Mohon tunggu...
Berti Khajati
Berti Khajati Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Alumni IKIP Muhammadiyah Purworejo (1998) dan SPs UHAMKA Jakarta (2021) menulis puisi, cerpen, pentigraf, cerita anak dan artikel nonfiksi lainnya bersama berbagai komunitas literasi di dalam dan luar negeri, mengabdi sebagai Kepala Sekolah di SDN Samudrajaya 03 Tarumajaya - Kab. Bekasi. Mempunyai quote "Filternya ada di dalam jiwa."

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Di Perempatan Pelangi

30 April 2019   17:26 Diperbarui: 30 April 2019   17:40 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Seperempat abad bukanlah waktu yang singkat
coba kalikan dengan tiga ratus enam puluh lima hari
ditambah satu empat tahun sekali
mungkin tubuh-tubuh kita sudah jamuran
disimpan dalam kelembaban angan

Adakah kaupahami?
peristiwa di perempatan pelangi
terasa menghunjam sampai ke dasar hati
kian lama kian memadat, tergilas putaran hari
-seperti jalan makadam yang selalu kita lewati-
meski pori-pori tetap menyerap hujan
justru terasa kian mencengkeram

Sesingkat perjalanan kita -di ranah asmara-
tiada seujung kuku;
dibandingkan perjalanan seperempat abad kita
-menggandeng gerbong-gerbong kereta kita masing-masing-
nampaknya kita sudah saling melupakan

Namun seperti spora jamur dalam naungan kelembaban
jiwa-jiwa kita yang saling bertautan
seakan tak berhenti mencari
dia tetap tumbuh di sela-sela akar
di keremangan pagi dan petang

Di perempatan pelangi -hanyalah secuil drama abadi-
kauantar aku pulang, lalu kau selamanya menghilang

Musim-musim yang terus bergilir,
mengendapkan segala unsur yang terkubur
memadat dan memadat di dasar jiwa
seiring bergulirnya matahari -yang terasa menggerinda hati-

Kuingat rengkuh ragumu di jok warna kelabu
namun matamu berpendar bak pelangi
terasa menggerus perasaan -seperti mimpi-
setengah terjaga, tetap kutiti hari-hari -menunggumu kembali-

Seperempat abad kini; kau memang kembali
dengan kerut wajah menua; namun dengan cinta yang sama
aku tak mampu tak tergoda
menghidupkan kenangan,
-dengan sukma dan raga yang berseberangan-

Meski kita sama: takkan berhenti di perempatan pelangi lagi

Meski kita sama: tetap melarak gerbong-gerbong kita
ke jurusan yang berbeda

Namun di stasiun ini, kita tak bisa menahan hati
untuk saling memuntahkan mimpi
untuk saling mengabarkan rindu -yang terkubur kaku-

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun