Untuk memperkuat jati dirinya, maka PRRI-Permesta menerbitkan pula uang dan prangko sendiri. Sebagaimana sudah diketahui luas, uang dan prangko merupakan hal penting sebagai bukti sebuah negara berdaulat.
Pada awalnya, uang PRRI hanyalah menggunakan uang kertas yang sudah ada dan beredar sebelumnya. Uang-uang itu kemudian distempel atau diberi cap bertulisan "alat pembajaran jang sah" dari PRRI, kemudian cap komando pertahanan PRRI dan cap tanda tangan salah satu pejabat PRRI.
Belakangan, PRRI mencetak dan menerbitkan uang kertas sendiri. Cetakannya sangat sederhana dengan gambar rumah tradisional di Sumatera (rumah adat Batak) dan di Sulawesi (rumah adat Toraja).
Selain dicetak dan diterbitkan di Pulau Sumatera, sejumlah uang kertas PRRI juga dicetak di Manado, Silawesi Utara. Percetakan Negara Manado yang telah dikuasai oleh Permesta segera mencetak sejumlah uang kertas dengan harga satuan (nominal) Rp 5 (lima rupiah), Rp 10, Rp 25, Rp 50, Rp 100, Rp 500, Rp 1000, dan Rp 5000.Â
Sekadar informasi yang masih harus dicek kebenarannya, dengan selembar uang Rp 10 dan Rp 10 + Rp 5 sudah mendapatkan sebutir kelapa muda dan the manis sangat, Rp 25 untuk segelaskopi hangat dan dengan Rp 50 sudah bisa makan seadanya dengan lauk sayur daun papaya dan sepotong ikan.
Gerakan PRRI-Permesta ini tak bertahan lama, karena segera ditumpas oleh pemerintah pusat. Pada akhir 1950-an dan awal 1960-an, PRRI-Permesta bubar.Â
Salah satu pimpinan terakhir yang PRRI-Permesta yang menyerahkan diri kepada pemerintah pusat adalah Ventje Sumual -- atau lengkapnya Herman Nicolaas Ventje Sumual -- bekas petinggi militer di Pulau Sulawesi, yang mengakhiri perlawanannya pada awal Oktober 1961.
Dibuang dan Dibakar
Lalu ke mana uang-uang kertas PRRI-Permesta itu? Tidak banyak yang tahu, namun yang pasti sebagian terbesar dibuang karena sudah tidak laku digunakan lagi.Â
Ada yang menyebutkan bahwa uang PRRI itu bisa ditukar dengan uang sah Republik Indonesia, tetapi tidak ada data yang valid.Â