[caption id="attachment_366267" align="aligncenter" width="417" caption="Baliphex 2015, Pameran Nasional Filateli yang baru saja berlangsung di Denpasar, Bali. (Foto: Panitia Baliphex 2015)"][/caption]
Sebagian orang memanfaatkan hari libur, termasuk Minggu pagi, untuk menyalurkan hobi masing-masing. Mulai dari olahraga, wisata kuliner bersama keluarga, melukis, dan lainnya. Bagi mereka yang menggemari koleksi prangko dan benda-benda filateli lainnya, bisa jadi Minggu pagi dimanfaatkan pula untuk berkegiatan filateli.
Ada yang sekadar membuka-buka koleksi yang dimiliki, menyusun kembali, memasukkan prangko, sampul surat (amplop), kartu pos, dan lainnya ke dalam pembungkus seperti plastik OPP yang oleh banyak filatelis dianggap mampu melindungi benda-benda filateli, sampai bertukar sapa dengan sesame filatelis melalui media sosial dan sebagainya.
Kebetulan, sejak 13 sampai 17 Mei 2015 sedang berlangsung pula Pameran Nasional Filateli (Panfila) “Baliphex 2015”di Denpasar, Bali. Lebih dari 100 koleksi filatelis dari berbagai daerah diikutkan dalam Panfila. Bukan sekadar pameran biasa, tetapi Panfila sekaligus pertandingan dan kompetisi koleksi-koleksi yang diikutkan. Ada dewan juri yang akan menilai koleksi-koleksi tersebut satu-persatu, lalu diberi nilai dan bila dianggap memenuhi syarat mendapatkan medali sesuai perolehan nilainya. Sebagai gambaran ada medali emas, perak, perunggu, dan di antara itu ada medali-medali lainnya.
Sistem penilaiannya secara umum adalah, 95 sampai 100 mendapat medali emas besar (large gold), 90-94 medali emas (gold), 85-89 vermeil besar (large vermeil), 80-84 vermeil, 75-79 perak besar (large silver), 70-74 perak (silver), 65-69 perunggu sepuh perak (silver bronze), 60-64 perunggu (bronze), dan yang mendapat nilai di bawah itu mendapat sertifikat partisipasi saja.
Terkait dengan “Baliphex 2015”, ada seorang filateli yang menulis status di sebuah grup filateli di Facebook, menanyakan mengenai hasil penilaian Panfila. Dia membandingkan dengan Pameran Filateli Internasional Asia-Pasifik di Taipei beberapa waktu lalu, komisioner nasional Indonesia dan juri Indonesia yang ikut ke sana sudah segera memberikan hasilnya begitu pameran menjelang usai.
Mengenai hal ini, seorang filatelis senior Indonesia menjawab, di Taipei memang lebih mudah melaporkan hasil, karena koleksi Indonesia yang ikut tak terlalu banyak. Dalam setiap pameran filateli internasional di luar negeri, baik tingkat Asia-Pasifik atau pun tingkat dunia, paling banyak sekitar 15 koleksi dari Indonesia yang lolos seleksi dan bisa ikut tampil. Sedangkan kalau mau melaporkan hasil penilaian Panfila, jumlah pesertanya banyak sekali mencapai lebih dari 100 koleksi. “Lebih baik tunggu laporan resmi dari Panitia,” ujar filatelis senior itu.
Pameran Taipei
Sayangnya, gegara membandingkan dengan pameran di Taipei bulan April 2015 lalu, ada filatelis senior lainnya yang mengungkapkan bahwa di Taipei ada hal yang kurang baik sempat terjadi. Sempat ada yang menanyakan mengenai hal itu, namun tak berapa lama, baik komentar mengenai hal kurang baik di Taipei dan pertanyaannya itu dihapus oleh administratur grup tersebut di Facebook.
Padahal karena sudah diungkapkan di Facebook, maka sebenarnya sudah terbuka untuk publik, paling tidak anggota grup tersebut. Namun administratur bersangkutan mengungkapkan, bahwa hal itu dilakukannya agar tak menyinggung dan memperluas masalah. Dia mengakui memang sempat ada masalah, karena komisioner nasional adalah orang baru maka mungkin kurang mengetahui etika dan bisa mengakibatkan salah paham. Kabarnya, begitu yang bersangkutan mendapatkan hasil penilaian para filatelis Indonesia yang ikut pameran, mungkin karena terlalu bersemangat segera disebarluaskan pada teman-teman filatelis di Indonesia. Padahal, itu baru hasil awal dari juri dan belum diumumkan secara resmi di Malam Palmares (Palmares Night), jamuan makan malam yang diadakan khusus untuk mengumumkan hasil penilaian pameran dan menyerahkan medali-medali kepada para peserta terbaik.
Menurut hemat penulis, kalau memang itu terjadi sebenarnya tak perlu terlalu ditutup-tutupi, yang menyebabkan orang justru semakin bertanya-tanya. Itu memang kesalahan karena kekurangtahuan, namun dengan tanpa maksud mempermalukan yang bersangkutan, hal itu bisa menjadi pelajaran ke depan bagi para calon komisioner nasional yang akan mewakili filatelis Indonesia di pameran-pameran internasional, untuk bersikap lebih bijaksana. Penulis juga percaya, komisioner nasional tersebut sekarang semakin “matang” dan akan lebih mampu bila di kemudian hari menjadi kembali menjadi komisioner nasional mewakili para filatelis Indonesia. Jadi berikan lagi kesempatan bila yang bersangkutan berminat menjadi komisioner nasional mewakili para filatelis Indonesia dalam pameran filateli internasional, tentunya dengan memenuhi persyaratan umum yang berlaku.
[caption id="attachment_366269" align="aligncenter" width="560" caption="Desain medali Pameran Nasional Filateli "]
“Menggugat” Juri
Ada hal lain dari Panfila “Baliphex 2015” kali ini. Seorang atau mungkin ada juga lainnya, filatelis yang mengikutsertakan koleksinya dalam pameran itu, secara tidak langsung “menggugat” hasil dewan juri. Biasanya yang digugat karena nilai yang diberikan dewan juri lebih rendah daripada nilai yang pernah didapat untuk koleksi yang sama di Panfila sebelumnya atau pameran filateli internasional.
Umumnya yang terjadi, nilai memang akan sama dan bahkan berkurang, kalau satu koleksi tanpa perubahan apa pun diikutkan dari satu pameran ke pameran filateli lainnya. Tentu saja, kalau pun melakukan perubahan, harus menjadi lebih baik. Bisa saja perubahan, justru menyebabkan koleksi itu menjadi kurang baik disaksikan.
Harus diakui, walaupun dalam satu pameran filateli ada ketentuan-ketentuan dan panduan yang harus diikuti oleh setiap juri dalam menilai suatu koleksi, sekecil apa pun unsur subjektivitas tetap ada. Memang, mereka yang menjadi anggota juri harus memenuhi persyaratan dan lolos seleksi atau ujian tertentu. Memang pula, untuk menilai satu koleksi ada dewan juri yang jumlahnya lebih dari satu orang. Tetapi sekali lagi, dari pengalaman selama ini, mengikuti dan mengamati pameran filateli yang sifatnya kompetitif, unsur subjektivitas sekecil apa pun tetap ada.
Soal gugat-menggugat keputusan dewan juri pameran filateli juga bukan hal baru. Bahkan dalam pameran filateli internasional tingkat dunia, pernah ada gugatan terhadap penilaian untuk mendapatkan gelar koleksi terbaik (Grand Prix d’Honneur). Tapi sebenarnya, sepengetahuan penulis, belum pernah ada gugatan yang dikabulkan. Keputusan dewan juri adalah mutlak.
Ada beberapa filatelis yang menyarankan sekaligus menantang agar filatelis yang menggugat penilaian dewan juri, mengikutkan kembali koleksinya dalam pameran lain, kalau bisa pameran filateli internasional. Kalau memang hasilnya nanti lebih baik, tentu yang bersangkutan bisa menjadi lebih puas. Tapi alih-alih menggugat, sebaiknya anggap saja penilaian yang lebih rendah dari sebelumnya itu sebagai “lampu kuning”. Tidak boleh berpuas diri, bahkan harus terus memperbaiki koleksi yang ada, agar dalam pameran berikutnya mendapat nilai lebih tinggi.
Pada akhirnya, sama seperti mengunggah status atau komentar di Facebook, kalau sudah diunggah berarti sudah konsumsi publik. Begitu pula, kalau kita ikut dalam suatu pameran filateli yang sifatnya “pertandingan” atau “kompetitif”, berarti kita memberikan pula koleksi benda filateli untuk dilihat oleh publik, dan juga dewan juri.
Kekecewaan adalah hal lumrah, apalagi kalau koleksi kita pernah mendapat nilai tinggi sebelumnya di tingkat internasional dengan dewan juri dari mancanegara, sekarang di tingkat nasional justru dinilai lebih rendah. Penulis sendiri pernah mengalami hal sama. Koleksi berjudul “Herge: From Totor to Tintin” di Pameran Filateli Sedunia “Indonesia 2012” dinilai oleh dewan juri mancanegara mendapat nilai 68, tetapi di Panfila setahun setelah itu hanya dinilai 64. Bila disamakan dengan perolehan medali, berarti turun satu tingkat, dari Silver Bronze ke medali Bronze.
Sebagai orang yang pernah mengalami hal sama, penulis merasa empati pada filatelis yang kecewa tadi. Bila ada ungkapan-ungkapan bernada kekecewaan yang dikemukakannya, penulis menganggapnya hanya sebagai ungkapan spontan. Tidak perlu “dihakimi” berlebihan. Percayalah, begitu seorang sudah menjadi filatelis, dan sudah pernah ikut pameran, keinginan untuk terus ikut pameran – walaupun seperti penulis sekarang membatasi diri untuk pameran internasional karena biaya iuran pamerannya makin lama makin mahal – pasti akan terus ada.
Ketika filateli lebih dari sekadar mengumpulkan prangko dan benda filateli, dan sudah menjadi ajang “pertandingan” koleksi-koleksi yang dimiliki, masalah pasti memang selalu ada. Namun, jangan berhenti karena ada masalah. Para filatelis Indonesia harus saling membantu mengatasi semua masalah. Maju terus filateli Indonesia, dan tentu saja para filatelisnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H