[caption caption="Latihan di Gugusdepan seperti dilakukan adik-adik Siaga dari Singapore Scout Association ini pun dapat dijadikan bahan tulisan berita dan foto berita. Untuk foto ini, tampaknya perlu perbaikan gelap-terang dan komposisi foto, agar hasilnya lebih baik lagi. (Foto: BDHS)"][/caption]
Baru saja berdiri beberapa bulan, komunitas Pewarta Pramuka yang dalam Bahasa Inggris disebut Indonesia Scout Journalist (ISJ), telah mendapat sambutan hangat. Dalam group komunitas tersebut di Facebook, telah tercatat sekitar seribu lebih yang bergabung.
Ketika pertama kali dibentuk, ISJ memang terbuka bagi Pramuka atau non-Pramuka (baik yang pernah maupun tidak pernah sama sekali menjadi anggota organisasi kepanduan di mana pun), yang mau membantu Gerakan Pramuka khususnya dan kepanduan umumnya, dalam mempublikasikan kegiatan-kegiatan kepramukaan yang ada.
Publikasi dalam bentuk tulisan berita dan foto berita tentang kepramukaan dirasa perlu dilakukan sesering mungkin, sehingga masyarakat luas dapat tahu betapa pentingnya gerakan pendidikan kepanduan ini dalam membantu mendidik kaum muda, baik dari segi keterampilan dan keahlian, maupun dari segi budi pekerti yang baik.
Publikasi itu juga membantu menghapuskan anggapan bahwa aktivitas Pramuka kurang terdengar, dan kalau pun ada, hanya dalam bentuk latihan, berkemah, baris-berbaris, dan bertepuk Pramuka serta bernyanyi saja. Padahal, kegiatan Pramuka sungguh beragam. Mulai dari akvitas untuk membina para anggota terampil dalam bidang-bidang tertentu, sampai kegiatan Pramuka Peduli yang membantu masyarakat luas.
Sayangnya, ditengarai ada kecenderungan ada beberapa anggota komunitas ini yang hanya tertarik pada badge dan ID card tetapi tidak melakukan karya nyata sesuai tujuan komunitas, atau pun kalau membuat dan memuat tulisan berita dan foto berita hanya satu dua kali saja. Memang harus diakui, badge maupun ID card komunitas ISJ yang dibuat Kak R. Andi Widjanarko terbilang bagus, sehingga tak heran banyak yang ingin memilikinya.
Tetapi kalau hanya ingin memiliki badge dan ID card tanpa karya nyata, tentu bukan itu yang dimaksudkan dalam pembentukan komunitas ISJ. Itulah sebabnya, para pendiri komunitas ISJ, yang terdiri dari Kak Djoko AW dari Surabaya (Jawa Timur), Kak Taufik Umar Prayoga dari Bogor (Jawa Barat), Kak Paklong Pradana dari Kepulauan Riau, serta Kak Andi dan saya sendiri dari Jakarta, sedang berdiskusi untuk meregistrasi ulang anggota komunitas.
Bisa jadi, ada yang mengatakan mereka sebenarnya ingin juga menulis berita dan membuat foto berita, tetapi menurut mereka itu tidak mudah. Sesungguhnya hal itu kurang tepat, karena banyak peristiwa atau kegiatan kepramukaan, bahkan sekecil apa pun aktivitas tersebut, dapat dijadikan bahan tulisan dan foto berita. ( Untuk foto berita lihat tulisan terdahulu “Lima Hal Penting Dalam Membuat Foto Berita” di Kompasiana ini).
Ambil contoh, latihan di Gugusdepan (Gudep). Adik-adik yang ikut membantu membersihkan sanggar Gudep bisa difoto aktivitasnya dan dibuat tulisan beritanya. Pramuka yang membantu mengambil sampah di halaman sekolah dan memasukkannya ke dalam tempat sampah, dapat juga dijadikan berita.
Demikian pula Pramuka yang bersepeda dan berhenti sebelum garis penanda saat lampu merah menyala, dapat menjadi bahan berita. Intinya bahan berita, baik untuk tulisan maupun foto, tidak perlu selalu yang kelihatannya “wah” atau “hebat” saja. Di rumah pun, seorang Pramuka Penggalang walau hanya menggunakan kaus lapangannya sedang membantu ibu di dapur, dapat dijadikan bahan berita.
Seperti sudah sering disebutkan, dalam membuat berita, baik dalam bentuk tulisan maupun foto (terutama saat menyusun keterangan foto), dasar 5W + 1H diupayakan ada. Itu adalah what (apa), who (siapa), when (kapan), where (di mana), why (mengapa), dan how (bagaimana). Jadi, apa kegiatannya, siapa saja yang terlibat, kapan dan di mana kegiatan itu, mengapa kegiatan itu dilaksanakan, dan bagaimana kegiatan itu berlangsung.