Mohon tunggu...
Berty Sinaulan
Berty Sinaulan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog

Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog, Penulis, Peneliti Sejarah Kepanduan, Kolektor Prangko dan Benda Memorabilia Kepanduan, Cosplayer, Penggemar Star Trek (Trekkie/Trekker), Penggemar Petualangan Tintin (Tintiner), Penggemar Superman, Penggemar The Beatles

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Lebih Suka Bicara tentang “Perseteruan” daripada “Persaudaraan”?

12 April 2015   20:43 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:12 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1428846041687239055

[caption id="attachment_360392" align="aligncenter" width="395" caption="Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Bapak Pramuka Indonesia (foto: Istimewa)"][/caption]

Bagi kalangan mereka yang aktif atau pernah aktif di gerakan pendidikan kepanduan di Indonesia yang lebih dikenal dengan nama Gerakan Pramuka, tanggal 12 April seharusnya menjadi tanggal penting. Pada 12 April 1912 lahir Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Sultan Yogyakarta dan pernah memegang berbagai posisi penting di pemerintahan, termasuk menjadi Wakil Presiden Republik Indonesia (RI).

Tapi bagi kalangan anggota Gerakan Pramuka, beliau lebih dikenal sebagai Bapak Pramuka Indonesia. Aktif dalam kepanduan sejak usia muda, beliau juga termasuk salah satu tokoh penting yang berperan dalam lahirnya Gerakan Pramuka, organisasi tunggal gerakan pendidikan kepanduan di Indonesia, yang merupakan penyatuan dari berbagai organisasi kepanduan yang pernah ada.

Adalah Presiden RI saat itu, Ir. Soekarno, yang memutuskan menyatukan berbagai organisasi kepanduan ke dalam satu wadah, Gerakan Pramuka. Saat itu, di awal 1960-an, Sri Sultan Hamengku Buwono IX sudah bergelar Pandu Agung. Tentu saja, Presiden menjadi sering berkonsultasi dengan Pandu Agung dalam pembentukan Gerakan Pramuka.

Bahkan kemudian, Sri Sultan Hamengku Buwono IX dipercaya menjadi pimpinan utama dari Gerakan Pramuka, yaitu sebagai Ketua Kwartir Nasional (Kwarnas), sejak lahirnya organisasi pada 1961 sampai 1974. Atas jasa-jasanya tersebut, melalui Musyawarah Nasional di Dili (saat itu ibu kota Timor Timur), Sri Sultan Hamengku Buwono IX dianugerahi gelar Bapak Pramuka Indonesia.

Jadi, mestinya 12 April diperingati meluas di kalangan anggota Gerakan Pramuka sebagai Hari Lahir Bapak Pramuka Indonesia. Sayangnya, sampai saat ini, peringatan tersebut belum dilakukan menyebar dan meluas. Hanya sebagian dan secara sporadic yang mengadakan peringatan Hari Lahir Bapak Pramuka Indonesia. Padahal, peringatan Hari Lahir Bapak Pandu/Pramuka Sedunia, Lord Baden-Powell, pada 22 Februari tiap tahunnya – karena Baden-Powell dilahirkan pada 22 Februari 1857 – selalu dirayakan dan diperingati cukup meriah.

Tahun ini pun begitu. Bahkan di media-media sosial, seperti Facebook, Twitter, Whatsapp, dan lain sebagainya, justru yang lebih ramai diperbincangkan adalah soal “perseteruan”. Ya, perseteruan lantaran adanya demonstrasi ke gedung Kwarnas di Jalan Medan Merdeka Timur 6, Jakarta Pusat, Jumat (10 April 2015) lalu.

Masalah ini sudah diungkapkan lewat tulisan sebelumnya (baca juga: http://edukasi.kompasiana.com/2015/04/11/bapak-pramuka-dan-demo-pramuka-711835.html). Di dalam tulisan tersebut, diungkapkan betapa sebagian Pramuka yang menggunakan media sosial, lebih asyik berbincang tentang demonstrasi dan berbagai aspeknya di gedung Kwarnas itu. Dalam bagian akhir tulisan itu disebutkan antara lain, “Mungkin, sekali lagi mungkin, memang demonstrasi seringkali sering membuat heboh, jadi hal itu yang seolah-olah menjadi trending topic di berbagai media sosial yang diikuti oleh para anggota Gerakan Pramuka. ……. Jadi banyak yang terlupa bahwa 12 April adalah Hari Lahir Bapak Pramuka Indonesia. ……. Untung tidak semua terlupa. Masih ada juga anggota Gerakan Pramuka yang mencoba mengingatkan, dengan memasang foto Sri Sultan Hamengku Buwono IX berseragam Pramuka di media-media sosial. Semoga ini menjadikan yang tahun ini belum atau terlupa mengingatnya, dapat kembali ingat bahwa 12 April adalah hari yang cukup penting untuk mengenang Bapak Pramuka Indonesia”.

Tujuan tulisan yang dimuat di Kompasiana pada Sabtu (11 April 2015) adalah agar para Pramuka semoga lebih suka membincangkan Bapak Pramuka Indonesia dan sifat-sifat positif beliau yang patut diteladani, daripada membincangkan demonstrasi, penangkapan peserta demonstrasi, dan sebagainya.

Namun, sekali lagi, ternyata harapan itu belum sepenuhnya terpenuhi. Status di Facebook, kicauan di Twitter, dan komentar di Whatsapp, masih lebih banyak yang membincangkan soal demonstrasi tadi. Sedangkan tentang Bapak Pramuka Indonesia, sekadar ucapan “Selamat Hari Bapak Pramuka Indonesia” atau “Selamat Hari Lahir Bapak Pramuka Indonesia” saja.

Mudah-mudahan ini bukan pencerminan kondisi saat ini yang lebih senang membicarakan hal-hal yang terkait dengan perseteruan daripada bicara soal persaudaraan. Persaudaraan? Ya, gerakan pendidikan kepanduan memang mengutamakan persaudaraan di seluas dunia. Pendidikan budi pekerti yang dididik dalam kepramukaan, merupakan bagian untuk menjadikan anak-anak dan remaja menjadi manusia dewasa yang bersikap hidup positif dan tentunya selalu berperilaku sebagai “saudara” bagi lainnya.

Itulah sebabnya, slogan gerakan kepanduan atau kepramukaan sedunia adalah “Scouts, creating a better world” (Para Pramuka membantu menciptakan dunia yang lebih baik).

Semasa hidupnya, Sri Sultan Hamengku Buwono IX telah menunjukkan sikap-sikap positif penuh persaudaraan. Mungkin banyak yang sudah tahu tentang cerita legendaris bagaimana Sri Sultan sebagai Sultan dan Raja Yogyakarta tanpa sungkan memberi tumpangan kepada seorang ibu pedagang (ada yang menyebutnya penjual sayur, dan ada pula yang menyebutnya pedagang beras), untuk bersama-sama naik mobilnya tanpa perlu membayar sepeser pun.

Warga Yogyakarta – khususnya kaum tua – tentunya sudah tahu bagaimana santun dan merakyatnya Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Di kalangan Pramuka, beliau juga dikenal memberi contoh bukan sekadar dari kata-kata dan instruksi, tetapi turun langsung ikut berkegiatan. Beliau bahkan dikenal sebagai pelopor pembaruan pendidikan kepramukaan, lewat presentasinya di Konferensi Kepanduan Sedunia di Tokyo, Jepang, pada 1971.

“... Ikut sertanya pramuka-pramuka dalam kegiatan pembangunan bangsa adalah syarat mutlak demi kelanjutan hidup kepramukaan sebagai organisasi dunia. Kita tetap dapat taat pada dasar prinsip-prinsip moral kepramukaan, tetapi kita harus memperbaharui acara-acara kegiatan kepramukaan yang sesuai dengan aspirasi generasi muda kita dan dengan kebutuhan masyarakat kita ...,” tutur Sri Sultan di Jepang, mengingatkan bahwa Pandu atau Pramuka di mana pun berada, harus siap dalam kegiatan pembangunan bangsa, merasa sebagai bagian dan saudara bagi segenap anak bangsa.

Semoga kita tetap mengenang dan memperingati jasa-jasa Bapak Pramuka Indonesia, Sri Sultan Hamengku Buwono IX.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun