Mohon tunggu...
Berty Sinaulan
Berty Sinaulan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog

Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog, Penulis, Peneliti Sejarah Kepanduan, Kolektor Prangko dan Benda Memorabilia Kepanduan, Cosplayer, Penggemar Star Trek (Trekkie/Trekker), Penggemar Petualangan Tintin (Tintiner), Penggemar Superman, Penggemar The Beatles

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kumpulan Puisi Sambut Hari Lahir Pancasila

31 Mei 2017   17:25 Diperbarui: 1 Juni 2017   11:37 4954
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menyambut Hari Lahir Pancasila 1 Juni, saya meluncurkan kumpulan puisi “Ahok, Kebhinekaan, Belajar Pancasila” yang diterbitkan oleh Nulisbuku (ISBN 978-602-6598-18-9). Kumpulan yang berisi puisi-puisi yang ditulis dalam kurun 2012-2017 ini terdiri dari tiga bagian: Ahok (19 puisi), Kebhinekaan (19  puisi), Belajar Pancasila (12 puisi), ditambah satu puisi sebagai bonus di halaman luar belakang.

Meski berbeda-judul tiap bagiannya, tetapi semuanya mempunyai “benang merah” betapa Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dengan slogannya “Bhinneka Tunggal Ika” haruslah tetap tegak.

Kasus Basuki Tjahaja Purnama yang akrab dipanggil Ahok menjadi salah satu kasus yang menyita perhatian hampir seluruh masyarakat Indonesia, juga sampai ke mancanegara. Sejak dia menjadi Gubernur DKI Jakarta menggantikan Joko Widodo yang terpilih sebagai Presiden Republik Indonesia, sejak saat itu juga segala bentuk perlawanan atas kehadirannya telah dimulai.

Menyedihkan memang, saat republik ini dibangun oleh para bapak bangsa dengan dasar negara Pancasila dan slogan Bhinneka Tunggal Ika, yang berarti berbeda-beda tapi satu tujuan, dan ketika dulu semua anak bangsa ikut bersatu tanpa peduli latar belakang ras, agama, suku, dan antargolongan, maka justru ketika Ahok jadi gubernur, yang terjadi adalah sebaliknya.

Dia dianggap tidak pantas, hanya karena latar belakang suku dan agamanya. Apalagi ketika Ahok salah omong, jadilah kesempatan untuk habis-habisan menghujatnya. Meski sudah tahu bakal dihabisi, tekadnya tak surut  maju dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) untuk jadi gubernur lagi. Terbelahlah negeri ini, gelombang hujat-menghujat, fitnah, sampai berita bohong, terus merajalela.

Kumpulan ini sekaligus merupakan catatan sejarah, yang mungkin bakal jadi “bahan tertawaan” kala Indonesia sudah maju dan benar-benar mewujudkan “Bhinneka Tunggal Ika” dalam semua sendi kehidupan. Bisa jadi kumpulan puisi jadi tertawaan, “Kok bisa ya, Indonesia mengalami hal seperti itu?”.

Semoga Indonesia tetap jaya, Pancasila tetap abadi dan Bhinneka Tunggal Ika selalu menjadi bagian tak terpisahkan dalam kehidupan kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun