Mohon tunggu...
Berthy B Rahawarin
Berthy B Rahawarin Mohon Tunggu... Dosen -

berthy b rahawarin, aktivis.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Menkumham Patrialis: Paspor Rp 270000?

19 Juli 2010   08:06 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:45 698
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menkumham Patrialis Akbar seperti dikutip media cetak-elektronik menyampaikan bahwa biaya pembuatan paspor Rp 270.000 dan dalam empat hari (kerja). Sejauh membaca reaksi dari pembaca dari media, misalnya Kompas.com (19/7), pengalaman sebagai tanggapan dari tidak sedikit orang yang mengurus paspor, senantiasa berulang 'kendala rutin' antara lain, misalnya arahan untuk pengurusan lewat 'calo' yang pada akhirnya bermuara pada keuntungan pribadi-pribadi pegawai imigrasi. [caption id="attachment_198486" align="alignleft" width="300" caption="Ilustrasi/Admin (suarapembaruan.com)"][/caption] Seorang penanggap dari Semarang M Tohari, terhadap berita Kompas.com itu, menulis "Itu mah teori belaka, nyatanya saya bikin di semarang biayanya habis tiga kali lipatnya. Habisnya banyak banget calonya sih, orang yang mau bikin tapi gak lewat calo malah dipinggirkan. padahal nyata2 ada tulisan besar di depan loket jangan lewat calo...capek deh...". M Meski 9 dari dari sepuluh pesimis, tapi seorang penulis dari Bandung membenarkan pernyataan Menkumham itu. Biaya paspor dan pengurusannya masalah lama. Kepada beberapa milis grup, kami pernah mengisahkan pengalaman pribadi mengurus paspor medio November 2008 sebagai berikut. “Kalimat sarkastik ini tampaknya belum punah dalam jiwa sebagian penyelenggara birokrasi kita: "KALAU BISA DIPERSULIT, MENGAPA DIPERMUDAH!?!? KALAU BISA DIPERLAMA, MENGAPA MESTI DIPERCEPAT (URUSAN WARGA-NEGARA)??? Dst. Karikatur GM Sudharta, di harian KOMPAS, (Selasa, 11 November 2008), sesuai dengan kejadian di Kantor Immigrasi Jakarta-Barat. Pengalaman tak menyenangkan harus saya terima ketika mengurus passport di Kantor Immigarasi JAKARTA BARAT dalam PROSES MENGURUS PASSPORT. Kronologinya: hari Senin, 3 November 2008, saya mengantar adik ipar sekeluarga yang mengurus passpor lewat Biro Jasa (jadi hanya datang foto). Dibantu kantor sosial, saya bertekad mengurus sendiri TANPA Biro Jasa. Bertambah semangat juga, karena tertarik "biaya resmi" yang tercantum TERANG dan RINCI di depan Kantor Immigrasi Jakarta Barat. Pada hari pertama itu, saya menyerahkan semua item berkas berkas copy-an yang diminta SECARA LENGKAP (tidak kurang). Saya menunggu kurang lebih dari jam 08.30 hingga jam 13.30, hanya untuk mendapatkan TANDA TERIMA (dengan CATATAN (TERTULIS), bahwa Rabu, jam 13.20, kembali lagi untuk pengambilan foto-diri dan sidik jari, serta wawancara, didahului dengan PEMBAYARAN-PELUNASAN total biaya sebesar Rp.270.000,- Saya mendapatkan tanda pembayaran untuk ditunjukkan waktu foto dan pengambilan sidik jari serta wawancara. Setelah diwawancarai sore itu, SECARA LISAN seorang ibu yang cukup ramah mengatakan silahkan datang kembali hari Jumat, 7 November. Saya tanya jam pengambilan, dan meminta datang sorean (karna saya datang jam hampir jam 15.00). Kepada ibu yang ramah itu, saya mengatakan: "Saya akan datang Senen saja untuk mengambil passportnya". Ia mengiayakan. Hari yang tidak mengenakkan itu akhirnya tiba. Tidak jadi datang hari Senin, 10 November, saya baru datang hari Selasa, 11 November. Setelah dua kali salah ruangan, saya datang ke tempat PENGAMBILAN PASSPORT. Setiba di situ, katanya data saya belum beres. Saya kembali menanyakan ibu pewawancara itu, yang kemudian mengantar saya ke tempat pengambilan passport (tentu dengan mengganggu klien yang antri). Sambil menunggu di ruang yang lain, saya menanyakan berapa lama saya harus menunggu, karena saya akan rapat pada jam 11.00 di Jakarta Selatan. Pegawai yang tampak membawa berkas passport saya, kemudian mendekati saya sambil mengatakan: "Pak, bisa dibereskan hari ini, asal mengertilah...". Terpancing emosi saya mendengar perkataan orang berkaca-mata yang berkumis itu. "Mengerti maksudnya apa?" tanyaku dengan nada kesel. Akhirnya, pegawai yang saya baca bernama Dudung, MM itu kemudian tampak kelabakan dan menuju ruang lain, katanya untuk ditanda-tangani atasannya. Suasanasama-sekali sudah tidak mengenakkan, ditambah saya harus mengejar waktu ke Jakarta Selatan. Saya meminta Pak Dudung, MM itu untuk mengembalikan tanda-terima saya, sekaligus saya meminta SECARA TERTULIS menulis HARI, JAM dan NAMA-nya, di atas tanda-pembayaran (pelunasan) dengan setengah mendikte. Pak Dudung, MM menulis nama dengan samar "Sugeng" Saya baru mengambil passport Kamis, 13 November, jam 11.30. Pegawai di loket pengambilan passport yang menyerahkan passport. Pak Dudung, MM, yang menulis namanya dengan samar "sugeng", hari ini menggunakan nama "ARDANI". Luar biasa: Dudung, MM, alias Sugeng, alias ARDANI. Saya berpikir apa perlu mengirim SMS ke nomor pengaduan 08888300303, yang dicantumkan di depan loket. Karena, keseluruhan pelayanan HANYA TAMPAK TRANSPARAN. Tapi, sesungguhnya, dalam keseluruhannya praktik birokrasi kantor Immiggrasi Jakarta Barat itu telah nyata sebagai sebuah praktek yang GELAP, MAHAL dan LAMA. Semuanya hanya TERANG kalau secara TERANG-TERANGAN MEMBAYAR DI ATAS HARGA YANG DITENTUKAN. SEMAKIN MELAMBUNG MEMBAYARNYA, SEMAKIN SINGKAT JALANNYA. Waktu hanya sebuah daya tawar. Kasihan saya pada ARDANI alias Sugeng, alias Dudung, tapi LEBIH KASIHAN pada RAKYAT lain yang PUNYA KETERBATASAN dalam segala aspeknya.” Menanggapi sharing pengalaman kami ketika itu, seorang penanggap Santoso menulis pengalamannya: “Saya pernah mengurus pasport di kantor imigrasi Jakarta Timur. Biaya pengurusan lewat calo (baca: aparat imigrasi-red) adalah Rp 700.000,- setelah negosiasi yang semula Rp 800.000,-. Tapi saya termasuk beruntung, karena dibagian belakang kantor imigrasi banyak berjejer meja-meja "swasta" untuk pengurusan para TKI". Besar biaya pengurusan pasport untuk para "duta" bangsa ini sebesar Rp 1.300.000,-. Masya Allah, ternyata pemerasan terhadap bangsa sendiri justru dimulai dari para PEJABAT yang bermental TIKUS. Ya Rabb, ampunilah dosa-dosa hamba MU ini yang mendapatkan rezeki melalui cara-cara yang tidak halal ini. Lindungi dan Selamatkan anggota keluarga mereka dari api neraka atas rezeki yang mengalir di dalam tubuh mereka. Amien.” Jadi, bila hingga hari ini, reaksi-reaksi masyarakat yang muncul dengan warna pesimis dan skeptis terhadap pernyataan Menkumham Patrialis masih terjadi,  menjadi pertanyaan, seberapa besar reformasi birokrasi berlangsung? Lalu, pernyataan Menkumham, bahwa paspor akan diurus dengan biaya "hanya" Rp. 270.000 dalam waktu empat hari (kerja)? Kiranya, pelayanan birokrat imigrasi tidak menjadi bagian dari rapor merah Menkumham dan jajarannya. Karena, best service memang bukan seindah lip service.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun