Mohon tunggu...
Berty Sinaulan
Berty Sinaulan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog

Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog, Penulis, Peneliti Sejarah Kepanduan, Kolektor Prangko dan Benda Memorabilia Kepanduan, Cosplayer, Penggemar Star Trek (Trekkie/Trekker), Penggemar Petualangan Tintin (Tintiner), Penggemar Superman, Penggemar The Beatles

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Memperbanyak Semangat Superhero di Indonesia

9 April 2015   21:29 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:19 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14285896821102502697

[caption id="attachment_359979" align="aligncenter" width="420" caption="Cover buku "][/caption]

Judul Buku: Superheromania Volume 1

Penulis: Yosafat Agus Suryono

Tahun Terbit: Copyright 2014, tetapi terbit Maret 2015

Halaman: xi + 229 halaman

Penerbit: Superheromania Publishing, Surabaya

Harga: Rp 70.000

Apakah yang ada di benak Anda ketika disebutkan Superhero di Indonesia? Mungkin bagi generasi tua atau paro baya itu akan berarti Godam dan Gundala, sementara bagi yang lebih muda Saras 008 atau kini muncul juga Volt. Tapi ternyata bukan hanya itu nama-nama Superhero di Indonesia. Semuanya bisa dibaca dalam buku “Superheromania” Volume 1 karya Yosafat Agus Suryono.

Warga Surabaya ini memang salah satu penyuka – bahkan mungkin cocok juga biladisebutkan penggila – superhero. Saat ini misalnya, dia menjadi pengelola sejumlah group di Facebook yang merupakan tempat berkumpulnya komunitas superhero. Sejak Taman Kanak-kanak sekitar 1973, Yosafat mengaku sudah senang superhero. “Belum banyak superhero yang saya kenal. Tapi, saya sudah pernah membaca beberapa buah komik. Dan, saya sering mengkhayal menjadi seseorang ‘tokoh’,” tulis Yosafat dalam bukunya itu.

Selain bercerita mengenai diri dan kecintaannya pada superhero, Yosafat juga membahas arti dari kata “superhero”.

“Jika Anda diberi pertanyaan itu, “siapakah superhero” ? pasti dengan cepat Anda bisa memberikan jawaban,” tulisnya (cara dan gaya penulisan disesuaikan dengan aslinya di buku). Yosafat lalu menjelaskan bahwa orang banyak pasti biasanya membayangkan sesosok pria perkasa atau wanita berpostur jagoan, dengan pakaian ketat, persenjataan lengkap dengan satu tujuan pasti: memberantas kejahatan dan membela kebenaran.

Dia juga menulis, orang mungkin membayangkan superhero memakai topeng, bersayap, dan mempunyai logo khusus. Juga memiliki kekuatan yang tidak dipunyai manusia biasa, seperti bisa terbang, anti peluru, memancarkan sinar maut dari matanya, dan memiliki keahlian bertempur yang hebat.

Tapi, ditambahkan Yosafat, ternyata banyak juga tokoh komik yang mendapat gelar superhero walaupun tidak seperti yang dituliskan sebelumnya. Mereka adalah orang biasa, seperti tokoh komik Tintin (oleh Yosafat ditulis “Tin Tin”), seorang wartawan muda yang berjuang membela kebenaran. Semangatnya seperti semangat superhero.

Dia juga menuliskan bahwa banyak lagi orang biasa lain yang dijuluki “superhero”, karena menyelamatkan nyawa orang lain. Mereka itu adalah polisi, petugas pemadam kebakaran, dokter, juru rawat, tim SAR, dan sebagainya. “Bahkan, aku selalu menganggap ke dua orang tuaku, papa dan mamaku adalah ‘superhero’ bagi aku dan saudara-saudaraku. Bukankah mereka telah berjuang mati-matian demi anak-anaknya?” tulis Yosafat (penulisan disesuaikan aslinya yang tercantum pada buku).

Yosafat kemudian melakukan pendataan superhero-superhero yang dikenal. Setidaknya ada 39 negara yang mempunyai superhero, dari Afrika Selatan sampai Venezuela, tentu saja termasuk Indonesia. Sedangkan khusus untuk Indonesia, ternyata jumlah superhero yang didata olehnya banyak sekali.

Dia lalu membagi para superhero di Indonesia itu dalam tiga kelompok. Pertama, kelompok superhero zaman dulu. Ini termasuk Gina, Godam, dan Gundala. Sayang tampaknya Yosafat lupa memasukkan nama Sri Asih, tokoh superhero perempuan ciptaan “Bapak Komik Indonesia” R.A. Kosasih. Karakter yang diciptakan pada 1954 atau 61 tahun lalu itu, bahkan dianggap sebagai jagoan atau superhero perempuan pertama di Indonesia.

Kelompok kedua adalah yang disebut Yosafat sebagai “Kelompok Superhero Baru”. Ini termasuk Kapten Indonesia, Panji Manusia Millenium, Saras 008, dan Zantoro. Sayang lagi-lagi, Yosafat belum memasukkan Volt, superhero Indonesia ciptaan artis sinetron Marcelino Lefrandt dan sahabatnya, Aswin Siregar. Bisa jadi karena tampaknya ini merupakan naskah lama, yang belum sempat di-update.

Sementara kelompok ketiga adalah “Kelompok Superhero Iklan/Promosi”. Ini termasuk Gatotkaca Brylcreem, Hansa Boy, dan banyak lagi. Mengenai kelompok ketiga ini memang agak sukar di-update, karena tentu para tim kreatif perusahaan iklan akan selalu menginovasi iklan-iklan baru yang bisa jadi menampilkan tokoh superhero baru. Artinya, kalau memang kelompok superhero ini mau didata secara lengkap, maka harus sabar dan teliti mengamati semua iklan yang ada, baik di media cetak maupun di media elektronik.

Setelah membahas mengenai superhero-superhero itu, Yosafat menulis sejarah pembentukan Group Superheromania di Facebook. Lalu dia pun tak sungkan mewawancarai atau meminta pendapat sebagian anggota group Superheromania. Dalam bukunya kali ini, tercatat ada lebih dari 90 anggota Superheromania yang diwawancarai dan dimasukkan foto serta tulisannya.

Secara keseluruhan, buku ini merupakan awal yang baik dan bisa menjadi dokumentasi sejarah berharga mengenai aktivitas para pencinta superhero di Indonesia. Akan lebih baik lagi, bila nanti dalam edisi berikut beberapa kekurangan dapat diperbaiki. Terutama dalam pandangan saya pribadi sebagai seorang penulis yang pernah menjadi penyunting di media massa cetak selama lebih dari 25 tahun, adalah dari sisi penyuntingannya. Baik dari segi penggunaan Tata Bahasa Indonesia sesuai Ejaan Yang Disempurnakan, maupun dari gaya penyajiannya sebagai satu buku. Memang, sebagian orang beranggapan bahwa buku adalah pencerminan pribadi, jadi “biarkan saja apa adanya, tidak perlu terlalu banyak disunting”. Tetapi, kalau buku tersebut ingin mendapatkan pembaca lebih banyak, tentu sebaiknya sisi penyuntingan dan gaya penyajiannya diperhatikan juga.

Tetapi sekali lagi, buku ini merupakan hal yang penting dan menjadi dokumentasi berharga yang patut diapresiasi. Semoga seperti di buku ini yang mengungkapkan begitu banyaknya superhero di Indonesia, semangat superhero itu dapat menjadi banyak juga menyebar ke seluruh masyarakat Indonesia. Demikian pula, seperti Superman di film “Man of Steel” berkata, “In my world, S means hope” (di duniaku, logo S berarti harapan), kita tentu berharap buku yang ditulis “volume 1”, akan berlanjut dengan “volume 2”, dan seterusnya.

Sehingga makin banyak yang membaca, dan masyarakat Indonesia menjadi lebih cinta pada kebenaran, anti kejahatan, dan membawa Indonesia menjadi lebih baik, lebih sejahtera, adil, dan makmur. Hidup Superhero! Hidup Indonesia!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun