Sebelumnya di artikel yang sama, beliau juga mengatakan:
"Dalam sidang BPUPKI telah terdapat pandangan yang sama bahwa orang-orang peranakan harus diakomodasi menjadi bagian dari warga negara Indonesia. Karena itu, muncul usulan agar ketentuan mengenai kewarganegaraan cukup memuat frasa "orang-orang bangsa Indonesia" tanpa menggunakan kata "asli".
Usulan tersebut sebenarnya hampir disetujui. Namun, Soepomo mengingatkan bahwa akan terdapat masalah yuridis dalam hukum internasional apabila orang-orang peranakan langsung memperoleh status warga negara Indonesia. Sebab pada saat itu, di antara orang-orang peranakan masih ada yang mempunyai status sebagai warga negara lain sesuai Nederlandsch Onderdaan. Dengan demikian, Soepomo ingin mencegah agar tidak terjadi permasalahan dubbele nationaliteit di kemudian hari (AB Kusuma 2004: 388).
Karena itu, Soepomo mengusulkan supaya harus ada orang-orang yang untuk pertama kalinya dapat langsung menjadi warga negara Indonesia dengan mengatakan, "mesti ada satu group yang lebih terang". Sedangkan peranakan lainnya secara de jure akan disahkan menjadi warga negara dengan undang-undang.
Akhirnya, Pasal 26 ayat (1) UUD 1945 disepakati dalam sidang PPKI dengan ketentuan, "Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara"."
Di sini tersirat bahwa memang ada golongan yang di sebut Indonesia asli, yang bukan orang-orang peranakan. Siapakah mereka? Untuk mengetahui lebih lanjut tentang hal ini kita perlu tahu latar belakang sejarah jaman pemerintahan kolonial Hindia Belanda.
Pemerintah Kolonial Hindia Belanda waktu itu menggolongkan penduduk Hindia Belanda kedalam 4 golongan sebagai berikut:
1. Golongan Eropa
2. Golongan Indo (keturunan Eropa dan penduduk asli)
3. Golongan Timur asing (keturunan Cina/Arab/India)
4. Golongan pribumi