Mohon tunggu...
Berty Sinaulan
Berty Sinaulan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog

Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog, Penulis, Peneliti Sejarah Kepanduan, Kolektor Prangko dan Benda Memorabilia Kepanduan, Cosplayer, Penggemar Star Trek (Trekkie/Trekker), Penggemar Petualangan Tintin (Tintiner), Penggemar Superman, Penggemar The Beatles

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Prangko, Masihkah Hobi Raja dan Raja Hobi?

1 April 2015   16:03 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:41 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1427880794223630399

[caption id="attachment_358579" align="alignnone" width="2256" caption="Para juri sedang menilai koleksi-koleksi peserta Pameran Filateli Kreatif di Bandung, beberapa waktu lalu."][/caption]

Prangko, Masihkah Raja Hobi dan Hobi Raja?

Koleksi prangko yang juga dikenal dengan sebutan "filateli", pernah menjadi hobi yang amat populer di seluruh dunia. Sampai ada ungkapan bahwa filateli adalah "raja hobi dan hobi raja". Sebutan itu untuk mengukuhkan betapa filateli menjadi "raja" dari semua hobi lain, khususnya hobi mengoleksi suatu benda tertentu.
Ada puluhan bahkan ratusan juta orang yang meminati filateli, dari seluruh negara dan teritori di segenap penjuru dunia. Di mana ada prangko diterbitkan, bisa dipastikan di situ ada yang senang mengoleksinya.
Meski awalnya prangko hanya merupakan tanda lunas atau bukti pembayaran pengiriman surat, namun prangko juga diakui sebagai representasi negara penerbitnya. Sebagai salah satu identitas dan bukti keberadaan suatu negara, maka tiap negara pasti menerbitkan prangko.
Selain "raja hobi", filateli sekaligus "hobi raja". Tak sedikit raja dan kepala negara atau kepala pemerintahan yang menyukai hobi itu. Bahkan ada yang sampai menyediakan ruang khusus, mempekerjakan pegawai untuk merawat koleksi yang dimiliki, dan memamerkan koleksi mereka, baik di dalam maupun di luar negeri.
Contoh paling terkenal adalah The Royal Philatelic Collection, milik keluarga kerajaan Inggris. Dimulai pada masa Pangeran Wales yang kemudian menjadi Raja Edward VII pada 1856, koleksi tersebut telah berkembang sedemikian rupa sehingga menjadi salah satu koleksi benda filateli terbaik di dunia.

Perkumpulan Filatelis
Di Indonesia, filateli diperkirakan telah ada hanya beberapa saat setelah penerbitan prangko pertama di "Bumi Nusantara" pada 1 April 1864. Namun keberadaan hobi itu baru mulai terstruktur sejak berdirinya Postzegelverzamelaar Club Batavia (PCB) pada 1922. Inilah cikal bakal Perkumpulan Filatelis Indonesia (PFI) yang kini bukan saja telah diakui Pemerintah dan masyarakat Indonesia, tetapi juga diperhitungkan keberadaannya di "dunia filateli" internasional.
Setelah bertransformasi dan bergantu nama beberapa kali, PFI mulai benar-benar bergerak maju pada 1990-an. Apalagi Pemerintah melalui Departemen Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi saat itu mendukung penuh. Adalah Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi Susilo Soedarman yang dilanjutkan dengan Joop Ave yang sampai menggagas gerakan sejuta filatelis di Tanah Air.
Tahun 1990-an juga ditandai era baru, Indonesia menjadi tuan rumah berbagai pameran filateli internasional. Dimulai dengan dua pameran tingkat Asia-Pasifik, yaitu "Surabaya '93" di Surabaya pada 1993, dan "Jakarta '95" di Jakarta pada 1995. Berikutnya, Pameran Filateli Remaja Sedunia "Indonesia '96" di Bandung pada 1996. Sekadar catatan, pameran di Bandung sampai memecahkan rekor pengunjung pameran filateli remaja terbanyak yang pernah ada di seluruh dunia sampai saat itu. Ratusan ribu pengunjung hadir dalam pameran selama sepekan penuh itu. Bahkan saking padatnya pengunjung, panitia terpaksa menutup pintu masuk, dan baru dibuka kembali setelah sebagian pengunjung ke luar dari gedung tempat pameran.
Menyusul sukses yang luar biasa itu, Federation Internationale de Philatelie (FIP), sebagai badan dunia filateli, telah mendukung rencana pameran filateli "Indonesia 2000" yang akan diadakan di Jakarta pada tahun 2000. Namun situasi usai Reformasi 1998 masih kurang kondusif, karena masih banyaknya demonstrasi massa yang cenderung ke arah anarkis, termasuk di Jakarta. Akibatnya, penyelenggaraan “Indonesia 2000” pun dibatalkan.
Barulah delapan tahun kemudian, digelar "Jakarta 2008", pameran filateli Asia-Pasifik di Jakarta. Kemudian pameran tingkat dunia "Indonesia 2012" digelar dengan sukses selama sepekan di Jakarta Convention Centre.

Sukses itulah yang membuat kini direncanakan lagi pameran internasional pada tahun 2017. Tadinya hanya akan diadakan pameran tingkat Asia-Pasifik, tetapi FIP menyarankan agar diperluas saja menjadi pameran tingkat dunia.

Perjuangan Keras
Bila menyimak rangkaian kegiatan itu, ditambah lagi pameran tingkat nasional yang secara rutin diadakan setahun sekali dengan dukungan Kementerian Komunikasi dan Informatika serta PT Pos Indonesia, terlihat bahwa kelihatannya filateli masih menjadi hobi yang diminati. Tetapi sesungguhnya, perlu perjuangan ekstra keras menjadikan prangko tetap dikenal.
Prangko memang pertama-tama harus tetap dikenal umum. Bila sudah dikenal, barulah mungkin timbul apresiasi masyarakat yang akhirnya meminati dan mengoleksinya. Persoalannya, pemakaian prangko makin sedikit, yang mengakibatkan jumlah cetaknya pun dibatasi. Bila sampai awal 1890-an, jumlah cetak mencapai 1,5 sampai 2 juta keping prangko tiap kali mencetak, sekarang hanya 300 ribu keping prangko tiap kali dicetak.
Hal ini sedikit banyak dipengaruhi pula oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Daripada repot menulis dan mengirim surat dengan menggunakan prangko, bukankah lebih mudah mengirim pesan layan singkat (SMS) atau surat elektronik (email) saja?
Untunglah, saat ini tampaknya mulai timbul kecenderungan seperti layaknya tren back to nature (kembali ke alam). Kini juga ada tren kembali menghargai hal-hal yang sifatnya unik dan personal. Mengirim surat dengan tulisan tangan walau isinya pendek di atas selembar kartu pos, mulai digemari kembali seluruh lapisan usia. Bahkan tak sedikit orang yang meminta oleh-oleh dikirimi selembar kartu pos dari saudara atau kenalan yang mengadakan kunjungan ke luar negeri.

Ketua Umum Pengurus Pusat PFI Letjen TNI (Purn) Soeyono juga pernah mengatakan bahwa koleksi prangko bisa dimanfaatkan pula untuk pembelajaran bagi generasi muda. Dari prangko seseorang dapat belajar tentang geografi, sejarah, ilmu pengetahuan alam, kebudayaan, flora, fauna, dan banyak lagi. Jadi meminati filateli sebenarnya banyak manfaatnya. Itulah sebabnya PFI terus berusaha mengembangkan hobi tersebut di Tanah Air. Siapa tahu dalam pameran filateli internasional tahun 2017 yang akan diadakan di Indonesia, jumlah filatelis akan semakin banyak dan rekor jumlah terbanyak pengunjung di suatu pameran filateli internasional dapat dicetak lagi di Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun