Mohon tunggu...
Berthy B Rahawarin
Berthy B Rahawarin Mohon Tunggu... Dosen -

berthy b rahawarin, aktivis.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Vote N7W: Komodo "Dikadalin" Sich...

2 November 2011   01:59 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:10 1103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Peringatan Dubes RI Djoko Susilo di Swiss tentang dugaan status abal-abal Yayasan New7Wonders, tidak menyurutkan kampanye promosi SMS Komodo. Sikap mendua dari pejabat Indonesia sebenarnya amat membingungkan publik. Sejak pernyataan Djoko Susilo dimuat relatif lengkap di media nasional, semestinya ada pernyataan legal-formal pejabat publik atas status badan hukum Yayasan penyelenggara berikut dampak hukumnya.

Tetapi, bantahan yang wajar segera muncul dari pihak kaki tangan New7Wonders Foundation Emmy Hafild. Seperti dikutip media, Emmy menjawab pernyataan Djoko Susilo dengan mengatakan, “Yayasan N7W itu bukan abal-abal. Itu yayasan kredibel”.

Pernyataan Emmy tersebut tetap tidak menghilangkan keraguan masyarakat pada sinyalemen legal tentang status formal Lembaga tersebut. Jadi, klarifikasi terebut malah menimbulkan spekulasi baru. Emmy malahan balik menuding oknum dalamm institusi Kementerian Pariwasata dan Ekonomi Kreatif sebagai penyebar fitnah terhadap status hukum N7W dan penyelenggaraan Vote Komodo, karena tidak ikut dilibatkan berperan aktif.

Di lain pihak, Wakil Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Sapta Nirwandar Sapta membenarkan informasi Duta Besar RI di Swiss Djoko Susilo. Ketika media coba mengkonftrontir sikap Dubes RI dengan kenyataan masih berlanjutnya kampanye Vote Komodo, Sapta hanya mengatakan bahwa Jusuf Kalla dan Penyelenggara itu pihak swasta. Pernyataan Dubes RI di Swiss itu versi resmi dari Pemerintah RI.

Dubes RI ditanya perihal mengapa belasan negara lain yang ikut kegiatan Yayasan tersebut tidak melakukan protes atau pernyataan sikap Pemerintahnya. Djoko hanya menjawab, bahwa karena di negara-negara tersebut tidak ada mobilisasi massa (oleh pejabat publik) seperti di Indonesia.

Perihal status hukum dan sikap negara lain terhadap Yayasan tersebut, Djoko menjawab “Menurut saya, negara-negara lain tidak terpancing melakukan kampanye massal. Mereka tidak sampai mengerahkan massa, tidak seperti di Indonesia. Di Zurich sini memang tidak ada, kok. Tetangga juga tidak kenal. Tidak ada yang tahu.”

Masyarakat Bingung, Tokek Mungkin Juga...

Untuk sebagian masyarakat, masih tetap tertinggal pertanyaan, pertama, seberapa besar legitimasi yang diberikan dunia atas Komodo hasil rekomendasi Yayasan New7Wonders, jika Badan Hukum N7W sendiri masih diragukan?

Kedua, jika kemudian hari terbukti benar bahwa N7W bermasalah sebagai badan hukum yang menyelenggarakan perhelatan akbar yang mengeruk dana masyarakat sedemikian besar, dengan kepastian hukum tidak maksimal tetap koq bisa tetap dilanjutkan sebelum ada penjelasan resmi dari Pemerintah? Atau, ini sekedar “maju terus” pantang malu dan serba tanggung?

Ketiga, seberapa besar asas tranparansi dan akuntabilitas yang diterapkan terhadap kegiatan berskala internasional itu, karena telah melakukan penggalangan terbuka terhadap dana masyarakat? Dan, sejumlah pertanyaan lain yang muncul sebagai konsekuensi dan asumsi-asumsi hukum dan peran serta pejabat publik.

Tetapi untuk Vote Komodo yang dimobilisasi mantan Wapres dan Ketua PMI Jusuf Kalla dan kemudian didukung Presiden SBY, akan berakhir di titik mana, Pemerintah dan Penyelenggara harus segera diminta klarifikasi. Tentu, nasib Vote Komodo tidak menunggu sikap “Tokek” (Scincidae), metafor kadal sebagai lambang kebimbangan dan ketidak-pastian: Legal, Tidak legal...  Legal, Tidak legal, ..... huuuuph...

Tokek pun bersuara, menentukan harkat dan martabat bangsa? Hukum alam pun sedang (dibiarkan) berlangsung atas keseharian bangsa kita. Komodo dikadalin sich... Jadi, "anakonda" dech masalahnya.

Ilustrasi: Unduh Google

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun