[caption caption="Rapat Pengurus Pusat Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia di Museum Nasional beberapa waktu lalu. (Foto: BDHS)"][/caption]
Ahli arkeologi atau arkeolog, yang sering juga disebut ahli kepurbakalaan, merupakan salah satu profesi yang ditekuni sejumlah orang di Indonesia. Mereka juga telah memiliki wadah organisasi profesi, Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia, disingkat IAAI. Tanpa terasa, IAAI telah berusia 40 tahun.
Bermula dari sebuah seminar arkeologi di Wisma Anggraini, Cibulan, Bogor, Jawa Barat, pada awal Februari 1976. Ketua panitia seminar, RP Soejono, mengusulkan perlu dibentuknya wadah organisasi profesi untuk menghimpun para ahli arkeologi Indonesia. Hal itu disambut baik seluruh peserta.
Seorang peserta bahkan mengemukakan, upaya pembentukan wadah arkeolog Indonesia sebenarnya sudah muncul sejak 1964, ketika para ahli arkeologi mengadakan ekskavasi gabungan di situs Gilimanuk, Bali. Pada Maret 1965 gagasan tersebut diangkat lagi, ketika mereka mengadakan pertemuan di Yogyakarta.
Sayangnya karena kesibukan masing-masing, gagasan tersebut sempat terendapkan cukup lama. Baru pada seminar di Cibulan, gagasan tersebut kembali dibahas. Agar tidak seperti sebelumnya yang hilang tanpa bekas, saat itu juga para peserta seminar sepakat membentuk kelompok kerja yang terdiri dari sebelas ahli arkeologi dari berbagai lembaga.
Kesebelas ahli arkeologi tersebut terdiri dari R.P. Soejono (dari Pusat Penelitian Purbakala dan Peninggalan Nasional), Hasan Muarif Ambary (Pusat Penelitian Purbakala dan Peninggalan Nasional), Teguh Asmar (Direktorat Sejarah dan Purbakala), Sukatno Tw. (Direktorat Sejarah dan Purbakala), serta Hadimulyono (Lembaga Purbakala dan Peninggalan Nasional Cabang IV).
Juga tercatat pnama Ismanu Adisumarto (Kanwil Dep P dan K, Provinsi Jawa Tengah), Bambang Soemadio (Museum Pusat), Mundardjito (Universitas Indonesia), Harun Kadir (Universitas Hasanuddin), Rumbi Mulia (Dep Perhubungan, Sektor Pariwisata), dan Machfudi Mangkudilaga (Arsip Nasional).
Maka pada 4 Februari 1976 di Cibulan itulah, didirikan secara resmi Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI), dan terpilih pula ketuanya, yaitu RP Soejono. Selain di tingkat pusat yang berkedudukan di Jakarta, dibentuk pula empat Komisariat Daerah (Komda), yaitu Komda Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, dan Sulawesi.
Dalam perkembangannya, jumlah anggota IAAI yang ketika pertama kali berdiri hanya puluhan orang, kini telah mencapai sekitar 800 orang. Jumlah Komda pun bertambah, mencapai sembilan Komda.
Untuk periode 2014-2017, Pengurus Pusat IAAI diketuai oleh Junus Satrio Atmodjo. Sementara masing-masing Komda mempunyai ketuanya sendiri. Jabodetabek diketuai Titi Surti Nastiti, Jawa Barat dan Banten: Lutfi Yondri, DIY dan Jawa Tengah: Wahyu Indrasana, Jawa Timur: Y. Hanan Pamungkas, Bali, NTB, dan NTT: I Nyoman Wardi, Sumatera Bagian Selatan : Agus Sudaryadi, Sumatera Utara dan Aceh: Lucas Partanda Koestoro, Sulawesi, Ambon, dan Papua: Yadi Mulyadi, dan Kalimantan: I Made Kusumajaya.
Masih Sedikit