Tindakan tidak beradab di Norwegia, negara yang diklaim paling aman di dunia, menjadi gaduh ulah sikap intoleransi warganya. Negara Alfred Nobel, pencetus Nobel Perdamaian, mendadak menjadi sorotan justeru karena terjadi tindakan sejumlah orang yang disinyalir terafiliasi dengan kelompok intoleran  SIAN, yang melakukan tindakan memalukan merobek halaman kitab kudus saudara kaum berkeyakinan Muslim. Tindakan itu masih disertai pernyataan-pernyataan tak patut terhadap Nabi Muhammad SAW, junjungan agung dalam keyakinan umat Muslim.
Ternyata, SIAN memiliki rekor buruk dalam masyarakat Norwegia karena  tindakan-tindakan intoleran khususnya terhadap komunitas Muslim di Eropa, khususnya Swedia. Gerakan "Stop Islamization of Norway" (atau bahasa Norwegia: Stopp islamiseringen av Norge, SIAN) adalah organisasi Norwegia yang didirikan pada tahun 2008, meskipun sejarahnya melanjutkan sebuah kelompok yang sudah dimulai pada tahun 2000.Â
Gerakan itu secara tidak adil dan tidak beradab menyerang dakwah  Islam di Eropa yang telah sekularistis-ateistis, yang menganggap Islam sebagai ideologi politik totaliter yang melanggar Konstitusi Norwegia serta nilai-nilai demokrasi dan kemanusiaan, suatu anggapan yang jelas bertentangan dengan nilai-nilai persaudaraan universal dalam keyakinan komunitas Muslim. Organisasi ini dipimpin oleh Arne Tumyr, dan memiliki beberapa ribu anggota dan pendukung.
Pada pertengahan 2011, dilaporkan bahwa organisasi tersebut memiliki hampir 13.000 anggota atau "suka" di grup Facebook-nya, meskipun organisasi tersebut hanya mengumpulkan sedikit kehadiran massa pada pertemuan dan demonstrasi. SIAN sendiri memiliki lebih dari 3.000 anggota, sebagian besar berbasis di Oslo tetapi diikuti oleh Stavanger. Â Angka-angka ini menjadikannya kelompok "Hentikan Islamisasi" nasional terbesar di Eropa, bahkan mengalahkan Gerakan ekstremis sejenis "Hentikan Islamisasi Eropa".
Christian Prince Tidak "Kristiani"
Lain SIAN, lain pula Fenomena "katekese" atau pengajaran agama Kristen sebagai yang ditunjukkan "figur misterius" (Christian Prince CP) dalam media sosial maupun buku-buku karangannya. Mungkin nama saya akan masuk dalam pembahasan CP, karena menempatkannya dalam konteks (sikap) intoleransi.
Tetapi  tentulah penting, menurut hemat saya, bahwa CP perlu memahami  pemutlakan kritik sastera dan kritik historis terhadap kitab suci Al'Quran mukarim, dan bagian cukup dominan dalam pengajarannya tentang saudara berkeyakinan Muslim, telah menjadi sulit dibedakan dari kelompok intoleran lain dalam kekristenan, dipandang dari sudut pandang komunitas Muslim internasional. Sejumlah sahabat dekatberujar: "CP mengajarkan iman Kristen secara tidak kristiani!".
Fenomena intoleransi berkeyakinan, baik oleh SIAN maupun CP, senyatanya, telah  mengganggu semangat dialog sejati yang dibangun komunitas dunia, antara lain Dewan Gereja Dunia (World Churces Council) hingga Vatikan, yang menghargai perbedaan berkeyakinan dan ekspresinya.Â
Karena itu, baik gerakan-gerakan massal-kolektif seperti SIAN maupun individual seperti  CP, sepatutnyalah diserukan untuk diakhiri karena melukai masyarakat dunia beradab yang berdialog tanpa batas wilayah dan waktu dalam sikap hormat dan menghargai perbedaan sebagai kekayaan yang membawa berkah dan bermanfaat. *** (Penulis, pengajar Cultural Diversity, di President University, Jababeka)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H