Mohon tunggu...
Berthy B. Rahawarin
Berthy B. Rahawarin Mohon Tunggu... Dosen - Dosen President University, Cikarang

Maluku (SD-SMA 1971-1983) - STF-SP Manado (1983-1992). Jakarta (1993 - sekarang)

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal

Hari Ini 350 Tahun Lalu: Gempa dan MegaTsunami di Maluku

17 Februari 2024   10:10 Diperbarui: 17 Februari 2024   16:46 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Halo Lokal. Sumber ilustrasi: PEXELS/Ahmad Syahrir

Hari ini 350 tahun lalu, tanggal 17 Februari 1674, Gempa dan mega-tsunami di Maluku. Bencana itu terjadi, bertepatan Hari Raya Imlek, Sabtu  tgl 17 Februari 1674, atau 3,5 abad lalu kejadian gempa dan tsunami besar terjadi di Maluku.  Gempa bumi dan tsunami itu merupakan bencana alam yang cukup besar. Gempa bumi yang melanda Kepulauan Maluku sehingga menimbulkan tsunami yang melanda pulau Ambon. Tsunami ekstrem dengan ketinggian mencapai 100 meter dan menyebabkan 2.347 orang meninggal dunia.

Peristiwa ini terdokumentasi dengan baik sebagai salah satu tsunami paling awal yang tercatat di Indonesia, khususnya di wilayah Maluku. Gempa bumi dan tsunami yang diakibatkannya berdampak buruk pada wilayah tersebut, menyebabkan kerusakan parah dan korban jiwa. Tsunami Ambon tahun 1674 dianggap sebagai peristiwa bersejarah yang penting karena dampaknya yang ekstrim akibat tanah longsor di laut yang dipicu oleh gempa bumi.

Pencatat tragedi gempa dan tsunami di Maluku itu adalah G.E Rumphius botanikus, peneliti fauna-flora Maluku yang telah kehilangan penglihatan sebelum tragedi itu.

Rumphius, Ryan Todd dan "The Missing Kingdom "Utan Faak Roa"

Georg Everhard Rumphius (1627--1702),juga dikenal sebagai Rumphius, adalah tokoh penting dalam sejarah Indonesia karena kontribusinya terhadap botani dan sejarah alam. Ia bekerja di Perusahaan Hindia Timur Belanda di wilayah yang sekarang disebut india bagian timur dan terkenal karena karyanya "Herbarium Amboinense". Meskipun menghadapi tragedi pribadi, termasuk kebutaan dan kehilangan istri dan putrinya, Rumphius memberikan kontribusi abadi dalam studi flora dan fauna di Kepulauan Rempah-Rempah, yang sekarang disebut Maluku, Indonesia. 

Catatan tsunami Rumphius memang hanya berkisah seputar tempat tinggal di pulau Ambon. Tapi, tanpa catatan sejarah Rumphius, tragedi 3,5 abad lalu itu, telah menjadi mitos bagi anak-anak milenial. Menyebut sebagai contoh, kisah lisan di Duroa, kepulauan Kei, yang menyebut tsunami dan gempa dengan sebutan "met-ruat" (tsunami), gempa (rur), dihubungkan dengan tenggelamnya sebuah kerajaan (Utan)  "Utan Faak Roa", yang terdiri dari pulau Duroa, Rumadan, Nang-Hangarlay (tenggelam saat tsunami), Bair-Ohoimas, sebagai Utan FaakRoa, Kei, Maluku, yang seolah telah menjadi mitos, maka menjadi mudah  dimanipulasi sejarah, dan nyaris hilang dan tidak disebut lagi dalam kerajaan-kerajaan di Kei. "Little Kingdoms in Kei Island", yang ditulis Ryan Todd, juga sudah tidak menyebutnya. Tapi, bukan Ryan Todd yang memanipulasi hilangnya "Utan Faak Roa" dalam peta kerajaan-kerajaan Kei. Tsunami 350 tahun lalu juga tidak menenggelamkannya.

Dalam catatan kegempaan dan tsunami palung Laut Banda , memang Laut Banda menyimpan sejarah gempa bumi dan tsunami yang menimbulkan kerusakan. Menurut catatan dari Badan Geologi, sumber gempa bumi penunjaman di Laut Banda pernah memicu terjadinya tsunami pada tahun 1629, 1674, 1852, dan 1938. Sementara berdasar catatan BMKG dalam Katalog Tsunami Indonesia Per-Wilayah Tahun 416-2018, tercatat pernah terjadi beberapa kejadian tsunami yang bersumber di Laut Banda, seperti dimuat kompas.com, (tgl.1 Oktober 2023), "Sejarah Gempa dan Tsunami di Laut Banda, Salah Satunya Gempa Maluku 2023".

Tapi karya tulis Rumphius dan pengamatannya dengan tsunami Maluku 350 tahun itu, telah memberikan wawasan berharga mengenai sejarah alam di wilayah tersebut, menjadikannya tokoh penting dalam sejarah ilmu pengetahuan dan eksplorasi Indonesia. Untuk jasanya itu,nama Rumphius diabadikan sebagai nama perpustakaan keuskupan Amboina. *** 

Berthy B. Rahawarin, penulis, dosen, dan peneliti.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun