Mohon tunggu...
Berty Sinaulan
Berty Sinaulan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog

Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog, Penulis, Peneliti Sejarah Kepanduan, Kolektor Prangko dan Benda Memorabilia Kepanduan, Cosplayer, Penggemar Star Trek (Trekkie/Trekker), Penggemar Petualangan Tintin (Tintiner), Penggemar Superman, Penggemar The Beatles

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Pandu Rakyat, Cerminan Indonesia yang Sesungguhnya

28 Desember 2017   17:57 Diperbarui: 28 Desember 2017   19:29 2518
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kupon undian Pandu Rakjat Indonesia. (Foto: Kak Djoko AW)

Mungkin tidak banyak yang tahu, tujuhpuluh dua tahun lalu pada tanggal ini, 28 Desember 1945, telah lahir suatu kesepakatan untuk menjadi Indonesia sesungguhnya. Hal itu terjadi hanya empat bulan setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia dikumandangkan oleh Soekarno-Hatta di Jalan Pegangsaan Timur 56, Jakarta.

Namun kesepakatan kali ini bukan terjadi di Jakarta, melainkan di Surakarta, tepatnya di Keraton Mangkunegara Solo. Pada 28 Desember 1945, sejumlah tokoh gerakan kepanduan Indonesia berkumpul. Gerakan kepanduan yang lahir dari ide seorang bernama Robert Stephenson Smyth Baden-Powell pada 1907, masuk ke Indonesia yang ketika itu masih bernama Hindia-Belanda pada pertengahan 1912.

Adalah seorang yang bernama Johannes P. Smits yang menggagas gerakan itu dengan mengumpulkan sekitar 12 bocah anak-anak pegawai Belanda di Jawatan Meteorologi Batavia. Itulah cikal bakal gerakan kepanduan di Indonesia. Namun saat itu masih terbatas pada anak-anak Belanda atau bangsa Eropa saja. Setelah itu baru pelan-pelan dibuka kesempatan untuk anak-anak keturunan Tionghoa, Arab, dan juga kaum bumiputera.

Namun, organisasi gerakan kepanduan yang seluruhnya ditangani kaum bumiputera baru ada pada 1916. Saat itu Sri Paduka Mangkunegara VII menggagas organisasi yang diberi nama Javaansche Padvinders Organisatie. Belakangan muncul pula berbagai organisasi gerakan kepanduan lainnya.

Aktivitas kepanduan makin lama makin meluas ke seluruh Indonesia. Namun pendudukan Jepang sempat menghentikan kegiatan tersebut. Memang awal masuknya Jepang ke Indonesia masih ada beberapa kegiatan kepanduan, tetapi kemudian seluruh aktivitas itu dihentikan oleh pihak penguasa.

Kupon undian Pandu Rakjat Indonesia. (Foto: Kak Djoko AW)
Kupon undian Pandu Rakjat Indonesia. (Foto: Kak Djoko AW)
Barulah setelah Indonesia menyatakan diri merdeka, para pandu bersepakat menghidupkan kembali gerakan kepanduan di Tanah Air. Sejumlah organisasi gerakan kepanduan yang telah ada memutuskan untuk mengirim wakilnya ke pertemuan di Keraton Mangkunegara Solo. Maka pada 28 Desember 1945, mereka yang hadir bersepakat untuk meleburkan diri (fusi) dalam satu organisasi kepanduan saja. Pandu Katholik, Hisbul Wathan (HW), Nationale Islamietische Padvinderij (Natipij), Syarikat Islam Afdeeling Pandu (SIAP), Perketip/Pandu Tionghoa, dan lainnya, sepakat bersatu dalam Pandu Rakyat Indonesia.

Bila melihat unsur-unsur yang bergabung dalam Pandu Rakyat tersebut, jelas terlihat bahwa organisasi gerakan kepanduan ini memang pencerminan Indonesia yang sesungguhnya. Beragam agama, suku, dan golongan, menyatu semua di situ.

Sayangnya, belakangan organisasi gerakan kepanduan menjadi terpecah-pecah lagi. Inilah yang kemudian menjadikan Presiden Soekarno melebur kembali dalam satu wadah yang diberi nama Gerakan Pramuka. Organisasi yang pertama kali diperkenalkan kepada masyarakat luas pada 14 Agustus 1961 itu, juga tetap mempertahankan prinsip kepanduan seperti yang dinyatakan oleh Pandu Rakyat. Anggotanya terdiri dari berbagai latar belakang, berbeda agama, suku, golongan, dan perbedaan lainnya, tetap bersatu membina persaudaraan dalam Gerakan Pramuka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun