Mohon tunggu...
Berny Satria
Berny Satria Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis bangsa

Bangsa yang Besar adalah yang berani berkorban bagi generasi berikutnya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Puasa yang Tidak Kena Ujian

6 Juni 2016   10:57 Diperbarui: 7 Juni 2016   00:20 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: sukamedia.com

Senin hari pertama puasa, saat saya membuat SIM baru gara-gara terlupa memperpanjang. Rupanya kali ini jika SIM terlewat 1 hari saja masa perpanjangannya maka wajib membuat SIM baru. Alamak, kejam sekali pikirku, karena proses dan waktu pembuatannya memakan waktu dan tenaga yang cukup membosankan karena harus menunggu lama pada tiap tahapannya. SIM saya sih terlewat 1 tahun, jadi tidak kesal2 amat.

Ketika ada di ruang tunggu yang menjemukan, saya melihat spanduk yang membentang bertuliskan, "Hormatilah orang yang berpuasa".

Tentu ini bukan hormat ala militer dengan menyilangkan telapak tangan di pinggir dahi, tapi ini merupakan seruan kepada mereka yang tidak berpuasa untuk tidak menunjukan aktivitas memakan makanan di depan orang yang berpuasa. Tindakan itu dianggap tidak menghormati atau tidak memiliki empati terhadap orang-orang yang sedang melaksanakan ibadah puasa.

Kalau saya melihat wajah-wajah khalayak yang berpuasa memang sedikit mengerti terhadap norma yang diumumkan dengan spanduk tadi.

Tapi saya berpikir lagi, bukankah Bulan Ramadhan adalah bulan penggodokan, bulan pembakaran. Artinya pada bulan itu iman seseorang yang melaksanakan ibadah puasa sedang dibakar, sedang diuji. Kalau ujian, maka godaan dan gangguan menjadi wajib adanya. Sebab jika orang yang sedang diuji tetapi tidak ada tantangan yang menggodanya, maka ujian itu tidak menghasilkan orang2 yang tangguh dalam menghadapi gangguan.

Coba dilihat bagaimana para tentara dan polisi yang sedang memasuki ujian di sekolahnya, mereka diuji dengan gangguan lapar, ketakutan, suara tembakan, kurang tidur, dlsb, dengan tujuan agar para teruji akan siap dan mampu menyelesaikan tugas walau ujian2 tadi datang nantinya. Belum pernah ada di sekolah militer manapun ada dipasang spanduk: "Hormatilah orang yang sedang ujian militer". Atau tidak pernah ada imbauan agar tidak mengenakan ujian fisik kepada para taruna untuk menghormati mereka. 

Justru dengan ujian itulah para teruji mampu melawan tarikan manjanya, mampu manahan kantuknya, mampu berlari walau kruyukan karena lapar. Begitu pula orang yang berpuasa, mereka harus memperlakukan Bulan Ramadhan ini sebagai bulan pembakaran, ujian, cacian, dan hal-hal yang mungkin bisa mengganggu kekhusukan ibadahnya.

Seperti cerita di komik yang sering kita baca, seorang pertapa yang sedang khusuk digoda oleh wanita tanpa busana menari2 mengelilinginya. Ia harus tetap konsentrasi karena ilmu yang dicarinya tidak akan didapat jika konsentrasinya buyar hanya karena tarian striptease semu di depannya.

Orang2 berpuasa yang lulus adalah yang tak bergeming untuk melaksanakan ibadahnya walau nasi padang melintas di depannya, walau Aqua dingin terguyur disaksikannya, walau Pak Ogah membuat macet perempatan jalan. 

Maka tidak perlu ada penertiban makanan di bulan puasa, tidak perlu ada sweeping hotel2 mesum, atau tak harus lagi para jubahbers dengan garang menghantam warung remang2. Ada atau tidak ada bulan puasa mereka tetap ada. Karena bukan bulan puasanya yang aneh, tetapi sistem kehidupan yang berlaku yang harus dibenahi. Kalau dikatakan syaitan sedang dikerangkeng pada bulan puasa, sepertinya kurang fair, karena syaitan TUPOKSI nya adalah mengganggu manusia, dan bulan puasa adalah ajangnya mereka untuk melaksanakan tupoksinya. Para syaitan bisa kena pecat jadi manusia nanti.

Ayo hadapi ujian itu dengan berani, jangan cengeng karena minta dihitung beribadah ketika melabrak warung esek2, karena itu semua adalah ujian agar dapat lulus dalam menghadapi dinamika hidup yang amat variatif ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun