Belum lama ini, seorang anggota Group Club Oerang Revolusi (CORE) di Facebook, mengunggah guntingan Koran dari masa perang Kemerdekaan RI. Zulkifli Mahafatna, salah satu kolektor uang (numismatis) terkenal di Indonesia, mengunggah scan halaman depan Harian Merdeka edisi 8 Juli 1947.
Dalam unggahannya itu, sang kolektor menulis "Share: berita tentang AK Gani, salah seorang "tokoh orida", yang dimuat di harian Merdeka 8 Juli 1947".
Bagi yang belum tahu, Orida adalah singkatan Oeang Republik Indonesia Daerah. Ada lagi yang disebut Ori/ORI atau Oeang Republik Indonesia. Kedua jenis mata uang ini adalah uang kertas edisi awal yang diterbitkan Pemerintah RI setelah memproklamirkan Kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945.
Saat itu memang masih beredar "uang Jepang" yang dikeluarkan Balatentara Dai Nippon ketika Jepang menjajah Indonesia. Namun uang Jepang itu segera tersingkir.
Malah yang muncul kembali adalah "uang Belanda" yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kolonial Hindia-Belanda. Saat Jepang masuk dan menjajah Indonesia, uang Belanda itu disingkirkan.
Namun ketika Jepang menyerah kalah pada Sekutu akibat dua kali bom atom yang dijatuhkan di Nagasaki dan Hiroshima pada awal Agustus 1945, justru Belanda kembali masuk membonceng tentara Sekutu yang hendak melucuti pasukan Balatentara Dai Nippon.
Padahal, melalui duet Pahlawan Kemerdekaan, Soekarno dan Hatta, Indonesia telah memproklamirkan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945. Sebagai negara merdeka dan berdaulat, tentu saja Republik Indonesia yang masih baru ingin pula menandai kemerdekaannya, antara lain dengan menerbitkan sendiri prangko dan mata uang. Dua benda yang merupakan bagian dari pengakuan kedaulatan sebuah negara merdeka.
Baru pada 1 Desember 1946, setahun lebih setelah Proklamasi Kemerdekaan RI, diterbitkan prangko sederhana yang terdiri dari dua gambar, gambang banteng berlari seharga 10 sen, dan bergambar banteng dengan bendera Merah Putih seharga 20 sen. Di bagian atas gambar kedua prangko tersebut tertera tulisan "Indonesia Merdeka", dan di bagian bawah ada tulisan "17 Agustus 1945".
Uang Nica
Kembali ke mata uang, khususnya uang kertas. Setelah sebelumnya digunakan uang kertas Hindia-Belanda dan uang kertas dari masa penjajahan Jepang, maka ketika Indonesia merdeka, Belanda yang membonceng Sekutu berusaha menguasai kembali Republik Indonesia yang telah merdeka itu. Termasuk mengedarkan mata uang kertas yang dikenal sebagai uang NICA (Nederlandsch Indi Civiele Administratie) atau Pemerintah Sipil Hindia-Belanda.
Walaupun disebut sipil, ini sebenarnya pemerintahan semi militer, karena pada kenyataan dikendalikan oleh militer Belanda. NICA dibentuk setelah adanya perjanjian antara Belanda dan tentara Sekutu yang dipimpin Amerika Serikat.
Perjanjian menyebut tentara Sekutu setelah mengalahkan pasukan Balatentara Dai Nippon di kancah Perang Dunia II, akan mengembalikan wilayah yang tadinya milik Belanda (termasuk Hindia-Belanda yang kemudian menjadi Republik Indonesia).
Itulah sebabnya, uang-uang yang diedarkan oleh Belanda di Indonesia setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya, disebut dengan uang NICA.
Tapi tentu Pemerintah RI tidak berdiam diri. Beberapa bulan sebelum prangko pertama Republik Indonesia terbit, Pemerintah RI juga telah menerbitkan uang kertas. Meski pun saat itu, Pemerintah RI terpaksa mengungsi ke Yogyakarta, karena Jakarta yang tadinya merupakan ibu kota telah dikuasai Belanda.
Pada 29 Oktober 1946, Bung Hatta yang merupakan Wakil Presiden mengeluarkan pengumuman bahwa Republik Indonesia akan mempunyai mata uang sendiri yang diterbitkan keesokan harinya. Uang Jepang maupun uang Hindia-Belanda (yang diterbitkan de Javasche Bank) dinyatakan tak berlaku lagi.
Di daerah-daerah karena sulitnya distribusi uang tersebut, maka dicetak dan diterbitkan pula Orida atau Oeang Republik Indonesia Daerah. Orida ini ada bermacam-macam namanya, sesuai dengan wilayah di mana uang itu dicetak.
Dari laman Kementerian Keuangan, disebutkan nama-nama Orida itu antara lain ORIDABS-Banten, ORIPS-Sumatera, ORITA-Tapanuli, ORIPSU-Sumatera Utara, ORIBA-Banda Aceh, ORIN-Kabupaten Nias dan ORIAB-Kabupaten Labuhan Batu (kemenkeu.go.id).
Uang NICA Vs ORI
Mungkin sudah beberapa kali ditulis tentang Uang NICA versus (vs.) ORI (Oeang Republik Indonesia). Tapi kembali pada guntingan koran di atas, peran Adnan Kapau (AK) Gani cukup berarti. Ia seorang dokter yang menjadi Wakil I Perdana Menteri merangkap Menteri Kemakmuran RI dari 11 November 1947 sampai 29 Januari 1948.
Dalam guntingan koran lainnya dari Harian Merdeka edisi 31 Maret 1947 ada berita berjudul "Nilai Oeang Nica di Singapoera Toeroen Teroes". Ini antara lain karena pedagang-pedagang Tionghoa di Singapura tidak menerima ganti rugi atas kapal-kapal Tionghoa yang disita Angkatan Laut Belanda ketika Perang Dunia II.
Utusan dari Singapura ke Djakarta (Jakarta) untuk menemui pembesar NICA< tidak membuahkan hasil. Akibatnya di pasaran Singapura, uang NICA dianggap tak berharga karena para pedagang di sana -- terutama pedagang Tionghoa -- tidak percaya kepada NICA.
Sebaliknya, uang ORI semakin diperkuat keberadaannya di Indonesia. Kementerian Kemakmuran yang dipimpin AK Gani yang pangkat kemiliteran terakhirnya adalah Mayor Jenderal (Purnawirawan), membuat anjuran terus-menerus kepada kelompok dan organisasi-organisasi dagang Indonesia untuk mengutamakan penggunaan ORI.
Antusiasme masyarakat untuk menggunakan uang republik sendiri memang makin menguat, hingga lama-kelamaan uang NICA hilang harga/nilainya di mata masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H