Tidak ada yang kebetulan di dunia ini. There is no coincidence in life. Apa pun yang kita lakukan, kecil atau besar, pasti berdampak pada orang lain. Apa pun yang orang lain lakukan, kecil atau besar, pasti berdampak juga pada kita. Bahkan meski pun dibatasi oleh jarak dan waktu.
Orang bisa saja setuju atau tidak dengan pendapat tersebut, namun kenyataan itu juga terjadi baru-baru ini. Seorang teman mengundang untuk hadir pada acara yang disebutnya behind the scene penulisan buku Memoir Jejak Para Pemburu Minyak di suatu mal di Jakarta Utara pada Sabtu, 11 April 2015. Baru saja selesai membaca pesan singkat itu, mata tertuju pada layar Kompasiana yang berisikan pengumuman “Blog Competition: Peningkatan Peran SDM dan Industri dalam Negeri pada Kegiatan Hulu Migas Industri Hulu SKK Migas/Kompasiana”.
Teman saya tersebut namanya Mimbar Bambang Saputro, dan saya memanggilnya Pak Mimbar. Salah satu tenaga terampil – kalau tak mau dikatakan tenaga ahli – di bidang minyak dan gas bumi (migas). Walaupun tidak tamat S-1 , namun keterampilannya dalam bidang migas sudah membawanya sampai ke mancanegara.
Soal tak selesainya kuliah, Pak Mimbar pernah menulis bahwa sebelum lulus sudah ditawari bekerja di industri hulu migas, khususnya sebagai tenaga yang menangani mud logging. Salah satu bagian penting dalam eksplorasi di sektor industri hulu migas. Pak Mimbar saat itu memang sudah menjadi Sarjana Muda Perminyakan di Akademi Pembangunan Nasional, Yogyakarta.
Mungkin karena “keenakan” bekerja, apalagi gajinya cukup lumayan, Pak Mimbar tak menyelesaikan kuliahnya. Tetapi walaupun tak selesai kuliah, karena keterampilannya, dia tetap eksis di dunia industri hulu migas. Orang seperti Pak Mimbar memang luar biasa. Dan orang-orang luar biasa seperti itulah yang dibutuhkan dalam peningkatan peran Sumber Daya Manusia (SDM) dalam kegiatan industri hulu migas, seperti lomba blog yang diselenggarakan SKK Migas dan Kompasiana.
Tak heran ketika saya menulis untuk lomba blog tersebut (baca juga: baca juga: http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2015/04/10/jangan-remehkan-scm-711660.html), saya teringat kepada Pak Mimbar. Saya mengenal Pak Mimbar sekitar 7-8 tahun lalu, ketika sama-sama aktif menuangkan beragam tulisan di situs jurnalisme warga Wikimu. Sayang, situs tersebut kini sudah tiada, tapi kami merasa beruntung “mengenal” situs itu. Banyak yang hobi menulis, kini akhirnya membuat buku.
Seperti juga Pak Mimbar yang akhirnya menerbitkan buku berjudul Memoir Jejak Para Pemburu Minyak. Buku tersebut merupakan cerita-cerita ringan namun bernas, tentang aktivitasnya sebagai pekerja di bidang industri hulu migas. Ringan dan lancar, hampir tanpa basa-basi, adalah gaya penulisan Pak Mimbar. Dari tulisan-tulisannya dulu di Wikimu, saya belajar banyak mengenai industri hulu migas.
Kini terkait dengan pengembangan SDM di bidang tersebut, orang-orang luar biasa seperti Pak Mimbar memang mutlak diperlukan. Apalagi bila diingat bahwa sektor industri hulu migas tiap tahunnya mencatat investasi sekitar Rp 300 triliun dan menjadi penyumbang kedua devisa bagi negara, setelah sektor pajak.
Keinginan menjadikan sektor industri hulu migas sebagai “lokomotif” pembangunan nasional, memang bukan hal yang mustahil. Sektor tersebut sedikit banyak ikut mengembangkan sektor-sektor industri lainnya. Mulai dari bidang pengadaan barang dan jasa, transportasi, hospitality, dan sebagainya. Dan bila bicara bidang-bidang yang baru saja ditulis, tak pelak diperlukan suatu manajemen yang kuat, khususnya manajemen rantai penyediaan atau dalam bahasa Inggris disebut Supply Chain Management (SCM).
Di sinilah dibutuhkan orang-orang yang luar biasa, yang mampu menjalankan SCM secara tepat dan terukur. Sekadar informasi bagi yang belum tahu, hal-hal yang ditangani oleh SCM menghabiskan sampai duapertiga biaya operasional industri hulu migas. Itu berarti, perlu orang yang tepat untuk menjaga agar mampu mengembalikan cost recovery, sehingga anggaran atau biaya operasional dapat ditekan seefisien dan seefektif mungkin.
Menekan biaya operasional, bukan sekadar menggunakan anggaran untuk pembelian barang dan jasa, transportasi, dan lainnya yang diperlukan untuk industri hulu migas. Ada banyak lagi yang harus dilakukan. Misalnya, saat pengurusan berbagai surat izin dan lain sebagainya. Saat ini, Pemerintah memang sedang berupaya untuk menggodok Rancangan Undang-Undang Migas yang baru. Kita tentu semua berharap, RUU Migas itu akan mampu “mencerahkan” iklim investasi dalam bidang industri hulu migas.
Kemampuan SDM yang mengelola SCM juga amat menentukan proses aktivitas industri hulu migas manakala diperlukan barang dan jasa, yang ternyata tak mudah didapatkan, harus diimpor dan untuk memasukkannya ke Indonesia, diperlukan “menembus” berbagai aturan lain. Affan Farid dalam artikelnya berjudul “Strategic Supply Chain Management in the Upstream Indonesian Oil & Gas Industry” (http://scm.phe-wmo.com/media/35f210f1-a1d4-4eee-825f-bad508b4b16d/Strategic%20Supply%20Chain%20Management.pdf) menulis contoh antara lain, “…. ketersediaanprodukpenunjang aktivitas-aktivitasdiatastidaksenantiasatersediasecaratepatwaktu,kualitas dan harga yang kompetitif. Kebutuhan papal survey untuk aktivitas seismik, sebagai contoh,seringkali harusdidatangkandariluarnegeriyangbergantungpadaketersediaandipasarregionaldantentunyamemerlukanbiayamobilisasi dan demobilisasi yang tinggi.Drilling rig (anjungan pengeboran) yang tersedia di pasaran memiliki tingkat utilisasihingga90% untuktipe-tipetertentu, menyediakanhanya10%sisanyauntuk“diperebutkan”olehoperator-operator migas”.
Jadi memang, kemampuan luar biasa dari mereka yang menangani SCM amatlah diperlukan. Bagaimana mereka menggunakan kemampuan dan keterampilan yang dimiliki, agar dapat menjembatani permintaan dan ketersediaan barang dan jasa, secara tepat waktu dan tepat sasaran, jelas akan membantu cost recovery dari biaya operasional industri hulu migas.
Pada gilirannya, hal itu akan membantu pula pengembangan industri secara keseluruhan. Bukan sekadar sebagai penghasil devisa dalam jumlah yang amat besar bagi negara, tetapi sebagai “lokomotif” sektor-sektor industri lainnya di Tanah Air.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H