Sudah dari akhir 1980-an dan semakin mengemuka sejak awal 2000-an, muncul kecenderungan pada penyelenggaraan pameran-pameran untuk memberikan kesempatan pengunjung berinteraksi dengan materi pameran. Memang, kecenderungan inilah yang tampak dari pola perilaku para pengunjung pameran.
Manakala ada pameran yang interaktif, pengunjung bisa mencoba, bisa merasakan, bisa langsung mengomentari di tempat, materi pameran yang ada, maka itulah yang lebih disukai. Pameran-pameran “satu arah”, di mana pengunjung hanya bisa menonton materi pameran, tidak boleh foto, tidak boleh pegang, bahkan kadangkala tidak boleh bercakap-cakap dengan suara agak keras, makin lama makin ditinggalkan.
Itulah sebabnya, para penyelenggara pameran saat ini berusaha menyajikan pameran interaktif. Kalau pun materi-materi utama pameran memang tidak boleh disentuh atau untuk memotret tidak boleh menggunakan lampu kilat, maka pihak penyelenggara menyediakan sudut-sudut tertentu di mana pengunjung bisa berinteraksi.
Hal itu jugalah yang terlihat pada pameran foto bertajuk “Abad Fotografi” yang diselenggarakan di Galeri Nasional Indonesia, Jalan Medan Merdeka Timur, Jakarta Pusat. Pameran yang menampilkan karya para fotografer dari Jepang, Swiss, Amerika Serikat, dan tuan rumah Indonesia, berlangsung dari 15 sampai 28 November 2016.
Selain karya-karya foto yang memang terdapat tulisan Do Not Touch (Jangan Disentuh), pihak panitia penyelenggara menyediakan pula sejumlah aktivitas interaktif dengan pengunjung. Ada sudut khusus di mana pengunjung bisa mencoba keterampilan mewarnai foto hitam putih menjadi foto berwarna.
Suatu hal yang masih dilakukan sejumlah studio foto sampai 1970-an, ketika orang-orang datang dengan foto hitam putih milik keluarga dari masa lalu, untuk dijadikan foto berwarna.
Tapi yang tak kalah uniknya, adalah kesempatan untuk membuat foto-foto yang dikenal dengan nama Dimensional Variations. Kamera dibuat bergerak, sementara pengunjung berdiri pada titik tertentu. Ada kamera yang bergerak dari bawah ke atas, dan pengunjung bisa melakukan gerakan-gerakan di bagian bawah tubuhnya, misalnya menggerakan kaki dan pinggul. Hasilnya tentu saja unik, sebuah foto yang bisa disebut karya seni, karena bukan sekadar foto biasa.
Satu lagi, pengunjung berjalan memasuki lorong kecil, dan kamera mulai bergerak. Maka hasilnya adalah karya foto seni yang memperlihatkan wajah pengunjung dengan garis-garis gelombang. Ditambah dengan paduan warna kehijauan dengan latar belakang warna hitam, foto itu sungguh bukan lagi foto biasa. Sudah menjadi foto luar biasa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H