Mohon tunggu...
Rizky Rangkuti
Rizky Rangkuti Mohon Tunggu... -

yang mengarungi hutan, gunung, lautan,\r\nyang bercengkrama dengan serangga di padang ilalang dan merasakan kata-kata Tuhan perihal kekuasaan-Nya ..

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Terburu-buru

14 Februari 2011   04:35 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:37 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Di era globalisasi dan pesatnya perkembangan teknologi saat ini, anak terburu-buru jadi dewasa, sudah ia merasa dewasa dan matang walau dalam benaknya saja datanglah hasrat terburu-buru ingin kawin, belum pula disetujui dan mapan untuk kawin mereka terburu-buru kepingin punya anak, buntinglah si betina dan akhirnya duduk juga mereka di pelaminan dengan sedikit undangan karena si bapak bergelut pikirannya antara impian ada pesta perkawinan untuk si anak dan malu bahwa si anak bunting diwaktu yang tabu.

Mulailah imajinasi yang lebih dekat dengan nafsu itu datang, dan terburu-buru ingin kaya, pergilah si jantan mengadu nasib dan mengadu nyawa ke tengah kepenatan kota untuk mencari segenggam emas dan sehektar tanah, lalu bertemulah dengan lintah darat, setelah kongkalikong ia pun punya modal untuk usaha, sedikit hasil usaha sudah didapat ia pun pergi ke 'balai judi', menang .. kalah .. menang .. kalah .. menang .. sedikit refreshing untuk kesibukannya di balai judi ia pesan 'air api', tertawalah ia dengan kemenangannya, setelah sadar jauh dari bininya lalu ia bermain serong dengan pelacur pinggir kota karena terburu-buru ingin bersetubuh, bertahun lamanya kebiasaan itu terus mengakar.

Hingga anak istri diberi kemewahan harta tanpa kemewahan batin yang diinginkan, si jantan penat dikejar-kejar lintah darat yang katanya uangnya akan dipinjamkan lagi kepada seorang calon pejabat yang terburu-buru ingin duduk di kursi pemerintahan, lalu si betina tau si jantan serong dengan betina lain, diceraikannya si jantan, putuslah semua semangat yang ada di jiwa si jantan tanpa menyadari banyak kesalahan yang ia lakukan. buntulah ia untuk membayar semua uang yang ia pinjam dengan terburu-buru, hitamlah matanya hitamlah jiwanya dan pikirannya, tertutup dan busuklah hatinya. ia pun mengambil tali tambang dan setelah disimpulkan sedemikian rupa ia kalungkan ke lehernya dengan 2 kaki gemetar diatas bangku rapuh. ditendang bangku itu hingga tergantunglah ia dengan mata melotot, lidah setengah keluar dan wajah membiru, ya ! ia terburu-buru ingin mati. akhirnya setan menang ! tertawa dan menarilah ia dengan gembira karena berhasil mengelabui manusia itu dari remaja hingga nyawa lepas dari jasadnya.

Tinggal setan sendiri termenung dan mulai bosan, karena sadar ia punya 'database' dari makhluk yang disebut manusia, ia tersenyum sinis lalu tampak kocar-kacir dan terburu-buru mencari mangsa baru !

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun