[caption id="attachment_360964" align="aligncenter" width="560" caption="Inilah penampakan Sampul Hari Pertama penerbitan prangko bersama Indonesia - Korea Utara. (Foto: koleksi pribadi)."][/caption]
Pemimpin besar Republik Demokratik Rakyat Korea yang lebih dikenal dengan sebutan Korea Utara, Kim Il Sung, “datang” lagi ke Indonesia. Tapi kalau 50 tahun lalu pada 10 sampai 20 April 1965, Kim Il Sung datang secara nyata, kali ini dia datang dalam bentuk prangko. Penerbitan prangko tersebut memang dimaksudkan untuk memperingati kunjungan Presiden Korea Utara, Kim Il Sung, ke Indonesia dalam kaitan peringatan 10 tahun Konferensi Asia-Afrika.
Adalah Presiden pertama RI, Ir. Soekarno, yang menyambutnya langsung di Bandara Kemayoran (dulu lebih dikenal dengan nama Airport Kemajoran). Airport tersebut memang menjadi saksi sejarah banyak peristiwa penting, termasuk bukti sejarah penerbangan komersial pertama di Indonesia. Sayang kini, airport-nya sudah diratakan dan yang tersisa hanyalah bekas menara Air Traffic Control (ATC).
Menara ATC itu sebenarnya sudah dikukuhkan pada 1993 oleh Gubernur DKI Jakarta, Suryadi Soedirdja, sebagai salah satu Benda Cagar Budaya (BCB) yang patut dilindungi. Dalam Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta No.475 tahun 1993 itu, disebutkan “Menara Kemayoran” merupakan BCB karena merupakan salah satu bukti sejarah penerbangan di Indonesia.
Kembali ke Kim Il Sung. Setelah disambut Presiden Soekarno di Bandara Kemayoran, diadakan berbagai kegiatan kenegaraan. Mulai dari Istana Negara di Jalan Medan Merdeka Utara sampai ke Kebun Raya Bogor. Di Kebun Raya itulah, Presiden Soekarno menyerahkan hasil penyilangan bunga anggrek Indonesia kepada Kim Il Sung, dan diberi nama Kimilsungia.
Itulah yang diperingati sekarang dengan peluncuran prangko penerbitan bersama di Gedung Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Jakarta, Selasa (15/4). Dutabesar Korea Utara, Ri Jong Ryul, mewakili pemerintahnya, sedangkan dari pihak Indonesia diwakili oleh Woro Widiastuti, Staf Ahli Menteri Kominfo Bidang Teknologi.
Hadir juga Direktur Teknologi dan Bisnis Jasa Keuangan PT Pos Indonesia, Budhi Setiawan, Ketua Umum Pengurus Pusat Perkumpulan Filatelis Indonesia, Letjen TNi (Purn) R Soeyono, dan sejumlah pihak terkait. Tak sedikit pula rekan media massa yang mengabadikan peristiwa tersebut.
Mengingat ini adalah prangko penerbitan bersama, maka baik Indonesia maupun Korea Utara sama-sama menerbitkan prangko dengan desain yang sama. Perbedaannya hanya di harga satuan (nominal) prangko, yang disesuaikan dengan mata uang di negara masing-masing. Prangkonya sendiri bergambar wajah Presiden Soekarno dengan anggrek bulan yang merupakan puspa pesona Indonesia di bagian bawahnya, dan wajah Presiden Kim Il Sung dengan anggrek Kimilsungia di bagian bawahnya.
Untuk prangko Indonesia, tiap prangko berharga satuan Rp 8.000, sedangkan prangko Korea Utara berharga satuan 30 Won Korea Utara. Selain prangko, diterbitkan pula Sampul Hari Pertama (SHP), yaitu sampul atau amplop yang di bagian kiri depan diberi gambar dan tulisan dengan tema yang sama dengan prangko yang ditempelkan di bagian kanan depan atas, lalu diberi cap atau stempel pos khusus.
Soal cap pos ini, sempat terdengar informasi dari pihak Pos Indonesia. Diinformasikan, pihak Korea Utara meminta petugas pos Indonesia agar berhati-hati saat membubuhkan cap hari terbit pertama pada prangko bergambar Presiden Kim Il Sung. Saat membubuhkan cap pos, cukup sedikit saja mengenai prangko di bagian bawah, jangan sampai mengenai desain baju apalagi wajah sang Presiden.
Di luar itu, terkait dengan prangko penerbitan bersama, Indonesia sudah cukup sering menerbitkan prangko bersama negara lain. Mulai dari Iran, Korea Selatan, Jepang, Singapura, dan banyak lagi. Kira-kira, tahun depan Indonesia akan menerbitkan prangko bersama dengan negara mana ya? Kita tunggu saja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H