Di alamat pos elektronik (pos-el) atau email saya, sering masuk permintaan dari sejumlah perusahaan atau instansi untuk mengikuti survei secara online. Biasanya saya abaikan, karena waktunya kurang tepat. Saya sedang sibuk, terburu-buru, atau sedang tidak "bernafsu" mengisi dan menjawab pertanyaan survei.
Tapi siang ini, ketika ada email masuk di akun alamat email saya, saya pun mencoba meresponsnya. Seperti dikatakan dalam email tersebut, ini adalah survei tentang "Perilaku Konsumsi Obat". Saya mencoba mengisi survei itu bukan karena iming-iming hadiah yang hanya 10 pengisi beruntung akan mendapatkan voucer belanja, karena saya tahu pasti yang mengisi sangat banyak, jadi kemungkinan untuk mendapatkan hadiah voucer sangat kecil.
Bukannya pesimistis, tetapi ini berdasarkan pengalaman-pengalaman terdahulu. Kalau undian berhadiah, apa pun itu mulai dari door prize sampai kupon-kupon undian, sangat jarang saya beruntung memperolehnya. Saya biasanya mendapatkan hadiah "melalui perjuangan". Misalnya mengikuti lomba-lomba literasi, seperti menulis puisi, artikel, berita, atau membaca puisi, dan sebagainya.
Jadi, sudahlah. Soal hadiah voucer saya lupakan saja. Saya mengisi survei yang diadakan lembaga survei itu sekadar ingin mengisi waktu luang. Siapa tahu pula nanti setiap pengisi survei dikirim hasil surveinya, sehingga bisa menambah pengetahuan dan bukan tidak mungkin jadi bahan tulisan juga.
Begitulah, satu persatu pertanyaan saya jawab. Mulai dari data pribadi, seperti nama sesuai KTP, sampai alamat rumah dan nomor telepon. Begitu sampai di pertanyaan mengenai usia, saya menjawabnya di atas 50 tahun. Kemudian ketika dalam penggolongan usia, saya juga memilih golongan "41 tahun ke atas".
Waktu itu memang belum ada survei online, biasanya petugas survei dari perusahaan atau instansi mendatangi rumah-rumah. Kalau dari perusahaan yang menjual produk tertentu, mereka biasanya membawa pula contoh produk untuk dibagi-bagi kepada orang yang mengisi atau menjawab survei mereka.
Setelah mengetuk pintu rumah dan dibukakan oleh ibu saya, mereka memulai pertanyaan yang hampir mirip dengan survei online yang baru saja saya isi. Siapa nama ibu? Apa pekerjaan ibu? Dan begitu sampai berapa usia ibu, ketika oleh ibu saya dijawab di atas 60 tahun -- sebagai informasi ibu saya hidup sampai usia di atas 90 tahun -- langsung saja petugas survei menghentikan pertanyaan. Mereka lalu pamit setelah menyampaikan pesan, "Maaf ya, bu. Usia ibu lebih dari usia maksimal untuk di-survei".
Tampaknya sasaran utama perusahaan yang menjual produk dan jasa adalah untuk golongan muda di bawah 40 tahun, karena itu mereka yang sudah di atas 40 tahun dianggap tidak memenuhi kriteria lagi. Padahal rasanya cukup banyak masyarakat Indonesia di atas 40 tahun atau bahkan 50 tahun yang mempunyai penghasilan cukup dan mampu menjadi penyebar informasi positif tentang suatu produk yang bakal diikuti orang-orang lainnya. Paling tidak dalam keluarga atau komunitasnya. Apalagi untuk produk obat, mereka yang berusia di atas 40 atau 50 tahun kemungkinan lebih banyak mengonsumsi obat, daripada golongan yang lebih muda usianya. Dan cukup banyak orangtua yang mampu membeli sendiri obat mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H