Walaupun sudah cukup sering berpergian ke Bali menggunakan pesawat udara, namun perjalanan ke Bali 12-14 Maret 2018 ini mencatat kenangan tersendiri. Selain berhasil mengunjungi sejumlah museum yang untuk pertama kali dikunjungi --dan ini merupakan museum-museum yang jarang menjadi destinasi wisata di Bali-- perjalanan kembali dari Bali ke Jakarta juga membuat bahagia.
Bukan soal makanan enak atau layanan pramugrari Garuda Indonesia yang memang selalu memenuhi standar, melainkan karena kesempatan menumpang pesawat dengan nomor penerbangan GA 411 dari Bandara I Ngurah Rai Denpasar (DPS) ke Bandara Soekarno-Hatta Cengkareng (CGK). Saya untuk pertama kalinya, naik Garuda Indonesia yang dicat dengan logo vintage alias logo lama Garuda Indonesia.
Maskapai penerbangan kebanggaan Indonesia itu memang sudah beberapa kali mengganti logo. Setidaknya sudah ada empat logo Garuda Indonesia digunakan, dan kini yang digunakan adalah logo terbaru. Pemakaian logo-logo vintage itu dimulai sejak beberapa tahun lalu. Logo pertama dengan didominasi warna merah ada gambar burung Garuda yang di badannya ada bendera Merah Putih digunakan antara 1949 sampai 1969, logo kedua dengan tulisan "garuda" dengan huruf kecil dan berwarna merah-oranye dipakai antara 1970 sampai 1985.
Mungkin bagi orang kebanyakan, naik pesawat dengan logo apa pun biasa saja. Tetapi sebagai penggemar kisah Petualangan Tintin (The Adventures of Tintin), naik pesawat dengan logo serupa dengan logo pesawat Garuda Indonesia di salah satu kisah petualangan reporter muda dan teman-temannya itu, sungguh membahagiakan. Seolah merasakan kembali sensasi kisah Tintin, Snowy, Kapten Haddock, Calculus, dan tokoh-tokoh lain dari cerita bergambar karya komikus asal Belgia, Herge.
Salah satu kisah dari serial petualangan itu berjudul "Penerbangan 714 ke Sydney" (Flight 714to Sydney), yang dipublikasikan pertama kali pada 1968 dan merupakan seri ke-22 dari hanya 24 seri kisah Petualangan Tintin karya Herge. Di situ diceritakan Tintin dan kawan-kawan yang hendak berpergian ke Australia.Â
Mereka menumpang pesawat dari maskapai penerbangan Qantas dari Brussels, Belgia, dengan tujuan Sydney, Australia. Namun pesawat itu sempat transit di Bandar Udara Kemayoran, bandar udara internasional di Jakarta saat itu. Kemayoran tercatat sebagai bandar udara internasional pertama untuk penerbangan komersial di Indonesia dan telah ada sejak 1940-an sampai terakhir kali digunakan pada 1985.
Memang jenis pesawatnya tidak sama. Pesawat yang saya tumpangi ini adalah Boeing 737-800NG, yang tentu belum diproduksi pada masa kisah "Penerbangan 714" karya Herge. Menurut informasi dari sahabat yang berprofesi di bidang penerbangan, pesawat dalam kisah Herge jenisnya adalah Convair 990 Coronado yang memang digunakan Garuda Indonesia antara 1962 sampai 1975. Tadinya dikira Lockheed Electra, tapi yang Lockheed merupakan turboprop, sedangkan ini turbojet yang digunakan Convair. Walaupun pesawatnya berbeda dengan yang saya tumpangi namun adanya kesamaan logo, sudah membuat senang. Merasakan kembali suasana masa lalu di masa kini.
(Terima kasih untuk tambahan informasi dari sahabat B. Adi Nugroho dan foto tambahan dari Taufik Umar Prayoga).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H