Mohon tunggu...
Berty Sinaulan
Berty Sinaulan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog

Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog, Penulis, Peneliti Sejarah Kepanduan, Kolektor Prangko dan Benda Memorabilia Kepanduan, Cosplayer, Penggemar Star Trek (Trekkie/Trekker), Penggemar Petualangan Tintin (Tintiner), Penggemar Superman, Penggemar The Beatles

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Jangan Remehkan “SCM”

10 April 2015   16:57 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:17 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semua sudah paham, mendirikan perusahaan tentu untuk mencari untung. Kalau pun kini dikenal istilah CSR (Corporate Social Responsibility), sebenarnya aktivitas itu juga untuk meningkatkan citra perusahaan di masyarakat luas, yang pada gilirannya masyarakat akan memberi apresiasi terhadap perusahaan bersangkutan. Ujung-ujungnya lagi-lagi keuntungan bagi perusahaan tersebut.

Berbicara mengenai kegiatan usaha di sektor industri hulu minyak dan gas bumi (migas), sama saja dengan perusahaan-perusahaan lainnya. Semua perusahaan yang bergerak di bidang tersebut tentu juga didirikan untuk mencari untung. Di Indonesia, Pemerintah tentu menaruh perhatian pada industri hulu migas, karena kenyataannya sektor migas merupakan penyumbang devisa terbesar kedua setelah sektor pajak.

Industri tersebut juga berperan besar dalam meningkatkan bidang usaha lainnya. Aktivitas eksplorasi dan produksi migas, merupakan kegiatan besar yang melibatkan banyak orang, alat, dan lainnya. Misalnya dalam aktivitas eksplorasi yang disebut mud logging. Ini adalah kegiatan menganalisis lumpur melalui proses pengumpulan, penelitian dan perekaman, termasuk menganalisis cairan dan gas yang ada dalam suatu area pengeboran migas.

Proses penting ini harus dilakukan seteliti mungkin dengan menggunakan peralatan yang tepat. Termasuk penyediaan sejumlah tabung besar dan kecil berupa campuran gas untuk kalibrasi. Tabung-tabung ini diperoleh melalui supplier yang khusus menyediakan peralatan tersebut. Seorang pensiunan pekerja eksplorasi migas pernah menceritakan bahwa mencari supplier seperti itu “susah-susah gampang”. Kalau pun akhirnya sudah ketemu dan sesuai serta ada dalam daftar rekanan, baru dimulai pemesanan. Sayangnya, seperti diceritakan mantan pekerja pengeboran lepas pantai itu, ketika dikirim ke gudang, sebagian supplier tidak melakukan pengepakan dengan baik. Tidak perlu khusus untuk eksplorasi migas, untuk keperluan lain pun, pengekapan suatu barang yang kurang baik, tentu dapat menyebabkan barang itu menjadi kurang baik pula kualitasnya.

Meski terlihat tulisan di atas “sekadar” keluh-kesah seorang pekerja di sektor industri hulu migas, namun itu dapat memberikan gambaran, bahwa hanya untuk satu hal saja, banyak bidang usaha lain yang terlibat. Belum lagi kalau menghitung, industri pengepakan, industri transportasi untuk pengiriman tabung-tabung itu dan banyak lagi.

Industri hulu migas memang merupakan industri yang selain padat karya jug padat modal. Pernah dihitung, investasi dalam sektor ini mencapai kurang lebih Rp 300 triliun setiap tahunnya. Terkait dengan hal ini, Supply Chain Management (SCM) memegang peranan penting untuk memaksimalkan industri hulu migas, agar dapat semakin berperan penting di negara ini, bahkan dapat mencapai seperti yang disebut-sebut sebagian orang, sebagai “lokomotif” pembangunan nasional di Tanah Air.

SCM atau dalam Bahasa Indonesia dapat disebut sebagai “manajemen rantai penyediaan”, sering dipandang sepele. Dianggap hanya terkait usaha membeli barang, mengirim, memasukkan dalam gudang, dan mendistribusikan bila diperlukan oleh pemakai. Padahal, dikabarkan duapertiga biaya operasional industri hulu migas dihabiskan melalui aktivitas SCM.

Itulah sebabnya, SCM tidak dapat dianggap sepele dan hanya sekadar pekerjaan administrasi atau manajemen biasa saja. Pelaku-pelaku yang bertugas menangani SCM, diharapkan mempunyai kemampuan lebih dari sekadar membeli dan mengirim barang saja. Duapertiga biaya operasional yang dihabiskan melalui aktivitas SCM, bila memungkinkan tentu sebaiknya dihemat. Di sini diperlukan tenaga-tenaga profesional yang mampu melakukan cost recovery dan penghematan.

Seperti diceritakan teman yang menangani mud logging, memilih supplier yang tepat tentu akan menghemat biaya. Misalnya, tak perlu pusing dalam pemilihan tabung, pengepakan, dan memasukkannya ke gudang, yang bila tidak ditangani dengan baik, akan menambah biaya ekstra yang sebenarnya tak perlu.

Begitu pula di bidang-bidang lain yang ditangani SCM. Jadi bila ingin menjadikan industri hulu migas sebagai “lokomotif” pembangunan nasional, maka mereka yang bekerja di bidang SCM juga harus dipilih yang berkualitas “luar biasa”, bukan sekadar berkualitas biasa saja. Janganlah pekerjaan SCM dianggap hanya pekerjaan administrasi yang hanya ditangani pekerja-pekerja biasa saja. Karena, tanpa mengenyampingkan bidang-bidang lain dalam industri hulu migas, SCM merupakan poin penting untuk keberhasilan usaha ini. Semoga.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun