Mohon tunggu...
Berthy B Rahawarin
Berthy B Rahawarin Mohon Tunggu... Dosen -

berthy b rahawarin, aktivis.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kembali ke Bank Century, Eh Mutiara

27 Januari 2014   11:01 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:25 342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1390795171391975636

[caption id="attachment_308545" align="aligncenter" width="275" caption="Bank Mutiara (foto: Kompas.com)"][/caption] Tersiar berita Bank Century, eh Bank Mutiara akan dijual. Diperkirakan nilai di bawah  Rp. 8 Trilyun. Bank Mutiara yang berganti plang nama dari Bank Century ini, diagendakan dijual Lembaga Penjamin Simpanan Nasabah (LPS), awal bulan Februari 2014 ini. Sebagai orang awam perbankan, saya ingin melihatnya lebih sederhana belaka. Setidaknya melontarkan pemikiran spontan, sambil berharap mendapat jawaban brilian dan mencerahkan dari pengamat, dan memenuhi akal sehat dan rasa keadilan masyarakat diterima. Angka dari Century ke Mutiara Sekedar mengikuti kembali, bahwa Bank paling kontroversial di tahun 2009 ini, telah memakan banyak korban: nasabah yang menyimpan dana, pemegang saham dan semua pihak yang bersentuhan dan Century hingga bermimikri jadi Mutiara. Tanggal 14 November 2008, Bank Century mengajukan permohonan fasilitas pendanaan darurat dengan alasan sulit mendapat pendanaan. Budi Sampoerna setuju memindahkan seluruh dana dari rekening di Bank Century cabang Kertajaya, Surabaya ke Cabang Senayan, Jakarta. Tanggal 20 November 2008, Bank Indonesia menyampaikan surat kepada Menkeu tentang Penetapan Status Bank Gagal pada Bank Century dan menyatakan perlunya penanganan lebih lanjut. Selaku Ketua Komite Stabilitas Sektor Keuangan, Sri Mulyani langsung menggelar rapat untuk membahas nasib Bank Century. Agar CAR menjadi 8 persen Sri Mulyani setuju penambahan modal sebesar Rp 632 miliar. Tanggal 22 November 2008 delapan pejabat Bank Century dicekal, termasuk Robert Tantular (Pemegang Saham). Namun, tanggal 23 November 2008, Lembaga penjamin langsung mengucurkan dana Rp 2,776 triliun kepada Bank Century. Bank Indonesia menilai CAR sebesar 8 persen dibutuhkan dana sebesar Rp 2,655 triliun. Dalam peraturan lembaga penjamin, dikatakan bahwa lembaga dapat menambah modal sehingga CAR bisa mencapai 10 persen, yaitu Rp 2,776 triliun. Periode November hingga Desember 2008, dana pihak ketiga yang ditarik nasabah dari Bank Century sebesar Rp 5,67 triliun. Desember 2008, Lembaga penjamin mengucurkan untuk kedua kalinya sebesar Rp 2,201 triliun. Dana tersebut dikucurkan dengan alasan untuk memenuhi ketentuan tingkat kesehatan bank. Dan tanggal 3 Februari 2009, Lembaga penjamin mengucurkan lagi Rp 1,55 triliun untuk menutupi kebutuhan CAR berdasarkan hasil assesment Bank Indonesia, atas perhitungan direksi Bank Century. Pertengahan April 2009, Kabareskrim Polri Komjen Susno Duadji mengeluarkan surat klarifikasi kepada direksi Bank Century. Isi surat tersebut adalah menegaskan uang US$ 18 juta milik Budi Sampoerna dari PT Lancar Sampoerna Besatari tidak bermasalah. Tanggal 29 Mei 2009, Kabareskrim Susno Duadji memasilitasi pertemuan antara pimpinan Bank Century dan pihak Budi Sampoerna di kantornya. Dalam pertemuan itu disepakati bahwa Bank Century akan mencairkan dana Budi Sampoerna senilai US$ 58 juta -dari total Rp 2 triliun- dalam bentuk rupiah. Juni 2009, Bank Century mengaku mulai mencairkan dana Budi Sampoerna yang diselewengkan Robert Tantular sekitar US$ 18 juta, atau sepadan dengan Rp 180 miliar. Namun, hal ini dibantah pengacara Budi Sampoerna, Lucas, yang menyatakan bahwa Bank Century belum membayar sepeserpun pada kliennya. Juli 2009 KPK melayangkan surat permohonan kapada Badan Pemeriksa Keuangan untuk melakukan audit terhadap Bank Century. 21 Juli 2009, Lembaga penjamin mengucurkan lagi Rp 630 miliar untuk menutupi kebutuhan CAR Bank Century. Keputusan tersebut juga berdasarkan hasil assesment Bank Indonesia atas hasil auditro kantor akuntan publik. Sehingga total dana yang dikucurkan mencapai Rp 6,762 triliun. Dewan Perwakilan Rakyat (27/8/2009) memanggil Menkeu Sri Mulyani, Bank Indonesia dan lembaga penjamin untuk menjelaskan membengkaknya suntikan modal hingga Rp 6,7 triliun. Padahal menurut DPR, awalnya pemerintah hanya meminta persetujuan Rp 1,3 triliun untuk Bank Century. DPR juga lupa, bahwa Sri Mulyani hanya menyetujui Rp. 632 Milyar. Tanggal 30 September 2009, laporan awal audit Badan Pemeriksa Keuangan terhadap Bank Century sebanyak 8 halaman beredar luas di masyarakat. laporan tersebut mengungkapkan banyak kelemahan dan kejanggalan serius di balik penyelamatan Bank Century dan ada dugaan pelanggaran kebijakan dalam memberikan bantuan ke Bank Century. Tanggal 2 Oktober 2009 Nama Bank Century diganti menjadi Bank Mutiara. Tanggal 21 Oktober 2009, akibat kejanggalan temuan BPK, terbentklah Panitia Khusus Hak Angket DPR untuk mengusut kasus Bank Century menjadi perdebatan di DPR. 12 November 2009 139 anggota DPR dari 8 Fraksi mengusulkan hak angket atas pengusutan kasus Bank Century. Tanggal 19 Februari nanti Pengawas Century kembali mengundang mantan Gubernur Bank Indonesia Boediono yang sekarang adalah Wakil Presiden Republik Indonesia. Boediono dianggap berperan penting dalam keputusan-keputusan. Pada bulan November 2013, Bank Mutiara kembali digelontorkan dana Rp. 1,5 trilyun untuk operasional. Mutiara Bermimikri Lagi? Mutiara bukan baru pertama kali hendak dijual. Sejak 2012, Bank Mutiara telah ditawarkan kepada peminat. Hingga, kemudian kembali lagi menjadi sorotan publik setelah Pertama, total pemberian dana Lembaga kepada Century dan Mutiara menjadi Rp. 8, 2 Trilyun  (Rp. 6,7  + 1,5  T). Artinya, setelah hampir 5 tahun disuntikkan dana, Century yang Mutiara, tidak dapat menyelamatkan dirinya sendiri dengan dana talangan (6,7) dan harus ditambahkan lagi (1,5 T). Kedua, jika 'laris' terjual di bawah Rp. 8 Trilyun, maka total keluarnya dana Lembaga tidak lagi kembali utuh, dan menjadi utang kepada calon investor baru (jika nantinya benar-benar terjual). Ketiga, mestinya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dapat menunda penjualan Bank Mutiara (lagi), hingga seluruh kewajiban semua pihak terjawab, baik dalam manajemen Bank, dan tidak melepaskan Bank Mutiara yang masih memiliki kewajiban-kewajiban lain. Keempat,  jika hendak dijual dengan memiliki nilai dengan bargaining position ekonomis yang baik, adalah setelah tidak lagi terkait pelbagai isu ekonomi, politik dan keuangan yang melilitnya. Paralelnya, menjual nasi yang sedang basi kepada pelanggan, selain dengan harga di bawah nilai semestinya, tampak sebagai sebuah pelanggaran etika bisnis. Kecuali, kalau hal ini sekedar menyelamatkan orang per orang. Dalam pendapat saya, hanya investor "luar biasa" saja yang membeli sahamnya. BPK dan KPK dapat mengikuti lebih detail prosesnya, baik calon pembeli maupun para penjual, ya LPS. Paralelisme sederhananya, peternak Sapi potong, tidak akan membeli sapi yang sakit dan sedang dirawat dan ditawarkan kepadanya. Harap, paralelisme ini pun keliru untuk Kasus Century atau Bank Mutiara. *) Penulis, pengajar Etika Bisnis & praktisi Jasa Keuangan, pendukung (etika hukum&politik) Sri Mulyani.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun