Menjelang peringatan Hari Baden-Powell pada 22 Februari, sudah banyak pihak yang mempersiapkannya. Termasuk mempersiapkan spanduk, banner, bahkan mungkin pin, badge, dan kaus dengan tulisan nama Bapak Pandu Sedunia itu. Tetapi bagaimanakah seharusnya menulis nama Bapak Pandu Sedunia tersebut? Tulisan ini mencoba menjelaskannya.
Bila kita membahas mengenai gerakan pendidikan kepanduan yang di Indonesia kini dikenal dengan nama Gerakan Pramuka, tentu tak bisa diepaskan dengan kehadiran seorang Baden-Powell. Bernama lengkap Robert Stephenson Smyth Baden-Powell, dia adalah penggagas berdirinya gerakan pendidikan kepanduan sedunia.
Namanya amat terkenal di Kerajaan Britania Raya atau yang lebih kita kenal dengan sebutan Inggris, setelah dia menjadi “Pahlawan Mafeking”, karena keberhasilannya mempertahankan kota Mafeking, yang kini bernama Mafikeng di Afrika Selatan, dari serangan musuh.
Tidak tanggung-tanggung, Baden-Powell bersama pasukannya berhasil mempertahankan Mafeking dari serangan gencar musuhnya selama 217 hari, sebelum bala bantuan dari Inggris tiba di tempat itu. Keberhasilannya itulah yang membuat Baden-Powell disambut sebagai pahlawan sekembalinya ke London, kota kelahirannya di Inggris.
Sepulang ke Inggris pada 1903 yang membuatnya dijuluki sebagai pahlawan, Baden-Powell justru lebih tertarik pada kenyataan buku kecil Aids to Scoutingyang ditulisnya sebagai panduan untuk anggota-anggota muda di pasukannya, ternyata digunakan oleh pemimpin-pemimpin kelompok remaja dan guru-guru untuk mengajar mengenai pengamatan dan membuat perlengkapan berguna dari kayu. Hal itu membuat Baden-Powell kdiundang untuk berbicara di sekolah-sekolah dan komunitas kaum remaja tentang bukunya itu.
Pulau Brownsea
Suatu saat Baden-Powell datang ke Boys’ Brigade – organisasi kaum muda Kristen yang pertama kali dibentuk di Glasgow, Inggris – dan bertemu dengan pendiri organisasi itu, Sir William Smith. Sang pendiri Boys’ Brigade meminta agar Baden-Powell dapat membuat skema pelatihan yang lebih bervariasi bagi anak-anak muda agar menjadi warganegara yang berguna.
Baden-Powell kemudian memulai menulis ulang Aids to Scouting, kali ini lebih ditujukan kepada pembaca usia muda. Untuk memantapkan penulisan ulang itu, dia mengajak 22 anak dan remaja putera yang berusia sekitar 13-14 tahun dari sekolah-sekolah umum yang beberapa di antaranya berasal dari keluarga menengah bawah, untuk berkegiatan di alam terbuka di bawah pimpinannya. Beberapa dari mereka juga merupakan anggota Boys’ Brigade.
Sepulang dari perkemahan delapan hari itu, Baden-Powell mulai memasukkan catatan-catatan yang dibuatnya selama berkemah digabungkan dengan isi buku Aids to Scouting. Hasilnya, Baden-Powell menerbitkan serial berjudul Scouting for Boys, yang diluncurkannya dalam enam kali penerbitan mulai Januari 1908. Tak disangka, karyanya amat disukai anak-anak dan remaja. Pertama-tama di antara keluarga dan teman-teman anak dan remaja yang diajak Baden-Powell berkemah di Pulau Brownsea. Namun kemudian meluas ke mana-mana. Sampai kemudian Scouting for Boys diterjemahkan ke banyak bahasa.