Mohon tunggu...
Berty Sinaulan
Berty Sinaulan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog

Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog, Penulis, Peneliti Sejarah Kepanduan, Kolektor Prangko dan Benda Memorabilia Kepanduan, Cosplayer, Penggemar Star Trek (Trekkie/Trekker), Penggemar Petualangan Tintin (Tintiner), Penggemar Superman, Penggemar The Beatles

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

World Culture Forum dan Topeng-topeng yang Berbicara

11 Oktober 2016   07:50 Diperbarui: 11 Oktober 2016   21:55 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Termasuk satu dari 100 peserta publik Indonesia yang terpilih mengikuti World Culture Forum (WCF) 2016 di Bali Nusa Dua Convention Centre, 10-14 Oktober 2016, saya pun berangkat ke Bali dari Jakarta pada Senin pagi, 10 Oktober 2016. Selain 100 peserta publik Indonesia, ada juga 100 terpilih peserta publik internasional. Di samping itu ada peserta undangan Indonesia dan peserta undangan internasional.

Topeng-topeng di Rumah Topeng dan Wayang Setia Darma. (Foto: BDHS)
Topeng-topeng di Rumah Topeng dan Wayang Setia Darma. (Foto: BDHS)
Undangan ditujukan kepada tokoh-tokoh kebudayaan di dalam dan luar negeri, baik praktisi, ilmuwan, maupun pejabat-pejabat di bidang kebudayaan. Sedangkan untuk menjadi peserta publik terpilih, calon harus melamar dengan menyertakan esai sesuai tema WCF. 

Esai-esai yang masuk dinilai oleh suatu tim yang dibentuk Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dan untuk 100 peserta yang nilainya paling tinggi dipilih ikut serta.

Poster Indonesia Scout Journalist ikut mengucapkan sukses penyelenggaraan World Culture Forum 2016. (Foto: pribadi)
Poster Indonesia Scout Journalist ikut mengucapkan sukses penyelenggaraan World Culture Forum 2016. (Foto: pribadi)
Saya sendiri kali ini memilih untuk mewakili komunitas Indonesia Scout Journalist (ISJ), suatu komunitas yang terdiri dari para Pramuka yang senang dunia jurnalistik dan para jurnalis/wartawan yang senang meliput kegiatan kepramukaan. Itulah sebabnya, esai saya juga ada kaitannya dengan kepramukaan. Esai tersebut berjudul “Learn the Cultural Diversity through the Scouting Movement”.

Untuk peserta publik Indonesia, nilai tertinggi adalah 94, sedangkan esai karya saya hanya mendapat nilai 85 dan berada di urutan ke-19 dari 100 peserta publik Indonesia. Tentu saya sudah cukup senang, karena kesempatan langka bisa mengikuti acara sebesar ini. Acara yang menurut rencana akan dihadiri juga oleh Presiden RI Joko Widodo merupakan WCF ke dua, setelah sebelumnya juga diadakan di Bali pada 24-27 November 2013.

Hari pertama gelaran WCF 2016 diisi dengan registrasi ulang seluruh peserta dan penempatan pada hotel-hotel yang telah dipilih panitia. Pagi hari, khusus untuk sejumlah peserta undangan, telah diajak mengunjungi Subak, sistem pengairan irigasi tradisional khas Bali yang merupakan salah satu produk budaya “Pulau Dewata” ini. Subak telah ditetapkan UNESCO sebagai salah satu warisan dunia yang patut dilestarikan.

Salah satu seni pertunjukan yang ditampilkan. (Foto: BDHS, 2016)
Salah satu seni pertunjukan yang ditampilkan. (Foto: BDHS, 2016)
Sementara, siang harinya seluruh peserta diajak mengunjungi “Rumah Topeng” atau lengkapnya Rumah Topeng dan Wayang Setia Darma yang terletak di kawasan Ubud. Sejak datang, peserta WCF 2016 sudah disuguhi berbagai jenis seni pertunjukan. Bukan hanya kesenian asal Bali saja, tetapi juga seni pertunjukan berupa tari diiringi musik dari Batak (Sumatera Utara), tari topeng Jawa Barat, sampai tari gandrung dari Banyuwangi (Jawa Timur).

Peserta juga disuguhi berbagai makanan dan minuman, termasuk kuliner khas Bali seperti sate lilit. Jajanan khas Indonesia yang biasa dijumpai di mana-mana, seperti mie baso, soto ayam, sampai tempe dan tahu bacem, juga tersedia. Untuk minumannya, tentu saja ada es kelapa muda dan es cendol, di samping minuman lainnya.

Namun yang menarik adalah mengunjungi Rumah Topeng itu. Tercatat sedikitnya ada 1300 topeng dari berbagai daerah di Indonesia, serta juga topeng-topeng dari Afrika, Jepang, Meksiko, Tiongkok, Srilanka, sampai Korea. Selain topeng, di situ juga disimpan dan dipamerkan 5700 wayang dan boneka tradisional dari Indonesia, Tiongkok, Malaysia, Thailand, Myanmar, Kamboja, India, Laos, Srilanka, dan Korea.

Benda-benda koleksi Rumah Topeng yang terletak pada lahan seluas 10.000 meter persegi, sesungguhnya memiliki keunikan tersendiri setiap koleksinya. Bila diamati seksama, sebenarnya topeng-topeng itu berbicara melalui bentuk dan karakternya. 

Demikian wayang serta boneka yang ditampilkan, bukan sekadar wayang kulit atau wayang golek biasa. Banyak yang merupakan wayang kulit, wayang golek, maupun boneka yang unik. Contohnya, jauh-jauh dari Jakarta malah saya bertemu dengan wayang golek khas Betawi yang diangkat dari cerita misteri “Si Manis dari Jembatan Ancol”.

Wayang golek
Wayang golek
Sementara topeng-topeng dan wayang serta boneka dari luar negeri pun dipilih yang memang memiliki karakter kuat. Hal itu terlihat jelas dari bentuknya, karena memang dihasilkan oleh maestro-maestro pembuat topeng ternama dari mancanegara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun