Inilah Tujuh butir pernyataan (tanggapan) Komunitas GaraM (Katolik) di Jakarta atas pernyataan Romo Katolik asal Papua dan Romo-romo se-Papua dalam dua hari terakhir.
Inilah tujuh butir pernyataan Komunitas GaraM (Katolik) dalam siaran pers hari ini Sabtu 12/12-2020 di Jakarta.
Siaran Pers: Komunitas GaraM - Â Garda Magisterium (Katolik): Jakarta, 12/12-2020
PERNYATAAN Komunitas GARAM ( Katolik) tentang  PAPUA
Saudara sebangsa dan setanah air, kami Komunitas Garda Magisterium, akronimnya GaraM -- Katolik, setelah membaca secara cermat dan merenungkan secara mendalam, seruan Imam Katolik aseli Papua dan pernyataannya, dalam artikel  "147 Imam Katolik Papua-Papua Barat keluarkan 10 seruan moral pada hari HAM" (10/12) dan, Imam se-Papua, dalam artikel  "Ini 10 Seruan Resmi Pastor Katolik se-Papua untuk Antisipasi Konflik" (Jumat, 11/12), kami Komunitas GaraM (Katolik) menyatakan point-point berikut:
PERTAMA dan terutama, kedua artikel menampilkan sejumlah butir, namun secara bersama dan meyakinkan, menggaris-bawahi dan serukan kembali suara para uskup Indonesia, dalam wadah KWI -- Konferensi Wali gereja Indonesia, Â KWI agar semua pihak menghentikan kekerasan, dan memulai jalan DIALOG sebagai dinyatakan para uskup pada awal Agustus, 2020.
KEDUA, jika, KWI tampak seolah "tidak/belum" merespon Suara Elemen Masyarakat, khususnya korban kekerasan (senjata),KWI senyatanya, teguh konsisten, tegas serukan  DIHENTIKAN-nya kekerasan secara total, dan DIALOG intens semua Pihak, di Jakarta -- Papua dimulai-intensifkan.
KETIGA, di sisi lain, kita dapat menyaksikan kunjungan pastoral Mgr Ignatius Cardinal Suharyo ke sejumlah tempat di Papua, baik sebagai pribadi maupun sebagai Ketua KWI, Â cinta yang tulus dengan (umat dan masyarakat) Papua sehingga berjalan kaki juga ke beberapa wilayah terisolasi adalah wujud kecintaan Beliau kepada Tanah Papua dan masyarakatnya. Bahkan, adanya penggalangan rutin dana dan tenaga Pastoral dari imam Projo (Keuskupan Agung) Jakarta dan tarekat Jesuit di Papua semuanya merupakan wujud keperdulian Hirarki (KWI) terhadap masyarakat dan umat katolik di Tanah Papua.
KEEMPAT, kurang tepat dan irrelevan pula, misalnya, menyamakan begitu saja konteks situasi (sospol) berbeda: semisal kondisi Sigi, Sulawesi Tengah dan Papua, Â bisa dikatakan murni korban kekerasan terhadap kemanusiaan, sementara kondisi Sospol Papua dan korban manusia membuat kehati-hatian itu ada dengan dilemanya, karena bercampurnya interese politik pribadi dan golongan, dan terbuka kooptasi Negara terhadap Gereja, atau sebaliknya, yang keduanya masuk kategori abuse of power oleh negara atau sebaliknya.
Meski demikian, TIDAK berarti Hirarki Katolik - KWI bersikap diskriminatif. Hal mana bertentangan dengan sikap Gereja universal dan lokal terhadap kemanusiaan di mana pun, Â dan dengan prinsip ajaran dasar iman kristiani dan semangat DIALOG itu sendiri.
 KELIMA sebelum menyerukan para pihak untuk berdialog tentang Papua, GaraM meyakini, bahwa Para Imam Katolik di Papua dan bersuku aseli Papua yang dipercayai umat katolik dan masyarakat, dapat konsisten menjadi contoh pertama dan terdepan dalam teladan DIALOG inter dan antar kelompok, bahkan intra internal para imam dan hirarki, sebagaimana Kristus dan Gereja-Nya, sebelum semangat itu diminta kepada semua pihak (lain) yang berkehendak baik, perduli dan terlibat untuk turut selesaikan problem sosial di Papua secara nasional dan menyeluruh.