Mohon tunggu...
Berty Sinaulan
Berty Sinaulan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog

Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog, Penulis, Peneliti Sejarah Kepanduan, Kolektor Prangko dan Benda Memorabilia Kepanduan, Cosplayer, Penggemar Star Trek (Trekkie/Trekker), Penggemar Petualangan Tintin (Tintiner), Penggemar Superman, Penggemar The Beatles

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

IAAI dan Upaya Satukan Langkah Organisasi Profesi Pelestari Cagar Budaya

13 Februari 2017   18:28 Diperbarui: 13 Februari 2017   18:45 955
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ketua Umum Pengurus Pusat IAAI, Junus Satrio Atmodjo (Kedua dari kanan, berbaju batik) menjelaskan tentang IAAI kepada Dirjen Kebudayaan, Dr. Hilmar Farid (membelakangi lensa). Foto: IAAI)

Perguruan-perguruan tinggi itulah yang menghasilkan Sarjana (S-1) bidang Arkeologi , yang diawali dengan pendidikan di UI. Saat UI didirikan pada 2 Februari 1950, salah satu fakultas yang tersedia adalah Fakultas Sastra dan Filsafat. Empat jurusan dalam fakultas tersebut adalah jurusan Sastra Indonesia, Sastra Belanda, Sastra Cina, dan Arkeologi. Lulusan pertama Jurusan Arkeologi adalah Drs. R Soekmono yang kemudian dikenal sebagai Prof.Dr. R Soekmono , dan juga beberapa kali disebut-sebut sebagai “Bapak Candi Borobudur Indonesia”, atas jasanya memimpin proyek pemugaran Candi Borobudur dari 1971 sampai 1983.

Lebih dari 40 Tahun

Soekmono hanya salah satu dari sekian arkeolog terkemuka di Indonesia. Selain beliau, banyak lagi nama lainnya yang patut disebut. Di antaranya, mereka yang ikut mendirikan IAAI. Rintisan organisasi ini sebenarnya telah muncul sejak 1964, ketika para ahli arkeologi mengadakan ekskavasi gabungan di situs Gilimanuk, Bali. Pada Maret 1965 gagasan tersebut diangkat lagi. Saat itu para ahli arkeologi tengah mengadakan pertemuan di Yogyakarta.

Setelah cukup lama tak dibahas, pada seminar arkeologi di Cibulan, Bogor, pada 1976, gagasan tersebut kembali diingatkan oleh seorang peserta dengan merujuk pada usulan ketua panitia seminar, Prof. Dr. RP Soejono, seorang ahli prasejarah Indonesia. Akhirnya dicapai kesepakatan membentuk kelompok kerja yang terdiri dari sebelas ahli arkeologi dari berbagai lembaga.

Mereka adalah RP Soejono (dari Pusat Penelitian Purbakala dan Peninggalan Nasional), Hasan Muarif Ambary (Pusat Penelitian Purbakala dan Peninggalan Nasional), Teguh Asmar (Direktorat Sejarah dan Purbakala), Sukatno Tw. (Direktorat Sejarah dan Purbakala),  serta Hadimulyono (Lembaga Purbakala dan Peninggalan Nasional Cabang IV).

Selain itu, tercatat pula nama Ismanu Adisumarto (Kanwil Dep P dan K, Provinsi Jawa Tengah), Bambang Soemadio (Museum Pusat), Mundardjito (Universitas Indonesia), Harun Kadir (Universitas Hasanuddin), Rumbi Mulia (Dep Perhubungan, Sektor Pariwisata), dan Machfudi Mangkudilaga (Arsip Nasional).

Buku panduan Kongres dan Pertemuan Ilmiah Arkeologi yang diselenggarakan IAAI pada 1999. (Foto: perpusnas.go.id)
Buku panduan Kongres dan Pertemuan Ilmiah Arkeologi yang diselenggarakan IAAI pada 1999. (Foto: perpusnas.go.id)
Kelompok kerja berhasil merumuskan pembentukan Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI) yang berkedudukan di Jakarta. Sebagai ketua ditunjuk RP Soejono. Selain di tingkat pusat, dibentuk pula empat Komisariat Daerah (Komda), yaitu Komda Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, dan Sulawesi. Dalam perkembangannya, jumlahnya bertambah menjadi 9 (sembilan) Komisariat Daerah. Tanggal pembentukan IAAI adalah 4 Februari 1976 (baca juga).

Berarti sampai saat ini, IAAI telah berusia lebih dari 40 tahun. Suatu usia yang sudah cukup dewasa, dan tentu kita berharap dalam kedewasaannya, IAAI dapat menghasilkan aktivitas konkret dalam membantu Upaya mempertahankan dan melestarikan cagar budaya yang ada, sehingga masyarakat luas dapat tetap memahami sejarah bangsa, dan tidak menjadi bangsa yang tercerabut dari akarnya. Melalui berbagai aktivitas, para arkeolog yang tergabung dalam IAAI diharapkan dapat membantu agar Indonesia menjadi bangsa dan negara yang mempunyai jati diri dan kearifan budaya, sebagaimana diwariskan dari zaman ke zaman.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun