Mohon tunggu...
Berty Sinaulan
Berty Sinaulan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog

Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog, Penulis, Peneliti Sejarah Kepanduan, Kolektor Prangko dan Benda Memorabilia Kepanduan, Cosplayer, Penggemar Star Trek (Trekkie/Trekker), Penggemar Petualangan Tintin (Tintiner), Penggemar Superman, Penggemar The Beatles

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tari Papua di Kompasianival 2016, Bukti Keberagaman Tetap Perlu

8 Oktober 2016   17:14 Diperbarui: 8 Oktober 2016   18:14 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tari burung Tauntaun dari suku Kamoro, Papua, menjadi daya tarik Kompasianival 2016. (Foto: koleksi pribadi)

Tarian burung Tauntaun dari suku Kamoro, salah satu suku di Pulau Papua, menjadi daya tarik acara Kompasianival 2016. Suatu acara “kopi darat” para penulis, pewarta warga, dan blogger yang diadakan Kompasiana di Gedung SMESCO di bilangan Pancoran, Jakarta Selatan, pada Sabtu, 8 Oktober 2016.

Tarian yang ditampilkan warga komunitas suku Kamoro itu dibawa langsung dari Papua oleh PT Freeport Indonesia, salah satu sponsor acara Kompasianival 2016.

Mengusung slogan “Kompasianival Berbagi”, pertunjukan tarian tersebut sebenarnya juga merupakan bagian dari “berbagi budaya”. Memperlihatkan betapa kaya dan beragamnya budaya Indonesia. Suatu hal yang bakal juga dibahas dalam World Culture Forum, suatu pertemuan budaya tingkat dunia yang akan diadakan di Nusa Dua, Bali, 10-14 Oktober 2016.

Sudah lama kita dengan ucapan “budaya Indonesia adalah puncak dari budaya-budaya berbagai daerah yang ada di kepulauan Nusantara”. Sesungguhnya itu tepat, dan keberagaman yang ada seyogyanya disyukuri oleh setiap warga negara Indonesia.

Beragamnya suku, budaya, agama, dan ras yang ada di Tanah Air, sebenarnya merupakan “kelebihan” Indonesia dibandingkan negara lain. Tak heran bila warga dari negara-negara lain banyak yang mengagumi Indonesia.

Sebagian penari dari suku Kamoro, Papua, yang tampil di Kompasianival 2016. (Foto: koleksi pribadi)
Sebagian penari dari suku Kamoro, Papua, yang tampil di Kompasianival 2016. (Foto: koleksi pribadi)
Sayangnya di negeri sendiri, keberagaman itu beberapa kali dianggap sebagai penghalang. Orang yang berbeda suku, budaya, agama, dan ras, dianggap lawan. Berbeda warna kulit dianggap sudah bukan saudara atau teman lagi.

Padahal kalau kita mau mengingat kembali slogan yang digenggam burung Garuda Pancasila “Bhinneka Tunggal Ika” yang artinya berbeda-beda tapi satu tujuan, seharusnya keberagaman yang ada Indonesia perlu dan harus tetap dipertahankan. Jangan jadikan Indonesia hanya terdiri dari satu suku, satu budaya, satu agama, satu ras, atau satu warna kulit saja.

Biarkan Indonesia tetap beragam dan sekaligus tetap bersatu. Seperti penampilan pertunjukan suku Kamoro di Kompasianival 2016 yang karena berbeda dengan budaya sebagian besar pengunjung, justru menjadi daya tarik. Tetapi sekaligus juga tetap bersatu, orang Papua, orang Jawa, orang Batak, orang Manado, orang keturunan Tionghoa, orang keturunan Arab, dan orang mana pun, selama dia warga negara Indonesia, adalah saudara satu sama lain.

Foto: koleksi pribadi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun