengarkan,terlebih lagi saya benar-benar tidak nyaman bertatapan denganmu “ tuturnya lantang pada sosok didepannya yang hanya tersenyum kecil dengan tatapan semakin tajam.Jujur ada kengerian mulai meliputi hatinya, terkesan jelas pada suara lantangnya yang bergetar.

“ kemarin, sehari sebelum hari ini saya memiliki banyak alasan kuat untuk bertahan hidup “

“ tapi tunggu…bukan berarti hari ini saya ingin mengakhiri hidup ,maaf saya tidak seputus asah itu “

“ tepatnya semua alasan kuat itu adalah tuntutan hidup beberapa orang yang telah terpenuhi saat ini, tapi sayang hanya dalam jumlah orang yang sedikit karena keluargaku hanya keluarga kecil yang beranjak bahagia “. Tuturnya tanpa rasa bangga malah lebih terkesan kecewa.Sosok bugil di depannya tetap diam hanya tersenyum mencibir, bentuk hinaan yang tidak dilisankan tapi lebih kuat dari umpatan. Aneh, sosok bugil tersebut seolah mengetahui kalau dia telah mengorbankan keinginan terbesarnya bahkan melanggar keyakinannya untuk sekedar memenuhi kebutuhan keluarganya meski dengan cara yang sangat halal.Tapi tetap saja mengorbankan dirinya dan itu salah satu bentuk penganiayaan pada diri sendiri.Sedang dalam salah satu kitab suci, menganiaya diri sendiri adalah salah satu dari beberapa dosa besar.

“ hei..saya faham kalau kamu menghinaku karena telah membohongi diriku sendiri dengan melanggar keinginan terbesar dan keyakinanku untuk sebuah tanggung jawab, tapi saya yakin engkau juga faham kalau tanggung jawab itu kewajiban fundamental seorang laki-laki dengan status suami, anak dan saudara tertua.Dan engkau pasti tahu kalau kewajiban fundamental itu diletakkan Tuhan pada bahu semua laki-laki yang menyandang status itu “ ucapnya lirih mencoba meyakinkan dirinya dan sosok bugil dengan pembenaran religious. Meski dalam hati sebenarnya Ia merasa telah dikerdilkan oleh keputusan mengesampingkan keinginan terbesarnya.Ia tahu persis, kalau saja ia melakoni hal yang disenanginya terlebih keinginan terbesarnya dengan cukup bagus maka uang akan datang dengan sendirinya, hanya saja ia tidak memiliki keberanian mengambil resiko untuk itu, dan hal itu wajar karena kebutuhan keluarga yang ditanggungnya adalah hal yang tidak dapat ditunda.

Sosok bugil didepannya menatap dengan mata yang dipicingkan sambil tetap tersenyum mencibir.

“ wow..maaf..Saya bukan penakut, resiko tertinggi pernah saya jalani untuk cinta.Saya hanya tidak ingin keluarga saya kelaparan lagi, tolong kamu fahami itu “ tegasnya dengan suara parau dan nafas terengah-engah, sesaat kemudian ia terdiam.

Sosok bugil didepannya terdiam tanpa ekspresi, matanya tertutup rapat serapat bibirnya yang terkatup, butiran-butiran keringat kecil memenuhi dahinya memantulkan cahaya lilin merah yang hanya berjarak 30 cm dari kakinya yang bergetar lunglai.

“ Iya..saya faham …..” ucap sosok bugil dengan suara yang berat.

“ Hanya saja….” Lanjut sosok bugil, “ tanggung jawab fundamental itu bukan hanya untuk keluarga kecilmu.Dan hebatnya keinginan terbesarmu adalah jalannya.Tidak perlu kamu mengambil resiko yang kamu takutkan karena itu tidak perlu terjadi.Terima saja keinginan terbesarmu dengan ikhlas dan yakini itu sebagai hal yang telah terwujud karena kamu memiliki semua kemampuan untuk mewujudkannya.Mulailah dan terima saja secara perlahan.Saya tahu itu kebenaran yang akan membuatmu merdeka dan bahagia “

Cukup lama ia tertegun setelah mendengar tutur sosok bugil didepannya.Setelah kesadarannya kembali pulih seiring dengan nafasnya yang kembali teratur, perlahan sambil membungkuk tangannya meraih pakaian yang berletakan di lantai dan mengenakannya kembali.Ia menatap sosok didepannya yang tadinya bugil, sosok yang sekarang menggunakan piyama putih dengan raut wajah bahagia dengan senyum yang simpul yang terkesan malu-malu.Hanya saja kali ini senyumnya lebih ikhlas.

bersumbang …. : )

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun