Tanggal 22 September 2006, Fabianus Tibo, Dominggus da Silva, Marinus Riwu dieksekusi regu tembak Brimob di lapangan tembak Brimob Palu, pukul 00.15 WITA. Eksekusi kontroversial itu menjadi salah satu catatan lembaran pelanggaran HAM berat di bawah pemerintahan Presiden SBY.
Seluruh proses hukum pro justitia terhadap Tibo Cs mendapat perhatian nasional hingga internasional. Negara-negara Eropa misalnya, yang telah secara konsisten dan menyeluruh menghapus produk hukum yang memberikan sanksi death penalty atau hukuman mati, menyorot tajam eksekusi tersebut. Berbeda dengan Amerika yang masih memberikan peluang sanksi eksekusi mati, meski ketika itu datang surat permohonan peninjauan kembali rencana eksekusi tersebut.
Mengapa Eropa dan Amerika berbeda tentang hukuman mati? Dasar pemikiran masyarakat Eropa lebih menekankan kepada kemungkinan terakhir, bahwa seseorang tidak pernah boleh dihukum mati karena dapat terjadi kekeliruan menghukum orang yang belum tentu bersalah. Karena itu, hukuman tertinggi pelanggar pidana berat adalah hukuman seumur hidup.
Dalam proses hukum Tibo Cs, yang telah dijatuhkan hukuman mati oleh Pengadilan Tibo Cs divonis hukuman mati oleh Pengadilan Negeri (PN) Palu pada 5 April 2001. Vonis itu dijatuhkan di bawah tekanan masa bayaran, umumnya bukan masyarakat setempat tetapi dari masa yang dianggap dimobilisasi dari luar daerah. Tibo tercatat suatu saat ditampar di depan persidangan oleh pengunjung tanpa teguran ataupun pengamanan. Putusan hakim yang di bawah tekanan, dan menjatuhkan vonis mati secara tergesa-gesa tetap dilanjutkan.
Fabianus Tibo lahir tgl 5 Mei 1945 di Flores, NTT, dan merantau sebagai transmigrasi lokal di Poso sejak usia 17 tahun. Ia meninggalkan seorang isteri dan dan 4 orang anak. Marinus Riwu lahir di Kupang, NTT 27 Juli 1947, meninggalkan isteri dan seorang anak. Dominggus da Silva, lahir di Maumere, NTT, 17 Agustus 1967 belum menikah dan bekerja sebagai operator mesin berat.
Aib HAM Pemerintahan SBY
PutusanPN Palu, Sulawesi Tengah  itu dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Sulawesi Tenggara pada 17 Mei 2001. Dan, luar biasanya, dalam tahun yang sama, Oktober 2001, Mahkamah Agung menolak Kasasi. PK Tibo Cs, ditolak Maret 2004. Selanjutnya, tahun 2005, Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono menolak grasi Tibo Cs, dan berarti hukuman mati harus dilaksanakan.
Penolakan grasi Tibo Cs oleh Presiden SBY mendapat sorotan tajam internasional. Keputusan eksekusi kontroversial yang sempat diintervensi dengan upaya PK-2 oleh Tim PADMA dengan menghadirkan 11 saksi kunci untuk memberi alibi tentang keberadaan Tibo Cs, dianggap tidak ada.
Setelah beberapa kali penundaan, dengan diperkuat statemen politik Wakil Presiden (ketika itu) Jusuf Kalla, maka akhirnya Presiden SBY, lewat perintah Jaksa Agun Abdul Rahman Saleh yang juga mantan aktivis HAM itu, Tibo Cs, dieksekusi mati.
Setelah 5 tahun berselang, tanpa perayaan peringatan, mungkin tinggal lilin bernyala. Dari sisi keyakinan tertentu peristiwa ini telah lama dimaafkan, meski tetap diingat, forgive but not forget. Dari sisi catatan hukum dan kenegaraan, eksekusi Tibo Cs menjadi salah satu lembaran hitam dan tragedi HAM di bawah pemerintahan Presiden SBY dan (mantan) Wapres Jusuf Kalla.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H