Mohon tunggu...
Bes
Bes Mohon Tunggu... -

nama saya bes

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Kenapa Timnas Selalu Kalah ? (Part 2)

21 November 2014   10:28 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:15 1013
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14165159012011094271

Tulisan ini meneruskan postingan sebelumnya. Selamat membaca …

http://olahraga.kompasiana.com/bola/2014/11/16/kenapa-timnas-selalu-kalah-part-1-703587.html

[caption id="attachment_376935" align="alignnone" width="300" caption="Timnas...."][/caption]

6. Mental pemain Indonesia

Kapan terakhir kita melihat Tim Nasional Indonesia bermain dengan baik dan menang?Dalam ingatan saya, adalah pada tahun 2011. Ketika itu Indonesia bermain sangat baik hingga semifinal. Hingga partai Final, Indonesia bermain sangat baik. Pada babak penyisihan mereka menang melawan Malaysia 5-1, lalu menang atas laos 6-0,kemudian melawan Thailand 2-1, dan berhasil melewati Philipina di semifinal. `

Setelah melaju ke final dengan mudah, seolah-olah timnas Indonesia sudah pasti menjuarai piala AFF, hal itu terlihat dari jumawanya para pemain maupun pengurus PSSI. Pemain dan pelatih yang seharusnya fokus pada pertandingan final, malah para petinggi PSSI dan politisi secara bergiliran mengundang para pemain timnas melakukan jamuan makan malam dan kegiatan lainnya yang tidak ada hubungannya dengan sepak bola.

Akibat terlalu percaya diri akhirnya berakibat fatal kepada Timnas. Tim Nasional yang sebelumnya membantai Malaysia 5-1 di babak grup harus menelan pil pahit dengan kekalahan di final dengan agregat 4-2 untuk Malaysia. Dengan pengalaman yang menyayat hati di piala AFF 2011 silam, Tim Nasional Indonesia harusnya belajar dari pengalaman.

Biar bagaimana pun, disetiap diri rakyat Indonesia, saya yakin bahwa Indonesia mampu menang piala AFF, namun sebelum memenangi trofi kehormatan tersebut, Timnas harus menang terlebih dahulu melawan ego mereka.

7. Pelatih Tim Nasional yang datang silih berganti

Dalam 4 tahun terakhir sejak 2010, Tim Nasional kesayangan kita telah dilatih oleh 7 pelatih yang berbeda dengan 4 kewarganegaraan yang berbeda pula. Timnas Indonesia kini dilatih oleh Alfred Rield, seorang pelatih kawakan yang sebelumnya juga telah melatih Indonesia pada 2010 silam kini kembali melatih.

Pelatih yang selaluh silih berganti akhirnya memberikan dampak pada permainan timnas yang juga berganti seiring bergantinya pelatih. Pemain Timnas selama 4 tahun terakhir kemudian harus beradaptasi dengan gaya kepelatihan yang berbeda-beda. Tidak adanya sebuah situasi yang stabil di tubuh staff kepelatihan Timnas akhirnya berujung pada penampilan Timnas yang tak kunjung membaik.

8. Pemain naturalisasi yang tidak natural

Dengan harapan memiliki pemain Tim Nasional berkualitas, PSSI melakukan audisi sejak 2010 silam di seluruh dunia. Dimana PSSI berusaha mengajak para pemuda yang memiliki darah Indonesia agar mereka bergabung dengan Timnas. Sebut saja, salah satu produk audisi yang paling terkenal namun masih jauh dari sukses, adalah munculnya nama seperti Irfan Bachdim. Irfan yang pada awalnya digadang-gandang sebagai wonderkid yang akan menjadi legenda tim nasional Indonesia pada akhirnya lebih banyak menghabiskan waktunya di depan kamera dari pada di lapangan.

Siapa yang tidak kenal Cristian « el loco » Gonzales, pemain kelahiran 1976 ini bisa dibilang produk sukses nasionalisasi, menjadi pencetak gol terbaik dalam beberapa kesempatan di liga Indonesia akhirnya membuat pemain kelahiran uruguay ini untuk menjadi pemain Timnas. Namun dengan umur yang sudah hampir berkepala 4, kuliatas mungkin masih ada untuk bermain di liga Indonesia tapi tidak di pentas Internasional. Victor Igbonefo, Kim Jeffrey, Diego Michels, Van Beukering dan Raphael Maitimo adalah beberapa contoh pemain Naturalisasi yang mendapatkan tempat di Tim Nasional dalam beberapa tahun terakhir.

Timnas U-19 mampu berprestasi tanpa satu pun pemain naturalisasi. Coach Indra Safri yang melakukan audisi tidak di seluruh penjuru dunia namun diseluruh pelosok Nusantara akhirnya menemukan 23 pemain berbakat yang akhirnya bergabung dengan Timnas U-19. Sudah saatnya PSSI lebih fokus pada pembinaan pemain lokal dari pada proses instant naturalisasi.

9. Pelatnas yang tidak maksimal

Pelatnas atau biasa yang disebut dengan pelatihan nasional memang menjadi ajang persiapan Timnas sebelum berlaga. Namus Pelatnas yang seharusnya menjadi ajang persiapan terkadang menjadi ajang tanpa persiapan. Kenapa tidak, minimnya waktu persiapan yang diakibatkan oleh padatnya jadwal liga Indonesia membuat para pemain Timnas yang semestinya bersiap-siap malah kewalahan. Hal ini kemudian membuat penampilan para pemain Timnas kurang maksimal.

Sebagai contoh nyata, ISL (Indonesia Super League) tahun ini ditutup dengan keluarnya Persib Bandung sebagai juara setelah puasa gelar selama 19 tahun. Beberapa hari kemudian, dimulainya pelatnas dan kemudian 2 pertandingan persahabatan melawan Timor Leste dan Syria. Saat melawan Timor Leste, Indonesia berhasil menang dengan mudah 4-0, namun ketika dihadapkan dengan Syria, Indonesia menelan 2 gol tanpa balas. Setelah dua pertandingan persahabatan ini, Timnas telah ditunggu dalam pertandingan pertama piala AFF.

Dengan minimnya waktu persiapan, Timnas seakan bertarung melawan waktu, bisa dipahami jika Alfred Riedl (pelatih timnas) pernah mengatakan dengan persiapan yang minim, peluang Indonesia untuk juara piala AFF hanyalah 20%.

Dari beberapa hal yang telah dijelaskan diatas, saya ingin menambahkan dua hal terkait perkembangan sepakbola ditanah air :

Pertama, Indonesia main futsal, bukan sepak bola

Semakin meningkatnya jumlah lapangan futsal di Indonesia membuat turunnya minat masyarakat untuk bermain sepak bola 11 melawan 11. Orang Indonesia kini lebih memilih sepak bola sebagai tontonan, bukan hobby seperti dulu lagi. Hal ini kemudian berdampak langsung pada generasi muda yang lebih memilih bermain futsal dari pada bermain sepak bola. Dalam bermain futsal, seorang pemain memerlukan kontrol bola, dribling dan power agar bisa bermain baik, namun dalam sepak bola selain 3 hal diatas, pemain juga harus paham dengan strategi dan peraturan yang jauh lebih kompleks dari futsal.

Kedua, Tidak ada stadium sepak bola di Indonesia

Di Indonesia hampir tidak ada sebuah stadium yang memang dipakai untuk bermain sepak bola. Di setiap stadium sudah pasti ada lapangan trek untuk berlari, yang pada akhirnya menggangu para supporter. Jarak yang jauh dari tribun dan lapangan akhirnya mengurangi minat para supporter untuk menonton.

Hal-hal yang saya sampaikan diatas hanyalah sebuah kritikan dan suara hati dari pecinta sepak bola Nasional. Saya hanya ingin Timnas Indonesia menjadi lebih baik, agar suatu saat nanti mampu memberikan inspirasi bagi generasi muda.

Maju terus Tim Nasional Indonesia !

BES.T

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun