Mohon tunggu...
Berty Sinaulan
Berty Sinaulan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog

Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog, Penulis, Peneliti Sejarah Kepanduan, Kolektor Prangko dan Benda Memorabilia Kepanduan, Cosplayer, Penggemar Star Trek (Trekkie/Trekker), Penggemar Petualangan Tintin (Tintiner), Penggemar Superman, Penggemar The Beatles

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Jurnal Juni (1): Mari Menulis dan Mari Mengoleksi Prangko

1 Juni 2015   12:30 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:24 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1433136592199588411

[caption id="attachment_368739" align="alignnone" width="493" caption="Salah satu prangko Indonesia terbitan tahun 2015. (Foto: Kominfo)"][/caption]

Pengantar: Selama bulan Juni 2015, saya mencoba membuat “Jurnal Juni” untuk memenuhi tantangan komunitas NulisBuku melalui kegiatan “Nulis Random 2015”. Suatu tantangan untuk mengajak para penulis membiasakan diri menulis sedikitnya sekali sehari selama sebulan penuh, dari 1 sampai 30 Juni 2015.

Maka inilah tulisan perdana yang saya jadikan satu dalam “Jurnal Juni”. Semoga saya berhasil memenuhi tantangan tersebut, mengingat ada hari-hari tertentu di mana kesibukan kerja meningkat, dan sebaliknya ada hari-hari bersama keluarga dan kerabat, yang bisa jadi membuat semakin sulit menemukan waktu untuk menulis.

+++

Menulis itu mudah. Memang. Kalau asal menulis. Tapi menulis yang bermanfaat – bukan sekadar bagi diri sendiri – merupakan tantangan tersendiri. Seperti kali ini, sudah lima menit berada di depan komputer jinjing, belum juga mendapatkan ide untuk menulis tentang sesuatu yang menarik. Ada banyak ide berkeliaran di kepala, tetapi untuk menuangkannya menjadi ragu-ragu. Apakah tulisan itu nanti menarik perhatian pembaca? Apakah tulisan itu berguna? Apakah tulisan itu tidak akan menimbulkan pro dan kontra di kalangan pembaca?

Stop! Justru itu yang membuat tak mulai-mulai menulis. Ayo menulislah. Komunitas NulisBuku telah mengajak untuk menulis, sedikitnya satu tulisan tiap hari. Secara rutin selama sebulan penuh. Paling tidak akan menghasilkan tigapuluh tulisan. Jadi mulai sajalah menulis. Setelah tulisan selesai, masih ada waktu untuk mengoreksi, menyunting, dan memperbaikinya. Bila masih tidak puas, jangan hapus tulisan lama. Buatlah lagi tulisan baru. Paling tidak sudah ada dua tulisan yang dibuat dalam sehari.

Tulisan-tulisan rejected seperti itu bahkan siapa tahu bisa dikumpulkan, dan kemudian dijadikan satu buku tersendiri. Baik dalam bentuk buku fisik, maupun sekadar e-book, atau kumpulan tulisan rejected di blog pribadi. Bukan tidak mungkin, orang lain justru mendapatkan pelajaran berharga dari kumpulan tulisan rejected itu.

Seperti yang saya lakukan sekarang. Saya tidak tahu apakah tulisan ini nantinya akan menjadi tulisan pilihan, atau justru termasuk yang saya reject. Saya hanya memanfaatkan waktu luang sebelum dimulainya Rapat Kelompok Kerja Nasional (Pokjanas) Pertimbangan Prangko yang diadakan di IPB Convention Center, Botani Square, Jalan Pajajaran, Bogor. Pokjanas tersebut adalah suatu badan yang memberikan pertimbangan mengenai rencana penerbitan prangko dalam suatu tahun, maupun hal-hal yang berkaitan dengan prangko dan filateli, kepada Direktur Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika, Kementerian Komunikasi dan Informatika.

Kali ini, rapat akan membahas usulan dan desain penerbitan prangko tahun 2015 dan usulan program penerbitan prangko tahun 2016. Rencananya akan dimulai pukul 13.00 WIB, dengan didahului makan siang bersama. Sementara saya telah tiba di tempat rapat pukul 11.00 WIB. Terlalu cepat, karena salah perhitungan.

Ya, salah perhitungan. Saya berangkat dari rumah di bilangan Bintaro Sektor IX, Tangerang Selatan, pukul 09.05 WIB. Harus mengisi bensin kendaraan, pergi ke rumah adik di kawasan Cibubur, Jakarta Timur, untuk mengambil titipan barang, baru ke Bogor. Jalur yang saya tempuh adalah jalan tol JORR dari pintu tol Pondok Aren, langsung masuk ke tol Jagorawi, keluar di Cibubur, ke rumah adik, baru masuk kembali ke tol Jagorawi menuju Bogor.

Biasanya, jalan tol JORR dan sebagian tol Jagorawi, cukup padat. Apalagi sekarang hari Senin, hari awal kerja di minggu yang baru. Itulah sebabnya, saya memilih berangkat cukup pagi. Ternyata dari Bintaro ke Cibubur, hanya sekitar 40 menit. Selanjutnya, dari Cibubur ke Bogor, juga lancar sekali. Jadilah, pukul 11.00 WIB, saya telah berada di tempat rapat.

Daripada terbengong-bengong dan menunggu yang membosankan, mulailah saya menulis. Sambil menulis, makanan siang disiapkan oleh petugas IPB Convention Center. Tentu saja belum waktunya makan siang, saya pun meneruskan menulis lagi.

Saya ingin menceritakan tentang prangko-prangko Indonesia. Masih tahukah pembaca apa yang disebut prangko? Prangko adalah secarik kertas kecil yang pinggirnya bergigi atau disebut juga berperforasi, dan merupakan tanda bukti pembayaran pengiriman surat pos atau kartu pos. Mungkin pembaca tak asing yang disebut prangko.

Tapi bila ditanyakan, masihkah pembaca menggunakan prangko dalam mengirim surat pos dan kartu pos? Bisa jadi yang menjawab “ya” hanya sedikit. Suatu hal yang juga tak saya herankan, karena harus diakui penggunaan prangko memang makin lama makin sedikit. Pengiriman surat pos dan kartu pos semakin tersingkir, tergantikan pengiriman surat elektronik, pesan layan singkat, dan beragam pesan melalui media sosial internet.

Walaupun demikian, kolektor prangko atau yang sering juga disebut filatelis, jumlahnya tetap banyak. Bukan saja yang sudah berusia cukup senior, tetapi generasi muda pun ada yang menyenangi mengoleksi prangko. Meski pun bukan menjadi sasaran utama penerbitan prangko, mereka itu jugalah yang menyebabkan prangko tetap diterbitkan. Sasaran utama penerbitan prangko tentu saja tetap sebagai tanda bukti atau tanda pelunasan pengiriman surat pos dan kartu pos.

Bagi negara, prangko juga merupakan bukti kedaulatan suatu negara. Hanya negara yang diakui resmi Universal Postal Union (Uni Pos Sedunia) yang boleh menerbitkan prangko. Prangko juga dapat mempromosikan berbagai hal dari negara bersangkutan. Mulai dari sejarah, kebudayaan, flora, fauna, olahraga, dan banyak lagi. Sampai ada yang menyebutkan prangko adalah “duta pariwisata” suatu negara, dikirim ke mancanegara, dan menjadi daya tarik oleh orang-orang di mancanegara untuk berkunjung ke negara tersebut.

OK. Waktunya makan siang, dan sebentar lagi rapat akan dimulai. Saya sudahi tulisan saya di sini. Selamat membaca, selamat mengomentari. Dan jangan lupa, mari menulis dan mari mengoleksi prangko.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun