Mohon tunggu...
Berty Sinaulan
Berty Sinaulan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog

Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog, Penulis, Peneliti Sejarah Kepanduan, Kolektor Prangko dan Benda Memorabilia Kepanduan, Cosplayer, Penggemar Star Trek (Trekkie/Trekker), Penggemar Petualangan Tintin (Tintiner), Penggemar Superman, Penggemar The Beatles

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sekali Pandu Tetap Pandu, Sekali Pramuka Tetap Pramuka

15 Juni 2017   16:44 Diperbarui: 15 Juni 2017   16:55 1951
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tiga sahabat dari Malang, sekali Pandu tetap Pandu, sekali Pramuka tetap Pramuka. (Foto: R. Andi Widjanarko, ISJ)

Once a Scout always a Scout”, demikian sering diungkapkan oleh para tokoh Pandu internasional. Bila di-Indonesia-kan, bisa berarti, “Sekali Pandu, tetap Pandu”, dan sekarang setelah gerakan kepanduan di Indonesia bernama Gerakan Pramuka, maka ungkapan itu juga diterjemahkan menjadi, “Sekali Pramuka, tetap Pramuka”.

Memang, itulah yang terjadi bagi mereka yang pernah menjadi anggota organisasi kepanduan. Terutama untuk mereka yang pernah merasakan kegembiraan, juga menikmati pengalaman-pengalaman serta bertambahnya wawasan selama menjadi anggota organisasi kepanduan. Bisa jadi setelah semakin dewasa, sibuk menekuni karier atau berumah tangga, tak lagi aktif dalam kegiatan kepanduan. Namun kenang-kenangan dan pengalaman indah selama aktif berkegiatan kepanduan, tak pernah terlupa.

Tak sedikit pula yang mengakui, bahwa melalui kegiatan pendidikan kepanduan itulah mereka mendapat “ilmu” yang berguna dalam karier dan rumah tangga mereka. Tokoh-tokoh sukses dunia, tak sedikit yang berasal dari gerakan kepanduan. Para astronot Amerika Serikat (AS), termasuk yang sudah menjejakkan kakinya di permukaan bulan, hampir semua pernah aktif di gerakan kepanduan. Bukan sekadar anggota biasa, tetapi para astronot AS itu rata-rata telah mencapai Eagle Scout, tingkatan tertinggi dalam gerakan kepanduan, yang bila di Indonesia disebut Pramuka Garuda.

Kecintaan pada gerakan kepanduan itu, meski sudah tak lagi aktif di organisasi, menyebabkan banyak yang pernah menjadi Pandu atau Pramuka, masih menyimpan berbagai pernak-pernik kepanduan. Saat ini, bahkan sebagian dari mereka menunjukkan kecintaan pada gerakan kepanduan dengan kostum yang disebut “Scout look”.

Masyarakat umum mungkin mengenal yang disebut “Army look”, berpakaian dan bergaya seperti army atau militer. Pakaian dengan seragam loreng-loreng atau berwarna hijau tentara, lengkap dengan topi, ikat pinggang, dan sepatu lars-nya. Namun di kalangan Pandu atau mereka yang pernah menjadi Pandu, sekarang mulai populer yang disebut “Scout look”.

Kemeja, rompi, bahkan jaket, yang ditambah dengan berbagai badge (lambang dari kain) atau pin (lambang dari logam/plastik) yang terkait dengan kepanduan. Mulai dari logo World Organization of the Scouts Movement (WOSM), yang merupakan gerakan kepanduan sedunia, sampai lambang-lambang atau badge kegiatan kepanduan.

Begitulah juga tiga sahabat dari Malang, Jawa Timur, yang pernah sama-sama aktif di kepramukaan, bahkan ada yang sempat ikut Jambore Nasional (Jamnas) 1973 di Situbaru, Cibubur, Jakarta Timur. Jamnas 1973 adalah Jamnas pertama setelah berbagai organisasi kepanduan disatukan dalam Gerakan Pramuka. Diadakan di bumi perkemahan yang sekarang dikenal dengan nama Bumi Perkemahan Pramuka Wiladatika, Cibubur, Jakarta Timur.

Ketiga sahabat itu, Djoko Adi Walujo, Ronny LHDH, dan Gatot AP, ditemui fotografer Indonesia Scout Journalist, Andi Widjanarko, di gedung Kwartir Nasional Gerakan Pramuka. Mereka baru saja membeli sejumlah pernak-pernik kepramukaan dari Kedai Pramuka di sana. Tak disangka, ketiganya juga membawa kostum “Scout look” masing-masing, dan jadilah berfoto bersama. Foto penuh kebanggaan dengan kostum masing-masing yang menunjukkan kecintaan pada gerakan kepanduan dan sekaligus menunjukkan persahabatan tetap terjalin, meski sudah tak lagi aktif di kepramukaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun