Sekitar 40 orang dengan beragam usia dan latar belakang berkumpul di sebuah rumah makan di bilangan Jalan Juanda, Jakarta Pusat, 29 April 2017 siang hari. Mereka bukan hanya untuk berkumpul dan makan-makan saja, tetapi hampir tiap orang membawa lembaran-lembaran kartu pos bergambar. Ada yang hanya 2-3 lembar, tetapi tidak sedikit yang sampai 10 lembar kartu pos bahkan lebih.
Di sela-sela makan siang, bahkan sebelum dan sesudah makan, sambil bercakap-cakap mereka saling membubuhkan tanda tangan atau sekadar paraf dan singkatan nama mereka pada kartu-kartu pos itu. Tak heran bila satu kartu pos bisa penuh dengan puluhan nama, namun tetap menyisakan ruang untuk menuliskan nama dan alamat yang akan dikirimi kartu pos itu, serta juga tempat untuk menempel prangko di bagian kanan atas kartu pos itu. Semuanya dilakukan di sisi kartu pos yang tak ada gambarnya, sedangkan yang ada gambarnya tetap dibiarkan tanpa ditandatangani atau dituliskan apa pun, agar tidak mengurangi keindahan gambar yang dicetak pada kartu pos itu.
Slogan dari aktivitas postcrossing ini adalah, “send a postcard and receive a postcard back from a random person somewhere in the world!”, atau bisa diartikan mengirim sebuah kartu pos dan menerima kartu pos kembali dari siapa pun di tempat mana pun di dunia ini. Memang, administrator komunitas Postcrossing melalui situs web-nya http://www.postcrossing.com yang dengan bantuan komputer secara acak mengambil nama dan alamat komunitas dari mana pun, lalu dikirimkan kepada yang memintanya. Orang yang memintanya kemudian akan mengirim kartu pos ke nama dan alamat yang diterimanya. Sebaliknya, orang yang meminta tadi akan juga mendapat kartu pos, tetapi dari orang lain dan bukan dari yang dikirim kartu pos olehnya.
Adalah Paulo Magalhães, yang memang senang mengoleksi kartu pos tetapi bukan sekadar membelinya, namun benar-benar dikirimkan melalui kantor pos dari suatu tempat di mana kartu pos itu berasal. Dia lalu membuat situs postcrossing tersebut. Paulo memulai meluncurkan situs web itu pada 14 Juli 2005, dan dengan cepat berkembang luas. Bukan hanya di Portugal, tetapi sampai ke berbagai negara ada penggemarnya.
Selain saling berkirim dan menerima kartupos, pada perkembangannya kegiatan postcrossing semakin banyak. Seperti telah disebutkan, ada yang disebut meet-up, di mana para postcrosser berkumpul, saling menandatangani kartu pos, kemudian dikirimkan baik ke alamat yang hadir pada acara itu, maupun ke teman-teman postcrosser lainnya.
Ada lagi yang disebut Round Robin. Biasanya ini adalah kegiatan yang didaftarkan dulu siapa yang berminat ikut. Misalnya, ada 10 orang yang akan ikut. Lalu orang pertama dalam daftar tadi akan mengirimkan satu amplop yang misalnya terdiri dari 3 sampai 5 kartu pos yang berlainan gambar. Amplop itu dikirimkan kepada orang kedua dalam daftar tadi. Si penerima boleh mengambil berapa saja kartu pos yang ada, dengan syarat dia harus mengganti dalam jumlah sama kartu pos yang diambilnya. Jadi kalau ambil 2 kartu pos, harus ganti 2 kartu pos juga. Syarat lainnya, kartu pos yang diganti harus berlainan, jadi misalnya dia mengganti 2 kartu pos maka gambarnya harus berlainan. Begitu terus sampai orang ke-10 mengirim kembali kepada orang ke-1 yang paling awal mengirim amplop berisi kartu-kartu pos tadi.
Di tengah era modernisasi dan serba internet seperti sekarang ini, aktivitas Postcrossing ternyata masih cukup banyak peminatnya. Bahkan bisa dikatakan terus berkembang dari tahun ke tahun. Di Indonesia sendiri, peminatnya mulai dari anak-anak sampai orangtua.